Jakarta, MINA – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsudin prihatin adanya aksi penolakan Full Day School (sekolah sahari penuh/FDS) dengan teriak “bunuh menteri.”
“Saya sedih dan prihatin, ketika ormas-ormas ini menyikapi prsoalan yang ada, terutama terkait dengan sesama saudara kita sesama Muslim,” katanya kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA), di Universitas Al-Azhar Indonesia, Jakarta Selatan, Senin (14/8).
Menurutnya adanya penolakan FDS dengan demo menerikan bunuh menteri adalah radikal.
“Pada hemat saya cobalah disikapi dengan jernih cara beradab jangan pakai demo-demo apalagi teriak-teriakannya bunuh menteri, bunuh menteri itu radikal,” pungkasnya.
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
Ia menyayangkan adanya demo sebagai cara menyikapi persoalan tersebut, sementara bisa didiskusikan dengan duduk bersama.
“Saya menyangkan cara menyikapi persoalan tidak menunjukan ukhwah Islamiyah bukan kebersamaan. Sangat tendesius, apalagi itu terjadi terkait dengan figur-figur umat Islam, masalah ke depan bisa di diskusikan, duduklah bersama,” ujarnya.
Ia menambahkan, jika maunya FDS jangan mematikan Madrasah Diniyah (Madin) ia pun mendukung, namun kita ketahui bahwa Madis bukan milik satu Ormas.
“Kebetulan Madin bukan milik satu ormas, kebetulan tidak satu waktu, banyak yang menerapkan jam empat sore selesai dan banyak juga yang sampai malam,” tandasnya.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Lebih lanjut, ia mengatakan jangan kemudian bawa masalah ini di bawah politik.
“Jangan kemudian dimasuki ke politik gak bisa, gak ada kaitan dengan jabatan menteri dan segala macam. Kebetulan menterinya Muhammadiyah malu lah ngomongin itu. Malulah umat Islam kalau berbicara tentang posisi politik dengan cara seperti itu,” tambahnya. (L/R10/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka