Jakarta, MINA – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengingatkan untuk tidak melakukan upaya menghilangkan jejak Islam dari sejarah Indonesia, yang sejatinya esensi Islam tidak pernah luput menjadi saksi.
Din mengaku bahwa ia tidak bermaksud untuk melemparkan tuduhan, tetapi berdasarkan fakta yang banyak tersebar di tengah-tengah masyarakat.
“Tanpa bermaksud menuduh dan tanpa menyebut dan saya sangat rasakan dan jelas ada upaya menghilangkan jejak Islam dari sejarah kita. Faktanya banyak,” kata Din dalam Rapat Pleno Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI di Kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (28/8).
Dalam rapat pleno kali ini, Wantim MUI mengundang sejarawan Muslim Indonesia, Ahmad Mansur Suryanegara, penulis buku “Api Sejarah” yang juga narasumber di Radio Silaturahim (Rasil) Cibubur.
Baca Juga: RISKA Ajak Sisterfillah Semangat Hadapi Ujian Hidup
Din sempat menyinggung soal deviasi, distorsi, dan disorientasi serta penyimpangan pada saat ini. Menurutnya hal tersebut merupakan bentuk kezaliman yang dilakukan oleh pihak yang ingin mengklaim secara sepihak terhadap Pancasila dan Binneka Tunggal Ika.
“Dalam nada menuduh, khususnya Islam dan umat Islam. Saya kira sekali lagi, mari bersama-sama, tentu ini semua harus menjadi alam orientasi kehidupan kebangsaan kita yang menegakkan keadilan memberikan tempat yang wajar bagi Islam dan umat Islam,” ujarnya.
Din mengatakan, jika umat Islam tidak mendapatkan proporsi yang sewajarnya, maka ini akan mengganggu keseimbangan nasional sehingga bisa menciptakan kegoyangan. Tentunya akan sangat merugikan Bangsa Indonesia.
Bahkan, Din bercerita bagaimana Soekarno menyimpan Al-Quran kecil di sakunya serta membangun Monumen Nasional (Monas) dengan melibatkan unsur-unsur keagamaan di dalamnya.
Baca Juga: Menhan Sjafrie Sjamsoeddin Wacanakan Dewan Pertahanan Nasional
“Betapa Bung Karno sampai tancap Monas dengan simbol keagamaan dan Islam, sampai bangun patung (Pangeran) Diponegoro menghadap istana simbol sebagai wali untuk menjaga istana. Ini simbol yang aktual,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Ahmad Mansur Suryanegara, yang menurutnya ada satu usaha untuk melakukan deislamisasi dalam sejarah Indonesia. Jadi misalnya mestinya yang bertindak itu adalah Islam, pelakunya adalah Islam, tapi dihilangkan dan diganti dengan yang lain.
“Contohnya, yang memimpin gerakan nasional itu seharusnya Sarekat Islam. Tetapi Budi Oetomo yang menentang gerakan Islam, yang menentang gerakan kemerdekaan, yang dia itu membantu Belanda, justru dianggap pelopor kebangkitan nasional. Jadi berantakan sekali,” katanya. (L/R06/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Guru Supriyani Divonis Bebas atas Kasus Aniaya Siswa