Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Din Syamsudin: Santri Tolak FDS karena Salah Paham

Hasanatun Aliyah - Senin, 14 Agustus 2017 - 15:26 WIB

Senin, 14 Agustus 2017 - 15:26 WIB

205 Views

Aksi penolakan Full Day School. (Foto: Hariankota)

Aksi penolakan Full Day School. (Foto: Hariankota)

Jakarta, MINA – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Insonesia (MUI), Din Syamsudin mengatakan, adanya santri yang menolak sekolah satu sehari penuh atau Full Day School (FDS), karena salah paham.

“Saya kira itu karena salah paham saja. Pada hemat saya perlu dipahami kalau dia ingat baik saya sudah membaca apalagi nanti kita tunggu Perpres (Peraturan Presiden)-nya,” katanya kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di Universitas Al-Azhar Indonesia, Jakarta Selatan, Senin (14/8).

Ia menegaskan, pemerintah tidak akan mematikan sekolah Madrasah Diniyah (Madin).

“Pemerintah tidak ada niat sama sekali untuk mematikan Madrasah Diniyah karena itu aset umat dan aset bangsa,” katanya.

Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa

Menurutnya, di sisi lain istilah full day school tidak tepat, untuk itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menamakannya Sekolah Lima Hari (SLH) delapan jam.

“Istilah full day scool dianggap rancu. Tidak ada istilah full day school, masa sehari penuh di sekolah. Kalau full day itu dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore, sebab yang selama ini dilakukan baru setengah hari juga,” ujar Din.

Di sela itu, ia mengemukakan bahwa lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren lebih maju dari pada full day school karena pondok pesantren sudah menerapkan bahkan sampai malam hari.

“Pesantren-pesantren itu sudah full day (sehari penuh) bahkan sampai nigh school (sekolah sampai malam),” jelas Din.

Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka

Din Syamsudin juga mengajak kepada semua siswa untuk memahami keinginan pemerintah dalam upaya menanamkan nilai-nilai akhlak karakter bangsa.

“Mari kita pahami keinginan pemerintah untuk penanaman nilai-nilai akhlak karakter bangsa. Sisi lain punya waktu untuk keluarga pada akhir pekan. Runtuhnya akhlak ini karena keluarga-keluarga tidak punya waktu banyak,” paparnya.

Ia menambahkan, delapan jam itu tidak mematikan Madin, bisa didiskusikan dengan menulis waktu yang ditetapkan dari jam berapa sampai jam berapa.

“Madrasah Diniyah itu bukan hanya dimiliki satu atau dua organisasi tetapi milik semua organisasi Islam. Waktunya pun sangat bervariasi ada yang mulai jam 14.00 jam 16.00 bahkan malam. Jadi tidak bisa dipukul rata, untuk itu disesuaikan saja,” pungkas Din. (L/R10/B05)

Baca Juga: Guru Tak Tergantikan oleh Teknologi, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Tekankan Peningkatan Kompetensi dan Nilai Budaya

Mi’raj Islamic News Agency MINA

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia