Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Deklarasi Balfour, Rumah Nasional Yahudi dan Rothschild

Rendi Setiawan - Selasa, 21 Juli 2020 - 16:40 WIB

Selasa, 21 Juli 2020 - 16:40 WIB

19 Views

Flag Hejaz Arab Man Waving

Oleh: Rendi Setiawan, Wartawan MINA

Deklarasi Balfour (Janji Balfour) adalah sebuah janji publik oleh Kerajaan Inggris pada tahun 1917 yang menyatakan tujuannya untuk mendirikan ‘rumah nasional’ di tanah Palestina untuk orang-orang Yahudi yang tersebar di seluruh dunia.

Pada musim gugur tahun 1917, Menteri Luar Negeri Inggris James Arthur Balfour mengeluarkan surat pernyataan yang dikenal dengan ‘The Balfour Declaration’ yang isinya menyatakan dukungan Inggris atas national home bagi komunitas Yahudi yang diwakili organisasi Zionis di tanah Palestina tertanggal 2 November 1917.

Surat pernyataan dukungan itu ditujukan kepada seorang warga Yahudi terkenal di Inggris yang juga adalah seorang pengusaha terkaya dunia bernama Baron Lionel Walter Rothschild. Dia merupakan baron kedua dari Dinasti Rothschild “Second Baron of Rothschild”.

Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam

Yang menjadi pertanyaan adalah, sebuah negara besar Eropa dengan sejarahnya yang panjang seperti Inggris, kenapa mereka begitu tunduk sampai-sampai harus meminta ‘restu’ kepada seorang Rothschild untuk mendirikan sebuah negara bernama Zionis Israel? Siapa Rothschlid sebenarnya?

Terlepas dari teori konspirasi yang menyelimuti keluarga tersebut, Rothschild dan keluarga besarnya memiliki peranan yang tak bisa dipandang sebelah mata dalam membangkitkan ekonomi Inggris, termasuk ikut campurnya mereka dalam pembentukan negara Zionis Israel di tanah Palestina.

Menurut Alfi Arifian dalam ‘The Chronicles of the Great War’ mengungkapkan, jauh sebelum perang dunia pertama meletus (1914-1918) di daratan Eropa, para pemimpin Arab setuju mengajak Inggris masuk lingkaran sekutu mereka.

Para pemimpin Arab bermaksud untuk melepaskan diri dari cengkeraman Kesultanan Turki Utsmani yang begitu kuat. Selain itu, mereka juga bermaksud menjauhkan Palestina dari gerakan agnostik atheis orang-orang Perancis sehingga mereka menyetujui pembagian wilayah teritori Arab oleh Inggris-Perancis.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal

Secara politis, Arab sangat membutuhkan dukungan kekuatan militer untuk melindungi negara beru mereka dari serangan loyalis Kesultanan Utsmani di kawasan Arab, termasuk juga melindungi mereka dari serangan sesama klan Arab yang tengah menguat saat itu, Dinasti Saud. Namun, mereka terlalu bodoh untuk dipermainkan oleh Inggris.

Pernyataan dukungan Kerajaan Inggris terhadap gerakan Zionism mulai muncul bersamaan dengan rencana untuk memulai perang dunia pertama.

Perdana Menteri Inggris, David Lloyd George yang terpilih pada Desember 1916 bahkan secara terbuka menyatakan dukungan terhadap gerakan Zionism yang kala itu dipimpin Chaim Weizmann, seorang Yahudi Rusia yang mendirikan organisasinya di Manchester.

Motifnya pun beragam. Yang paling kentara adalah menjatuhkan dominasi Turki Utsmani dan merangkul dukungan komunitas Yahudi internasional, terutama mereka yang berada di kawasan netral seperti Amerika Serikat dan Rusia. Terlebih lagi, komunitas Yahudi di Rusia baru saja berhasil menggulingkan rezim Tsar Nicholas II yang antisemit.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan

Sepanjang 1917, gerakan anti-Zionis muncul di dalam Parlemen Inggris. Gerakan pimpinan Edwin Montagu, seorang Yahudi pertama yang duduk di kabinet Inggris menentang agenda pendirian negara Zionis Yahudi.

Alasan Montagu adalah karena dia khawatir gerakan antisemit akan semakin meluas dari negara-negara yang konfrontasi dengan Inggris seperti Jerman, Austria-Hongaria, hingga Turki Utsmani, seperti yang pernah terjadi pada abad pertengahan.

Kerajaan Inggris tetap bulat dan tidak mau mendengarkan Montagu. Bahkan, Montagu dan gerakannya diancam disingkirkan apabila menghalangi upaya itu. Pada akhirnya, setelah mendapat dukungan penuh dari Perancis, Amerika Serikat, Italia, hingga Vatikan, pada tanggal 2 November 1917, terbitkan apa yang sekarang kita kenal sebagai Deklarasi Balfour.

Surat pernyataan itu diterima dengan senang hati oleh Rothschild yang merupakan kawan dekat dari Chaim Weizmann.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya

Pada bulan Oktober 1917, tepat dua hari sebelum Deklarasi Balfour itu terbit, Inggris berhasil mengalahkan Turki Utsmani di Jalur Gaza, Palestina. Kemenangan inilah yang menjadi salah satu misi besar Inggris di perang dunia pertama. Mereka akhirnya masuk Palestina tanpa halangan.

Setelah Inggris menguasai Palestina, gagasan pembentukan negara Zionis Yahudi (saat itu belum terpikirkan nama Israel) bergaung keras di Parlemen Inggris. Lalu, diperkuat Deklarasi Balfour. Tentu saja para pemimpin Arab kalang kabut karena merasa keberadaan Muslim-Palestina terancam.

Enam pekan setelah kemenangan Inggris atas Turki Utsmani, tepatnya pada 11 Desember 1917, Jenderal Allenby memimpin pasukan Inggris memasuki Yerusalem, Palestina, mengakhiri 400 tahun lamanya kekuasaan Turki Utsmani atas wilayah itu.

Dan pada akhirnya, tujuan utama Inggris dalam perang dunia pertama, yakni meruntuhkan dominasi Turki Utsmani tercapai setelah berhasil menyeret orang-orang Turki itu masuk ke Istana Versailles di Paris, Perancis, untuk menandatangani Perjanjian Sevres pada 1920. Bahkan, dalam perjanjian itu, Turki Utsmani dituntut untuk mengganti kerugian perang. Ekonomi mereka juga dibekukan.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Dinasti Rothschid

Ketika berada di tangan orang-orang Utsmani, wilayah Palestina aman-aman saja. Lalu, menurut Alfi Arifin, tujuan lain Inggris mendukung berdirinya negara Zionis Yahudi adalah ‘Jews money interest’  atau kepentingan Sekutu (Inggris-Amerika) terhadap uang orang Yahudi.

Sampai detik ini pun warga Yahudi yang duduk di kabinet Inggris adalah orang-orang terkaya yang sangat berpengaruh. Sekutu membutuhkan uang orang Yahudi untuk menopang kekuatan militer dan menggunakan taktik ekonomi untuk memblokir setiap upaya Blok Sentral .

Dikutip dari The Chronicles of the Great War, PM David Lloyd George dalam memoarnya menuliskan:

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

“The Balfour Declaration represented the convinced policy of all partners in our country and also in America, but the launching of it in 1917 was due, as I have said to propagandist reasons. It was, also, that such a declaration would have a potent influence upon world Jewry outside Russia, and secure for the Entente the aid of Jewish financial interest.

In America, their aid in this respect would have a special value when the Allies had almost exhausted the gold and marketable securities available for America purchases. Such were the chief considerations which, in 1917, impelled the British Government towards making a contract with Jewry.”

Kalimat tersebut pada intinya adalah untuk mengamankan Blok Entente mendapatkan modal bantuan dari lembaga keuangan orang Yahudi. Memang, tidak semua orang kaya Yahudi yang duduk di kabinet ini mendukung rencana Inggris. Salah satu yang menentang adalah Edwin Montagu. Namun, sekaya apapun Montagu, dia tidak punya pengaruh cukup kuat di luar Inggris.

Penolakan Montagu terhadap Deklarasi Balfour tidak memiliki arti apa-apa. Bahkan, deklarasi itu tetap lolos dengan mulus. Menurut Alfi Arifian, bahkan, jika seluruh orang kaya Yahudi di kabinet saat itu menentang, mereka tak akan mampu menandingi pengaruh dan jumlah kekayaan dari Dinasti Rothschild.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Masih menurut Alfi Arifian, sejak pertengahan abad 18 masehi, Dinasti Rothschild dinobatkan sebagai keluarga paling kaya di dunia, bahkan hingga hari ini. Kepentingan finansial Inggris dan Amerika sampai saat ini bergantung pada lembaga keuangan milik wangsa Rothschild.

Dikutip dari situs Wikipedia, Dinasti Rothschild merupakan taipan bisnis keuangan berbasis money loan (pinjaman finansial) yang mendapat untung dari sistem bunga, mirip dengan Bank Medici (lintah darat), sehingga disebut oleh Ratu Victoria sebagai species of gambling atau bisnis perjudian, karena bukan diperoleh dari bisnis yang benar.

Bahkan ketika Perang Napoleon antara pasukan Inggris dan pasukan Perancis meletus tahun 1803-1815 masehi, yang merupakan perang terbesar abad modern pertama di Eropa dan dunia, Dinasti Rothschild telah menancapkan pengaruhnya di kedua pihak.

Di Inggris, mereka menanamkan lobi melalui Nathan M Rothschild, dan di Perancis melalui Jacob Mayer Rothschild.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Baik Inggris maupun Perancis yang menang (pada akhirnya Inggris mengalahkan Perancis di daerah Waterloo) tidak berdampak apa-apa bagi Dinasti Rothschild. Satu-satunya dampak besar yang didapatkan Dinasti Rothschild dalam perang tersebut adalah jumlah kekayaan mereka semakin meningkat tajam.

Saking kuatnya dominasi politik dan ekonomi Dinasti Rothschild di Eropa, pada 1919 masehi PM Inggris David Lloyd George menyebut Dinasti Rothschild sebagai ‘the most powerful man in Britain’ atau keluarga terkuat di Inggris.

Maka menjadi wajar ketika Inggris merangkul Dinasti Rothschild melalui surat pernyataan Deklarasi Balfour untuk mendirikan negara Zionis Yahudi di tanah Palestina. Dukungan Dinasti Rothschild terhadap Inggris seharusnya menjadi alarm bagi dunia Islam untuk semakin merapatkan barisan. (A/R2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Rekomendasi untuk Anda