Diskusi tentang Kerja Sama Internasional Jaminan Produk Halal

Jakarta, MINA – Perwakilan dari 18 kedutaan besar negara sahabat di Indonesia ikut dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan topik Kerja Sama Internasional terkait Sertifikasi Halal di Indonesia.

Mereka adalah utusan dari Australia, Tiongkok, Denmark, EU, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Korea Selatan, Norwegia, Prancis, Singapura, Swedia, Vietnam, Selandia Baru, Hongaria, dan Belgia.

Sebagaimana keterangan tertulis Badan Penyelenggara (), Ahad (6/2), FGD terselenggara atas kerja sama BPJPH Kemenag, Staf Khusus Presiden RI, dan Komite Nasional Keuangan dan Ekonomi Syariah (KNEKS).

Hadir sebagai narasumber FGD Staf Khusus Presiden RI Diaz Hendropriyono, Direktur Eksekutif KNEKS Ventje Rahardjo, Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, Direktur Industri Produk Halal KNEKS Afdhal Aliasar, dan Kepala Pusat Kerja Sama dan Standardisasi Halal BPJPH Siti Aminah.

Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono mengatakan masyarakat internasional memberi perhatian terhadap regulasi halal, khususnya terkait mekanisme pengakuan sertifat halal dan ruang lingkup produk halal. FGD digelar sebagai sarana menerima masukan, menyatukan pandangan, menampung solusi, dan menjawab pertanyaan para duta besar.

Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham berharap FGD menjadi media diskusi dan sosialisasi kebijakan JPH khususnya terkait kerja sama produk halal.

“Kami menyampaikan terima kasih kepada Staf Khusus Presiden, Bapak Diaz Hendropriyono, yang berinisiatif menyelenggarakan sekaligus menjembatani BPJPH, KNEKS, dan kedutaan atau perwakilan negara-negara sahabat untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam dan jelas mengenai kepastian hukum dan pelaksanaan jaminan produk halal di Indonesia,” kata Aqil Irham melalui teleconference.

Menurutnya, produk halal saat ini menjadi salah satu perhatian terbesar dunia karena memiliki pasar yang besar dan menjanjikan. Lanskap industri dan ekosistem halal kemudian menjadi mondial, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.

Kehadiran Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, telah membawa perubahan besar terkait kebijakan dan implementasi Produk Halal di Indonesia. Sertifikasi halal sekarang menjadi kewajiban bagi sebagian besar produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia.

Aturan itu juga berlaku untuk produk impor dari berbagai negara yang masuk ke pasar Indonesia. Dengan kondisi itu, BPJPH saat ini telah menerima permintaan yang tinggi dan banyak proposal kerja sama dari berbagai negara di dunia.

“Kami telah menandatangani dua MoU sejauh ini, dan yang lainnya sedang dalam proses penyelesaian dan akan ditandatangani dalam waktu dekat. Kami juga menanggapi pertanyaan dan proposisi dari pemerintah dan otoritas asing, pelaku usaha, LSM, dan sebagainya,” imbuh Aqil Irham.

“Kami menyambut dengan tangan terbuka untuk bekerja sama dan membahas kebijakan dan regulasi Halal di Indonesia,” lanjutnya.

Kepala Pusat Kerja Sama dan Standardisasi Halal BPJPH Siti Aminah menambahkan, kerja sama internasional JPH harus didasarkan atas adanya perjanjian antar negara, atau Government to Government (G to G).

“Atau, dengan perjanjian bilateral antara kedua pemerintah yang sudah dilakukan dan masih berlaku, misalnya kerja sama di bidang ekonomi, perdagangan dan lainnya,” kata Siti Aminah.

Kerja sama ini, kata Aminah, harus dilaksanakan sesuai kebijakan politik luar negeri Indonesia, ketentuan peraturan perundang-undangan nasional, dan hukum serta kebiasaan internasional.

“Kerja sama berupa saling pengakuan sertifikat halal dilakukan BPJPH dengan lembaga halal luar negeri (LHLN) yang berwenang untuk menerbitkan sertifikat halal,” lanjut Siti Aminah.

Ada dua skema aturan layanan produk halal impor. Pertama, bagi kategori end product atau produk jadi, sertifikasi halalnya dilakukan langsung ke BPJPH. Pengujian dan/atau pemeriksaan kehalalan produk jadi juga dilakukan oleh Lembaga Pemeriksa Halal atau LPH Indonesia.

“Sedangkan untuk kategori produk berupa bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan produk sembelihan, dapat disertifikasi halal oleh LHLN setempat yang telah bekerja sama dengan BPJPH berdasarkan atas perjanjian antar negara,” jelas Siti Aminah.

Untuk melakukan kerja sama, pengajuan permohonan akreditasi LHLN atau pengakuan sertifikat halal kepada BPJPH dapat dilakukan melalui aplikasi layanan Sihalal BPJPH yang dapat diakses via ptsp.halal.go.id. Melalui laman tersebut, LHLN dapat membuat akun dan selanjutnya mengupload dokumen-dokumen pengajuan berikut persyaratannya secara digital.

“Dokumen tersebut selanjutnya akan diproses oleh BPJPH sesuai dengan ketentuan regulasi, termasuk dilakukannya proses assessment hingga penandatanganan Mutual Recognition Agreement atau MRA bersama BPJPH,” pungkasnya.(R/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)