Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Genosida Terselubung, Kekejaman Israel di Tanah Palestina

Bahron Ansori Editor : Sri Astuti - 41 detik yang lalu

41 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi: jurnalis Palestina di Jalur Gaza tidak terjamin keamanannya dari serangan militer Israel. (Foto: Defa Press)

KONFLIK antara Israel dan Palestina telah berlangsung lebih dari tujuh dekade. Namun, di balik narasi konflik tersebut, tersembunyi realitas kelam yang menunjukkan adanya praktik genosida terselubung terhadap rakyat Palestina. Dunia internasional menyaksikan, namun sering kali bungkam atau sekadar mengeluarkan kecaman tanpa tindakan nyata.

Genosida terselubung ini terjadi melalui berbagai cara yang sistematis dan berulang. Mulai dari blokade wilayah, penghancuran rumah warga, penangkapan tanpa proses hukum, hingga pembunuhan warga sipil termasuk anak-anak dan perempuan. Semua ini dilakukan dengan dalih keamanan atau perang melawan terorisme, padahal yang menjadi korban adalah rakyat tak berdosa.

Salah satu bentuk kekejaman yang paling nyata adalah blokade Gaza yang telah berlangsung sejak tahun 2007. Blokade ini membatasi masuknya makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya. Akibatnya, dua juta lebih warga Gaza hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, tanpa akses layak terhadap air bersih, listrik, maupun layanan kesehatan.

Israel juga rutin melakukan serangan militer ke Gaza yang padat penduduk. Setiap kali serangan terjadi, rumah sakit dipenuhi korban, sekolah dan masjid hancur, dan ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Dunia menyebutnya serangan, tapi bagi rakyat Palestina, itu adalah horor berulang yang mengikis masa depan mereka setiap hari.

Baca Juga: Mengenang Tragedi Titanic, Refleksi Kemanusiaan dalam Cahaya Iman

Pembunuhan terhadap jurnalis dan petugas medis pun tak luput dari catatan kekejaman ini. Mereka yang seharusnya dilindungi dalam zona konflik justru menjadi target, sebagaimana terlihat dalam pembunuhan jurnalis Al Jazeera, Shireen Abu Akleh. Kejadian ini menambah panjang daftar pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh tentara Israel.

Upaya pengusiran warga Palestina dari wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur juga memperkuat tuduhan pembersihan etnis. Melalui kebijakan perampasan tanah dan pembangunan permukiman ilegal, Israel mengusir penduduk asli dari tanah mereka sendiri. Proses ini dilakukan dengan sistem hukum yang berat sebelah dan tindakan kekerasan yang dilegalkan.

Ironisnya, Israel kerap menggambarkan dirinya sebagai satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah. Namun kenyataannya, sistem apartheid diterapkan dengan sangat jelas. Warga Yahudi dan Palestina hidup dalam sistem yang sangat timpang dari segi hak, akses, dan perlindungan hukum.

Lebih memilukan lagi, palestina/">anak-anak Palestina tumbuh dalam kondisi trauma. Mereka menyaksikan rumah mereka dihancurkan, keluarga dibunuh, dan kehidupan mereka dibentuk oleh kekerasan. Banyak dari mereka kehilangan masa kecil, pendidikan, dan bahkan harapan. Ini bukan sekadar konflik, tapi penghancuran generasi.

Baca Juga: Inilah 10 Kelebihan Pendidikan Pesantren

Dalam aspek hukum internasional, banyak pakar dan organisasi HAM menyebut tindakan Israel sebagai bentuk genosida. Namun, upaya untuk membawa Israel ke Mahkamah Internasional sering kali terhalang oleh tekanan politik dari negara-negara besar, terutama Amerika Serikat yang menjadi sekutu utama Israel.

Pemberitaan media mainstream global juga kerap berat sebelah. Ketika korban adalah warga Palestina, mereka sering diberi label “teroris” atau “militan”, sementara ketika yang terluka adalah warga Israel, mereka disebut sebagai korban kekerasan. Narasi ini menyesatkan publik dunia dan menutupi fakta lapangan.

Perlawanan rakyat Palestina bukan hanya tentang senjata, tapi juga tentang mempertahankan hak mereka atas tanah, sejarah, dan identitas. Mereka bertahan di tengah kehancuran, menanam pohon zaitun sebagai simbol harapan, dan terus mendidik anak-anak mereka meskipun sekolah sering dihancurkan.

Umat Islam di seluruh dunia telah lama bersolidaritas dengan Palestina, baik melalui aksi kemanusiaan, doa, maupun diplomasi. Namun, yang dibutuhkan saat ini lebih dari sekadar empati. Diperlukan tekanan nyata kepada lembaga internasional agar keadilan ditegakkan dan kejahatan perang diadili.

Baca Juga: Urgensi Boikot Ekonomi Zionis Israel

Sebagai masyarakat dunia yang cinta damai, kita tidak bisa terus membiarkan genosida ini berlangsung. Mendiamkan ketidakadilan adalah bentuk kezaliman itu sendiri. Dunia harus bersuara, menolak kekejaman, dan mendukung rakyat Palestina untuk meraih kemerdekaan yang selama ini dirampas.

Palestina bukan sekadar isu politik atau agama, tapi persoalan kemanusiaan yang menuntut kita untuk berpihak kepada kebenaran. Selama dunia bungkam, maka darah palestina/">anak-anak Palestina akan terus mengalir, dan kejahatan ini akan terus terulang.

Kini saatnya membuka mata, bersuara lantang, dan menuntut dunia bertindak. Karena genosida bukan hanya soal kematian, tapi tentang pembunuhan sistematis atas harapan dan masa depan suatu bangsa.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Zionis Israel Bukan Bangsa, Tapi Virus Peradaban!

Rekomendasi untuk Anda