Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dosen National University of Singapore: Islam Nusantara Adalah Islam Kosmopolitan

Risma Tri Utami - Rabu, 21 Desember 2016 - 20:14 WIB

Rabu, 21 Desember 2016 - 20:14 WIB

341 Views ㅤ

(Foto: UMY)

UMY-300x200.jpg" alt="" width="300" height="200" /> (Foto: UMY)

Jakarta, 21 Rabi’ul Awwal 1438/21 Desember 2014 (MINA) – Assoc. Prof. Khairudin Al Junied, dosen National University of Singapore mengatakan, banyak buku yang ditulis oleh kalangan Orientalis tentang Islam yang menjelaskan bahwa Islam di Indonesia adalah Islam yang radikal, dan mengkaitkan Muslim di Nusantara dengan terorisme dan konflik. Padahal sejatinya, Islam di Nusantara merupakan Islam yang Kosmopolitan.

“Umat Islam masa kini lebih memikirkan kelompok mereka sendiri saja, daripada berfikiran secara universal,” ujarnya saat Peluncuran Buku “Reformisme Islam di Nusantara” dan “Muslim Cosmopolitanism: Southeast Asian Islam in Comparative Politics” di Amphiteater Pascasarjana Kampus Terpadu UMY lantai 4, Rabu (21/12).

Ia mengatakan, ada beberapa masalah yang saat ini tengah dihadapi oleh Muslim Nusantara. Pertama ialah para pengkaji Islam di Nusantara hanya menggunakan kacamata empiris dalam menjelaskan permasalahan yang dihadapi muslim saat ini. Mereka belum memandang Islam secara teoritis dan konseptual. Ide-ide mereka hanya cocok digunakan untuk Indonesia saja, belum secara universal.

Permasalahan kedua, tambahnya dalam laman resmi UMY yang dikutip MINA, yakni terkait permasalahan madzhab. Khairudin menilai pemikiran pengikut suatu kelompok Islam selalu membenarkan ajaran yang mereka ikuti, namun menutup fikiran tentang ide yang digagaskan dari kelompok Islam lainnya.

Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru

“Padahal seharusnya kita sebagai Muslim harus dapat menerima pemikiran dari berbagai kalangan. Ibaratnya adalah Ideas are tools, you use it when you need it, and you put it when you don’t (pemikiran bagaikan alat yang digunakan saat dibutuhkan, namun diletakkan bila tidak),” jelas penulis buku Reformisme Islam di Nusantara tersebut.

Menjadi Islam yang Kosmopolitan dinilai penting oleh Khairudin, karena dengan begitu umat Muslim tidak akan tertinggal dari dunia luar. Islam di Nusantara harus mampu untuk lebih membuka diri dan tidak hanya fokus pada urusan suatu kelompok saja.

Sementara itu, dosen Ilmu Pemerintahan UMY, Rahmawati Husein, MCP, Ph.D., mengapresiasi buku yang telah diluncurkan oleh Khairudin tersebut. Ia mengungkapkan bahwa buku yang ditulis Khairudin berbeda dari buku yang ditulis oleh kebanyakan orang, karena dalam bukunya Khairudin banyak menyebutkan hal-hal kecil yang mampu membuktikan Muslim Nusantara sebagai Muslim Kosmopolitan.

“Lingkungan Islam di Indonesia pada dasarnya juga sudah Kosmopolitan. Buktinya kita mampu hidup berdampingan dengan warga non-Muslim secara baik. Contohnya adalah Muslim yang masih mau membeli barang-barang atau bahkan kulakan dari pedagang China. Kalau kita radikal, pasti kita sudah memboikot pasar-pasar yang dominan penjualnya adalah kaum Tionghoa, tetapi kita tidak,” tutupnya. (T/Ima/R05)

Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Indonesia
Indonesia
Halal
Eropa