Jakarta, MINA – Pendidikan agama memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter keberagaman Indonesia yang damai, toleran, demokratis, dan moderat.
Hal itu dikatakan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama (Kemenag), Kamaruddin Amin menanggapi adanya wacana penghapusan pendidikan agama di sekolah.
“Kontribusi pendidikan agama dalam membentuk karakter keberagamaan Indonesia yang damai, toleran, demokratis, moderat sangatlah fundamental,” kata Kamaruddin kepada MINA di Jakarta, Senin (8/7).
Ia menjelaskan, Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) mengharuskan pendidikan agama bagi seluruh peserta didik, bahkan harus diajarkan oleh guru yang seagama. Jadi kalau mau dihapus, rubah dulu undang-undangnya.
Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan
Di samping UU Sisdiknas, kata dia, sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti konstitusi bangsa ini secara ekplisit menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang relijius atau beragama.
“Secara sosiolologis tak ada satu pun penduduk Indonesia yang tidak beragama, kalau agama tidak diajarkan di sekolah, ke mana mereka harus belajar agama?,” ujarnya.
Kamarudin tak menampik adanya fenomena politik identitas bernuansa agama. Menurutnya, penyebabnya tidak tunggal, termasuk di antaranya imbas dari globalisasi dan kemajuan teknologi informasi. Ini tantangan bangsa secara keseluruhan.
“Menyalahkan pendidikan agama semata kemudian mengusulkan untuk dihapus adalah sebuah bentuk penyederhanaan masalah secara ekstrim atas sebuah masalah. Sikap seperti ini tentu tidak realistis dan kurang akademik,” katanya.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
Ia menegaskan, di negara sekuler seperti Inggris sekalipun pendidikan agama adalah mata pelajaran wajib.
Kamaruddin mengakui mata pelajaran agama di sekolah perlu terus direview agar sesuai dengan tuntutan zaman dan berorientasi rahmatan lil alamin. Karenanya ia meminta masyarakat untuk memberikan masukan.
“Bahwa di sana-sini ada kelemahan dan kekurangan dalam pelaksanaannya, kamipun tidak tutup mata. Dan oleh karenanya masukan dari masyarakat kami sangat hargai, termasuk pernyataan pak Darmono yang mungkin tujuannya baik,” tuturnya.
Sebelumnya, praktisi pendidikan Setyono Djuandi Darmono menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meniadakan pendidikan agama di sekolah.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Ia menilai, pendidikan agama menjadi tanggung jawab orang tua serta guru agama masing-masing bukan guru di sekolah. Darmono berpandangan pendidikan agama cukup diberikan di luar sekolah, seperti masjid, gereja, pura, vihara, dan lainnya.
“Mungkin perlu klarifikasi dari yang bersangkutan tentang pernyataannya. Saya kok ragu kalau ada pernyataan seperti itu dari praktisi pendidikan. Jangan sampai substansi pernyataannnya tidak demikian atau punya konteks tersendiri,” kata Kamaruddin. (L/R06/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia