Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Tak ada manusia yang tak menginginkan keadilan. Untuk mendapatkan keadilan, maka setiap manusia memerlukan keputusan dengan kebenaran dan keadilan. Dalam Islam, para Nabi adalah hakim yang diutus Allah untuk memutuskan dan memberikan penyelesaian pertikaian di antara manusia. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Manusia itu adalah umat yang satu, (setelah timbul perselisihan) maka Allâh mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allâh menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.” [Qs. Al-Baqarah/2: 213].
Hari ini, ketika para Nabi sudah tiada, maka para hakimlah yang menjadi tumpuan untuk memutuskan perkara dengan adil dan bijaksana. Namun, hari ini ada saja hakim yang masih senang mempermainkan hukum. Ia bisa saja memutuskan perkara salah bagi seseoran yang seharusnya benar karena dia sudah mendapatkan sogokan uang dari salah satu keduanya.
Hakim wajib memutuskan dengan kebenaran
Menjadi hakim yang memutuskan dengan kebenaran dan keadilan merupakan perkara yang diperintahkan oleh Allâh Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla memerintahkan Nabi-Nya dengan firman-Nya,
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allâh, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allâh kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allâh), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allâh menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” [Qs. Al-Mâidah/5: 49]
Bukan hanya para hakim, Allah Azza wa Jalla juga memerintahkan para penguasa untuk memutuskan perkara dengan kebenaran dan keadilan. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allâh menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allâh memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allâh adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” [Qs. An-Nisa/4: 58]
Tugas hakim memang berat
Memang, memutuskan perkara dengan kebenaran dan keadilan tidak mudah. Ia membutuhkan ilmu, keteguhan hati, keberanian dan kekuatan. Dari sini kita menjadi tahu, mengapa banyak Ulama Salaf tidak mau menjadi hakim, bahkan sebagian mereka lari meninggalkan kotanya untuk menghindari jabatan hakim. Beratnya memangku jabatan hakim digambarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits berikut ini,
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله -صلى الله عليه وسلم- “مَنْ جُعِلَ قَاضِياً بَيْنَ النَّاسِ فَقَدْ ذُبِحَ بِغَيْرِ سِكِّينٍ”
Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa dijadikan hakim di antara manusia, maka sesungguhnya dia disembelih tanpa menggunakan pisau.” [HR. Ahmad, no. 7145; Abu Daud, no. 3572; Tirmizi, no. 1325; Ibnu Majah, no. 2308. Dishahihkan oleh Syaikh Albani, Ahmad Syakir, Syu’aib al-Arnauth, dll]
Imam as-Sindi rahimahullah menjelaskan tentang makna ‘dia disembelih tanpa menggunakan pisau’, “Yang dimaksudkan adalah dia disembelih dengan penyembelihan yang berat, karena penyembelihan dengan pisau lebih mudah bagi hewan sembelihan, berbeda dengan tanpa pisau.”
Atau yang dimaksudkan adalah dia disembelih dengan penyembelihan yang tidak menyebabkan kematian fisik. Namun, penyembelihan itu menjadikannya tidak mati juga karena bukan penyembelihan yang menggunakan pisau sampai mati, tetapi dia tidak selamat dari penyembelihan sehingga tetap tidak hidup (nyaman).
Ada juga yang mengatakan, yang dimaksudkan bukanlah penyembelihan yang dikenal orang pada umumnya, tetapi itu adalah ungkapan kebinasaan agamanya, bukan kebinasaan badannya. Karena dia diuji dengan sesuatu kesusahan yang terus menerus dan penyakit yang kronis, yang akan diikuti dengan penyesalan sampai hari kiamat.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Mayoritas ulama membawa (makna hadits di atas) kepada celaan memangku jabatan hakim dan agar menjauhinya, karena bahaya yang ada padanya.[Lihat: Catatan kaki Musnad Ahmad, 12/56; penerbit ar-Risalah]
Neraka bagi hakim bodoh
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan, jika hakim tidak memutuskan dengan keadilan, maka setan akan menjadi kawannya.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ مَعَ القَاضِي مَا لَمْ يَجُرْ، فَإِذَا جَارَ تَخَلَّى عَنْهُ وَلَزِمَهُ الشَّيْطَانُ
Dari Abdullah bin Abi Aufa, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah bersama hakim selama dia tidak menyimpang, jika dia menyimpang Allah meninggalkannya, dan syaitanpun menemaninya.” [HR. Tirmizi, no. 1330. Dihasankan oleh Syaikh Albani]
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Bahkan lebih dahsyat dari itu adalah bahwa banyak hakim masuk neraka, karena penyimpangannya atau karena kebodohannya. Oleh karena inilah perbuatan hakim yang membuat keputusan yang menyimpang dari kebenaran merupakan dosa besar.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الْقُضَاةُ ثَلَاثَةٌ، اثْنَانِ فِي النَّارِ، وَوَاحِدٌ فِي الْجَنَّةِ: رَجُلٌ عَلِمَ الْحَقَّ فَقَضَى بِهِ فَهُوَ فِي الْجَنَّةِ، وَرَجُلٌ قَضَى لِلنَّاسِ عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّارِ، وَرَجُلٌ جَارَ فِي الْحُكْمِ فَهُوَ فِي النَّارِ
“Hakim itu ada tiga, dua di neraka dan satu di surga. Seorang hakim yang mengetahui kebenaran, lalu dia memutuskan hukum dengan kebenaran, maka dia di surga; Seseorang (hakim) yang memutuskan hukum dengan kebodohan, maka dia di neraka; Dan seorang (hakim) yang menyimpang di dalam keputusan, maka dia di neraka.” [HR. Ibnu Majah, no. 2315; Tirmizi, no. 1322; Abu Dawud, no. 3573; lafazh hadits ini bagi Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Syaikh Albani, Ahmad Syakir, Syu’aib al-Arnauth, dll]
Jadi wahai para hakim, sejatinya Anda memutuskan perkara semata-mata karena Allah, sehingga akan tampak kebenaran itu. Bukan sebaliknya malah memutuskan dengan kebodohan yang mengakibatkan engkau kekal kelak dalam neraka, wallahua’lam. (A/RS3/RI-1)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
(Sumber: Buku “76 Dosa Besar Yang Dianggap Biasa”, Imam adz-Dzahabi)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat