Oleh Ali Farkhan Tsani, Jurnalis MINA, Duta Al-Quds
Apa yang terjadi di Jalur Gaza yang diblokade dari darat, laut dan udara, bukanlah sekadar konflik bersenjata. Namun ia lebih ke genosida.
Genosida adalah kejahatan terhadap kemanusiaan yang melibatkan tindakan pembunuhan massal atau tindakan lain yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkansuatu kelompok nasional, etnis, ras, atau agama.
Padahal Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah mengeluarkan Resolusi Majelis Umum Nomor 260, tertanggal 9 Desember 1948 tentang Konvensi tentang Penghindaran dan Hukuman Kejahatan Genosida. Seluruh negara anggota tentu harus menghindari dan bahkan harus menghukum tindak genosida pada masa perang dan damai.
Baca Juga: Kelaparan di Gaza dan Kepedulain Kita
Akan tetapi apa yang terjadi di Jalur Gaza? Di depan mata PBB, di depan mata dunia? Apa yang dilakukan Zionis Yahudi bukan hanya dengan bom dan peluru yang menyala. Tetapi dengan senjata yang lebih sunyi dan menyiksa, yaitu kelaparan yang membunuh secara perlahan.
Genosida melalui kelaparan terjadi ketika pasokan makanan dihentikan, lahan pertanian dan sumber air dihancurkan, listrik dan bahan bakar diputus, serta bantuan kemanusiaan ditahan di perbatasan. Itu semua bukan kebetulan, tapi strategi jahat Zionis.
Membiarkan bayi menangis kelaparan, ibu kehilangan air susu, dan anak-anak memakan sisa roti basi, itu bentuk pembunuhan yang perlahan namun pasti.
Kelaparan yang menimpa anak-anak Gaza, bukan sekadar kekurangan gizi. Tetapi lebih sebagai senjata yang membuat tubuh lumpuh, harapan padam, dan jiwa perlahan padam tanpa suara.
Baca Juga: Negara Yahudi itu Kian Terpecah
Ini bukan bencana alam. Ini bukan kelalaian. Ini adalah penghancuran sistematis terhadap satu bangsa. Mematikan dari dalam, tanpa suara, tanpa letupan, tapi efeknya mematikan.
Betapa Zionis secara sistematis memblokade masuknya makanan, air bersih, obat-obatan, dan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Ribuan anak kini hidup dalam kondisi malnutrisi akut. Bayi meninggal bukan karena perang langsung, tapi karena tidak ada asupan, susu dan nutrisi.
Sejumlah 123 orang, termasuk 83 anak-anak yang mengalami kematian akibat kelaparan dan malnutrisi, dalam beberapa hari, menjadi bukti kekejaman genosida yang dilancarkan Zionis di depan mata dunia.
Sementara lebih dari 100 ribu anak di Jalur Gaza, Palestina, termasuk 40.000 bayi di bawah satu tahun, sedang menghadapi kematian di tengah kekurangan parah susu formula dan suplemen gizi, lapor Kantor Media Pemerintah di Gaza.
Baca Juga: Jihad Digital Suarakan Tangisan Anak-anak Gaza
Dalam pernyataannya, kantor tersebut menggambarkan situasi di Gaza sebagai “pembantaian perlahan,” dan menuduh pendudukan Israel sengaja membuat anak-anak Gaza kelaparan melalui blokade dan penutupan semua perlintasan perbatasan yang terus berlanjut.
Menurut kantor itu, para ibu terpaksa memberi bayi-bayi mereka air putih selama berhari-hari karena tidak ada susu formula. Sementara rumah sakit dan pusat kesehatan menyaksikan peningkatan kasus kekurangan gizi akut dan yang mengancam jiwa setiap hari.
Zionis dengan segala kepongahannya ingin mematahkan semangat hidup warga Gaza dengan menciptakan penderitaan bertingkat, mulai dari fisik, mental, hingga ekonomi.
Organisasi kemanusiaan internasional mengkonfirmasi bahwa Gaza berada di ambang kelaparan massal. Ribuan orang antre roti, tapi yang datang malah peluru tajam. Bahkan truk bantuan diserang, relawan, dokter dan jurnalis pun dibunuh.
Baca Juga: Suriah di Tengah Konflik Sweida dan Geopolitik Global
Ya, di Gaza, kematian tak selalu datang dari ledakan. Ia hadir lewat perut kosong yang tak terisi berhari-hari. Lewat bayi yang tak lagi menangis karena kehabisan tenaga. Lewat ibu yang menahan lapar agar anaknya bisa makan sepotong roti basi.
Ya, anak-anak Gaza tidak sedang bertahan hidup, tapi mereka sedang bertahan dari kematian yang lambat. Ini bukan krisis kemanusiaan biasa, ini adalah kejahatan sistematis, genosida lewat kelaparan.
Karena itu, aksi-aksi protes terhadap genosida kelaparan terus disuarakan di berbagai penjuru dunia. Di antaranya ribuan demonstrasi pada di luar kantor Perdana Menteri Inggris di London. Para demonstran meninggalkan ribuan panci untuk melambangkan lebih dari ribuan warga Palestina di Gaza yang telah dibunuh oleh pendudukan Israel saat mencari makanan di Gaza.
Para demonstran memukul-mukul panci dan wajan untuk memprotes kelaparan dan yang “disengaja diberlakukan oleh Israel”, saat mereka berkumpul di luar Kantor Keir Starmer di Downing Street.
Baca Juga: Selamatkan Masa Depan Anak, Indonesia Harus Berani Putus Mata Rantai Industri Tembakau
Termasuk Aksi Akbar Bersatu Padu Selamatkan Gaza dari Pelaparan dan Pembantaian Massal di Monumen Nasional (Monas), Ahad, 3 Agustus 2025, mulai pukul 06.00 WIB.
Aksi yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina tersebut sebagai bentuk solidaritas atas tragedi kemanusiaan yang menimpa rakyat Gaza, Palestina.
Ya, ini semua karena Gaza bukan hanya soal tempat. Gaza adalah ujian bagi nurani umat manusia. Gaza adalah seperti kita, manusia-manusia juga yang berhak untuk hidup, untuk minum dan makan, untuk berpakaian, untuk berobat, dan untuk menjalani hidupnya secara normal, layaknya manusia pada umumnya di muka bumi ini. Dunia tak boleh membiarkannya dilenyapkan.
Apa yang dilakukan Zionis adalah bentuk nyata dari genosida modern, yaitu membunuh manusia dengan memutus akses hidup mereka.
Baca Juga: Belajar Qanaah: Kunci Ketenangan di Tengah Arus Hedonisme
Dunia harus membuka mata. Diam adalah persetujuan dari tindakan. Maka bersuaralah untuk Gaza, karena setiap suara adalah pembelaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Surat Cinta dari Gaza: Negeri Kecil dengan Ujian Seluas Langit