Washington DC, MINA – Duta Besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat, Putri Reema binti Bandar Al Saud, bersama para pejabat senior Israel dan tokoh-tokoh Arab berpartisipasi dalam pertemuan puncak perdana Dialog Timur Tengah–Amerika (MEAD) dari tanggal 8-9 September, di Washington, D.C., untuk melakukan diskusi terkait potensi normalisasi Israel dan Arab Saudi.
Sementara upaya untuk menengahi perjanjian normalisasi yang didukung AS antara kedua negara masih tertunda karena perang, para pejabat dari Amerika Serikat dan Israel baru-baru ini mengisyaratkan mereka dapat melanjutkannya setelah perjanjian gencatan senjata Gaza dan periode ‘lame-duck‘ yang menyusul pemilihan presiden AS. The New Arab melaporkan.
Pada hari Kamis, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan dia masih berharap untuk menyegel kesepakatan normalisasi antara Israel dan Arab Saudi, sebelum Presiden Joe Biden mengundurkan diri pada bulan Januari.
“Saya pikir jika kita bisa mendapatkan gencatan senjata di Gaza, masih ada peluang melalui keseimbangan pemerintahan ini untuk bergerak maju dalam normalisasi,” katanya dalam konferensi pers di Haiti.
Baca Juga: Presiden Brazil: Tak Ada Perdamaian di Dunia tanpa Perdamaian di Gaza
Putri Reema tampil dalam panel MEAD bersama Duta Besar Maroko dan Bahrain, dua negara yang telah menandatangani perjanjian normalisasi dengan Israel bersama UEA melalui ‘Abraham Accords’. Meskipun isi pidatonya tidak dipublikasikan, jurnalis Israel yang hadir menyebut pidatonya “menginspirasi.”
KTT MEAD yang hanya mengundang peserta tertentu, yang diketuai bersama oleh diplomat AS pro-Israel Dennis Ross, Elliott Abrams, dan mantan duta besar AS untuk Israel Tom Nides dan David Friedman, mnegundang lebih dari 200 pejabat tinggi dari AS, Israel, dan Timur Tengah. Menurut Jewish Insider, MEAD merupakan penerus Forum Saban, konferensi kebijakan AS-Israel penting yang berakhir pada tahun 2017.
KTT tersebut menawarkan diskusi rahasia tentang isu-isu regional utama, dengan konflik antara Israel dan Hamas di Gaza menjadi pusat perhatian.
Jenderal Gal Hirsch, koordinator Israel untuk para sandera, mengklaim Hamas tidak bersedia berunding karena kurangnya tekanan internasional, yang menunjukkan bahwa kritik global terhadap Israel dapat membuat kelompok tersebut berani menunda perundingan.
Baca Juga: Anak-Anak Gaza yang Sakit Dirujuk ke Yordania
Mantan Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz menyerukan pengalihan fokus strategis Israel dari Gaza ke Lebanon, dengan menyoroti bahwa kemajuan di Gaza telah mencapai titik yang menentukan dan bahwa Israel mungkin perlu fokus pada Hizbullah di utara.
Pembahasan tersebut juga mencakup ‘ancaman’ nuklir Iran, masa depan normalisasi Israel-Arab, dan diplomasi AS di Timur Tengah.
Partisipasi Putri Reema di MEAD didasarkan pada komentarnya tentang Visi 2030 Arab Saudi, yang membayangkan Timur Tengah bersatu dan terintegrasi termasuk Israel.
Berbicara di Aspen Festival of Ideas pada tahun 2023, ia menggarisbawahi pentingnya melibatkan Israel dan Palestina dalam visi perdamaian dan kemakmuran regional, tetapi mengkritik kebijakan Israel tertentu di Tepi Barat sebagai ‘hambatan bagi perdamaian’.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Posisi resmi Arab Saudi terkait normalisasi dengan Israel telah dikaitkan dengan pencapaian kemajuan solusi dua negara. Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan baru-baru ini menegaskan kembali pembentukan negara Palestina tetap menjadi prioritas bagi Arab Saudi, dan setiap perjanjian dengan Israel akan memerlukan penanganan ‘kekhawatiran Palestina’.
Sebelum perang Gaza meletus, ada spekulasi kuat bahwa Arab Saudi akan menormalisasi hubungan dengan Israel.
Arab Saudi dan Israel membuat beberapa langkah informal menuju normalisasi hubungan mereka, termasuk membuka wilayah udara Saudi untuk penerbangan Israel dan menerima menteri Israel di acara olahraga, tetapi ini belum termasuk pengakuan dan pembukaan kedutaan besar. []
Baca Juga: Israel Bunuh Pejabat Hezbollah Mohamad Afif
Mi’raj News Agency (MINA)