Jakarta, MINA – Akademisi kampus yang menyuarakan kegelisahannya atas praktik politik hari ini, termasuk dalam perhelatan Pilpres 2024, sama sekali bukan gerakan politik yang dilatar belakangi bayaran atau partisan.
Demikian Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Prof Sulistyowati Irianto dalam diskusi publik digelar Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bertajuk ‘Demokrasi Kian Tergerus Presiden Harus Dengarkan Suara Kampus’ di Youtube KontraS, Rabu (7/2).
“Pernyataan dari sejumlah akademisi kampus diungkap, karena murni mereka merasakan adanya praktik politik yang menabrak aturan. Mulai dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres, sanksi kepada Anwar Usman, hingga politisasi bantuan sosial (Bansos),” kata Sulistyowati.
“Kalau kami bersuara, sama sekali itu bukan gerakan politik, kami dituduh juga dibayar sama partai atau partisan. Sama sekali tidak benar,” ujarnya.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Dia heran jika ada pihak yang menarasikan bahwa pernyataan dari para guru besar kampus dipandang sebagai gerakan terorganisir.
Menurutnya, mustahil menggerakkan banyak guru besar untuk bersuara atas praktik-praktik politik menyimpang yang terjadi belakangan.
“Masa sih kita bisa menggerakkan para guru besar, meyakinkan seorang guru besar aja nggak mudah. Tapi ini kampus-kampus kemudian banyak kampus,” jelas dia.
Menurutnya, fenomena ini terjadi sebagai sinyal adanya kegentingan, sehingga para civitas academica mau dan bersedia untuk bersuara.
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
“Ini kan kaya sinyal adanya kegentingan. Maka kami bersedia bersuara. Kalau nggak genting, kami nggak mau cari perkara,” tegasnya. (R/R4/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)