Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ULAMA BAHAS HAK PEMELIHARAAN ANAK AKIBAT CERAI BEDA AGAMA

kurnia - Kamis, 14 Mei 2015 - 16:01 WIB

Kamis, 14 Mei 2015 - 16:01 WIB

505 Views ㅤ

Acara FGD (Focus Group Discussion) Persiapan Forum Ijtima Ulama ke-5 Komisi Fatwa MUI se-Indonesia (Foto : MUI)
Acara FGD (Focus Group Discussion) Persiapan Forum Ijtima Ulama ke-5 <a href=

Komisi Fatwa MUI se-Indonesia (Foto : MUI)" width="300" height="225" /> Acara FGD (Focus Group Discussion) Persiapan Forum Ijtima Ulama ke-5 Komisi Fatwa MUI se-Indonesia (Foto : MUI)

Jakarta, 25 Rajab 1436/14 Mei 2015 (MINA) – Panitia Pelaksana Ijtima Ulama V Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Indonesia kembali menjaring pendapat melalui acara FGD (Focus Group Discussion), Senin lalu (11/5) di kantor MUI Pusat, Jakarta.

FGD yang diikuti para pakar dan praktisi hukum Islam ini membahas topik khusus hak pemeliharaan anak (hadhanah) akibat perceraian dari perkawinan beda agama.

Ketua MUI Pusat KH Ma’ruf Amin mengatakan, sudah lama umat Islam ditekan agar menerima usul dibolehkannya nikah beda agama.

“Tapi itu tetap kita tolak, karena nikah beda agama memang tidak boleh,” katanya. Karena itu, secara syariat tidak dibolehkan menyerahkan hadhanah anak kepada orang tua beda agama. Demikian siaran pers resmi LPPOM MUI kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Baca Juga: Transaksi Judi Online di Indonesia Mencapai Rp900 Triliun! Pemerintah Siap Perangi dengan Semua Kekuatan

Menurut Ma’ruf, dasar tidak dibolehkannya nikah agama, justru karena melihat buruknya akibat dari perbuatan yang menyebabkan anak menjadi nonmuslim tersebut.

Karena itu, betapa pun kuatnya reaksi dari para pendukung nikah beda agama, “Kita perlu menyampaikan pendapat sebagai bagian dari perjuangan”, ujarnya.

Panitia Pelaksana Ijtima Ulama ke-5 sekaligus Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Ni’am Sholeh menjelaskan, pertemuan para ulama fatwa di Tegal pada Juni nanti antara lain memang akan membahas isu hak pemeliharaan anak akibat perceraian dari perkawinan beda agama.

Pasalnya, Undang-Undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menjadi pegangan para hakim agama belum mengurai secara rinci ihwal hadhanah, sehingga hal ini menjadi isu publik.

Baca Juga: Sertifikasi Halal untuk Lindungi UMK dari Persaingan dengan Produk Luar

Banyak masukan disampaikan para peserta FGD kali ini. Di antaranya, usulan agar KHI yang diterbitkan pada 1991 ditingkatkan kedudukannya sebagai undang-undang.

KHI yang memuat kompilasi hukum perkawinan, pewarisan, dan wakaf, sudah tidak memadai lagi. Salah satu pasal KHI dinilai malah memberi peluang pelaksanaan nikah beda agama. Bahkan, dalam soal hadhanah pun KHI tidak selengkap peraturan yang ditetapkan dalam kitab-kitab fiqih. (T/P002/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Menko Budi Gunawan: Pemain Judol di Indonesia 8,8 Juta Orang, Mayoritas Ekonomi Bawah

Rekomendasi untuk Anda

Dunia Islam
Indonesia
Indonesia
Dunia Islam
Indonesia