Jakarta, MINA – Musibah gempa dan tsunami melanda sebagian besar wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng) seperti Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Parigi Moutong pada Jumat (28/9) lalu.
Hingga Senin (1/10), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah korban meninggal akibat gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah terus bertambah menjadi 844 orang, luka berat 632 orang, dan mengungsi 48.025 orang.
Selain dilanda gempa dan tsunami yang menarik simpati banyak orang, Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency) berhasil merangkum setidaknya dua fenomena alam tak terduga yang terjadi sesaat sebelum maupun setelah gempa dan tsunami.
Longsoran Sedimen Bawah Laut
Baca Juga: Doa Bersama Menyambut Pilkada: Jateng Siap Sambut Pesta Demokrasi Damai!
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BPNB mengungkap salah satu penyebab utama terjadi tsunami, diperkirakan mencapai ketinggian hingga 6 meter yang melanda Kota Palu yaitu adanya duet maut antara longsoran sedimen dasar laut di teluk Palu dan gempa lokal.
Longsoran sedimen dasar laut di teluk Palu berkisar pada kedalaman 200 hingga 300 meter. Sungai-sungai yang bermuara ke teluk Palu membawa sedimen diendapkan di dasar laut namun belum terkonsolidasi dengan kuat.
Ketika diguncang gempa 7.4 skala richter dengan getaran yang mencapai 7-8 MMI, akhirnya runtuh, longsor dan membangkitkan gelombang tsunami cukup besar.
Untuk membandingkan, ketika gempa melanda wilayah sebagian besar Lombok beberapa bulan sebelumnya, diperkirakan getaran MMI nya mencapai 6. Dengan getaran sekuat itu, hampir seluruh bangunan rata dengan tanah.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Sore Hari Ini
Sementara gempa di Palu, getaran MMI nya mencapai 8. Bisa dibayangkan bangunan yang rapuh dipastikan hancur. Di teluk Palu, bagian barat Sulawesi Tengah, getaran gempa mengguncang dasar laut dan memengaruhi akumulasi sedimen yang ada.
“Hal ini bisa dilihat dari video-video yang beredar, gelombang tsunami awal airnya jernih tidak tinggi, tetapi kemudian datang dari laut, bergelombang, dan juga gelombangnya naik turun, airnya keruh. Tsunami seperti ini biasanya diakibatkan oleh longsoran sedimen,” kata Sutopo.
Di media sosial (medsos) beredar luas sebuah video yang menunjukkan lumpur mengalir di bawah rumah warga dan menjadi viral. Video berdurasi dua menit ini juga mempertontonkan beberapa rumah dan pepohonan seolah terseret air dalam satu lajur.
Baca Juga: Dr. Nurokhim Ajak Pemuda Bangkit untuk Pembebasan Al-Aqsa Lewat Game Online
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho tak menampik video yang viral tersebut, malah seakan membenarkan. Ia menjelaskan, fenomena ini disebut dengan likuifaksi yang membuat tanah, bangunan dan pohon nampak seolah berjalan.
Hal ini terjadi lantaran kekuatan tanah hilang sehingga tanah tersebut tidak lagi memiliki daya ikat. Getaran kuat yang dihasilkan dari gempa membuat tekanan air meningkat dan membuat sifat tanah berubah dari padat (solid) menjadi cair (likuid).
“Likuifaksi itu disebabkan karena guncangan gempa, juga tergantung dari material biologi yang ada di dalam tanah. Tidak semua tempat ketika terjadi gempa pasti terjadi likuifaksi. Di Lombok terjadi tapi kecil. Kalau di Palu, likuifaksi yang terjadi begitu besar,” katanya. (L/R06/RS3)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan