ULAMA BAHAS HAK PEMELIHARAAN ANAK AKIBAT CERAI BEDA AGAMA

Acara FGD (Focus Group Discussion) Persiapan Forum Ijtima Ulama ke-5 Komisi Fatwa MUI se-Indonesia (Foto : MUI)
Acara FGD (Focus Group Discussion) Persiapan Forum Ijtima Ulama ke-5 MUI se-Indonesia (Foto : MUI)

Jakarta, 25 Rajab 1436/14 Mei 2015 (MINA) – Panitia Pelaksana Ijtima Ulama V Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Indonesia kembali menjaring pendapat melalui acara FGD (Focus Group Discussion), Senin lalu (11/5) di kantor MUI Pusat, Jakarta.

FGD yang diikuti para pakar dan praktisi hukum Islam ini membahas topik khusus hak pemeliharaan anak (hadhanah) akibat perceraian dari perkawinan beda agama.

Ketua MUI Pusat KH Ma’ruf Amin mengatakan, sudah lama umat Islam ditekan agar menerima usul dibolehkannya nikah beda agama.

“Tapi itu tetap kita tolak, karena nikah beda agama memang tidak boleh,” katanya. Karena itu, secara syariat tidak dibolehkan menyerahkan hadhanah anak kepada orang tua beda agama. Demikian siaran pers resmi LPPOM MUI kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Menurut Ma’ruf, dasar tidak dibolehkannya nikah agama, justru karena melihat buruknya akibat dari perbuatan yang menyebabkan anak menjadi nonmuslim tersebut.

Karena itu, betapa pun kuatnya reaksi dari para pendukung nikah beda agama, “Kita perlu menyampaikan pendapat sebagai bagian dari perjuangan”, ujarnya.

Panitia Pelaksana Ijtima Ulama ke-5 sekaligus Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Ni’am Sholeh menjelaskan, pertemuan para ulama fatwa di Tegal pada Juni nanti antara lain memang akan membahas isu hak pemeliharaan anak akibat perceraian dari perkawinan beda agama.

Pasalnya, Undang-Undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menjadi pegangan para hakim agama belum mengurai secara rinci ihwal hadhanah, sehingga hal ini menjadi isu publik.

Banyak masukan disampaikan para peserta FGD kali ini. Di antaranya, usulan agar KHI yang diterbitkan pada 1991 ditingkatkan kedudukannya sebagai undang-undang.

KHI yang memuat kompilasi hukum perkawinan, pewarisan, dan wakaf, sudah tidak memadai lagi. Salah satu pasal KHI dinilai malah memberi peluang pelaksanaan nikah beda agama. Bahkan, dalam soal hadhanah pun KHI tidak selengkap peraturan yang ditetapkan dalam kitab-kitab fiqih. (T/P002/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: kurnia

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0