FGD KISUCI: Menjadikan Masjid Sebagai Pusat Mitigasi Bencana

Diskusi Kelompok Terarah (FGD) "Pemberdayaan Masyarakat untuk Ketangguhan Bencana dan Iklim" di Saung Kisuci, Jalan Raya Azzikra, Cipambuan, Sentul, Bogor, Rabu (6/3/2024).(Foto: PJMI)

Bogor, MINA – Masjid dapat dijadikan sebagai pusat mitigasi . Selain jumlahnya yang banyak, juga mempunyai komunitas yang siap bergerak cepat.

Di samping itu, penyebarannya pun merata, bahkan ada yang berlokasi di daerah bencana.

Hanya saja, selama ini, peran masjid dalam masalah kebencanaan belum optimal. Baru sebatas base camp atau sebagai tempat penampungan pengungsi dan logistik, jika bencana terjadi di sekitarnya. Belum kepada pengurangan resiko.

Demikian kesimpulan yang mengemuka pada Diskusi Kelompok Terarah (FGD) “Pemberdayaan Masyarakat untuk Ketangguhan Bencana dan Iklim” di Saung Kisuci, Jalan Raya Azzikra, Cipambuan, Sentul, Bogor, Rabu (6/3).

Hadir sebagai pembicara kegiatan tersebut, Pakar Islamic Social Finance KH Wahfiudin Sakam, Pakar Lingkungan Hidup & Dr. Hayu S Prabowo, Ketua LPBI NU M. Ali Yusuf dan Pakar Teknologi Pendidikan Irfana Steviano.

Menurut Dr Hayu Prabowo yang juga Ketua LPLG & SDA MUI, peran masjid sebagai pusat mitigasi bencana sangat memungkinkan. Hanya saja Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola dan komunitas masjid belum memadai.

Untuk itu, mereka perlu mendapat pelatihan agar mampu bergerak cepat jika bencana terjadi di sekitarnya.

“Apalagi banyak masjid yang berada di sepanjang aliran sungai. Komunitas masjid itu, setidaknya, perlu memahami memitigasi bencana banjir,” tutur Hayu yang juga Penggagas dan Pimpinan KISUCI.

Indonesia, menurut dia, berada di daerah cincin api (ring of fire). Bencana alam gempa bumi, letusan gunung berapi dan tsunami sangat sering terjadi.

“Maka pengetahuan mengenai pengurangan resiko bencana itu sangat penting dipahami,” pungkasnya.

Sementara itu, Pakar Islamic Social Finance KH Wahfiudin Sakam berendapat rendahnya pengetahuan pengelola dan komunitas masjid dalam memitigasi bencana disebabkan banyak faktor.

Di antaranya Sumber Daya Manusia (SDM)-nya yang lemah dan ketiadaan dana.
Umumnya dana masjid yang mereka peroleh dari sumbangan umat habis untuk kebutuhan operasional dan renovasi infrastruktur masjid.

Mereka tidak mempunyai sumber lain dan takut menggunakan untuk kebutuhan lain.

“Padahal sebenarnya masjid mempunyai sumber dana lain yang cukup besar, yakni dari Zakat. Dana Zakat dapat digunakan untuk melatih komunitas masjid agar mampu berperan aktif dalam ,” tutur Wahfiudin.

Pihaknya, lanjut Pembina DPF itu, siap melatih komunitas-komunitas masjid untuk penangulangan kebencanaan.

Hal sama juga disampaikan Pakar Teknologi Pendidikan Irfana Steviano yabg juga Ketua DPF. Pihaknya dapat membantu pengelola dan komunitas masjid dalam penggalangan dana zakat dengan aplikasi canggih.

“Ke depan pengumpulan zakat, infaq dan sedekah tidak lagi manual. Tetapi dapat melalui gadget dengan aplikasi canggih namun pengoperasiannya sangat sederhana. Tidak perlu dengan hp yang canggih.” jelasnya.

Dengan aplikasi itu, lanjut Irfana, para Muzaki pun dapat memantau penyaluran dana zakat yang terkumpul.

Dia menambahkan, pihaknya siap membantu melatih komunitas masjid mengoperasikan aplikasi tersebut, sehingga perolehan zakat di masjidnya optimal.

Kegiatan yang digelar LPLH-SDA MUI bersama Djalaludin Pane Foundation (DPF) ini diikuti oleh para akademisis, pegiat dan aktivis lingkungan, serta perwakilan lembaga lingkungan hidup.

Dalam beberapa dekade terakhir, perubahan iklim dan kerusakan lingkungan telah menjadi isu global yang mendesak terutama karena telah meningkatkan bencana alam di berbagai belahan dunia.

Salah satu dampak yang paling terasa adalah peningkatan frekuensi dan intensitas bencana yang mengancam kehidupan manusia, infrastruktur, dan keberlangsungan ekonomi.(R/R1/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.