Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hajj Journey-12 (Oleh: Shamsi Ali)

Septia Eka Putri - Selasa, 20 Agustus 2019 - 03:38 WIB

Selasa, 20 Agustus 2019 - 03:38 WIB

5 Views ㅤ

Oleh: Imam Shamsi Ali/ Presiden Nusantara Foundation

Setelah seluruh rangkaian ritual haji selesai dilaksanakan, jamaah dengan sendirinya resmi menjadi haji/hajjah. Gelar ini menjadi popular khususnya di negeri tercinta.

Kita menyebutkan di sesi awal catatan ringan ini bahwa haji, selain bersifat konklusif (menyimpulkan), inklusif (merangkul), juga integratif (mengikat) semua aspek ajaran Islam. Pada haji ada aspek akidah, aspek ibadah, dan tentunya ada aspek penting dari Muamalat dan hubungan Internasional manusia.

Tapi juga tidak kalah pentingnya ibadah haji sesungguhnya adalah penggambaran dari siklus kehidupan manusia dari awal hingga akhir. Pada semua ritual ibadah itu tergambarkan semua tahapan yang berlaku dalam hidup manusia.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Dimulai dari kata haji yang identik dengan perjalanan (Journey). Sesungguhnya menggambarkan kepada kita bahwa hidup itu adalah perjalanan (a Journey). Maka tepat adanya jika haji adalah miniatur atau gambaran kecil dari perjalanan hidup manusia.

Ketika akan memulai perjalanan haji ada tiga aspek bekal (zaad) yang mutlak dipersiapkan. Persiapan materi dan fisikal. Persiapan ilmu dan pengetahuan. Dan tidak kalah pentingnya adalah persiapan spiritual kerohanian.

Persiapan materi dan fisikal termaknai dengan penciptaan manusia dari tanah liat. Manusia adalah juga bentuk fisikal dan secara mendasar memerlukan material dalam hidupnya. Makan, minum, tidur, kawin, olah raga, semua itu wujud dari Persiapan materi dan fisikal manusia itu.

Perjalanan ibadah haji juga mutlak dengan perbekalan “ilmu”. Semua ibadah dalam Islam itu sejatinya dilakukan dengan dasar ilmu. Beribadah bukan sekedar dengan rasa dan emosi, apalagi ikut-ikutan.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Haji secara khusus diperintahkan “khudzu anni manasikakum”. Artinya berhajilah sesuai dengan Yang Aku sunnahkan, kata Rasulullah. Artinya Rasulullah memerintahkan umatnya untuk melakukan ibadah haji sesuai caranya. Dan untuk melakukan haji sesuai cara Rasul mutlak dengan ilmu.

Demikian pula hidup. Sukses takkan diraih tanpa ilmu dan pengetahuan. “Barangsiapa yang mau dunia hendaknya dengan ilmu. Barangsiapa yang mau sukses di akhirat haruslah dengan ilmu. Dan barangsiapa yang mau sukses pada keduanya hendklah dengan ilmu”.

Karenanya menguasai ilmu manasik dan makna-makna ritual haji menjadi sangat penting dalam ibadah ini.

Dan tak kalah pentingnya adalah persiapan spiritual atau ruhani. Al-Quran mengingatkan: “ wa tazawwadu Fa inna khaeraz zaadit Taqwa”…bahwa sebaik-baik itu adalah ketakwaan. Substansi dasar dari ketakwaan adalah “khasyatullah” (rasa takut pada Allah). Dan khasyatullah adalah esensi ruhiyah Salam Islam.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Haji adalah ibadah yang lengkap. Dan persiapan keruhanian menjadi sangat mendasar. Karena semua ibadah dibangun di atas kesiapan dan kebersihan hati.

Kebersihan hati dalam beribadah ini biasanya lebih dikenal dengan istilah “tazkiyah an nafs” (pensucian jiwa).

Perjalanan hidup manusia kiranya demikian pula. Tanpa persiapan spiritualitas atau ruhani maka semua akan menjadi goyah dan goncang. Ketenangan hidup itu akan ditentukan oleh hati dan jiwa manusia. Sementara hati dan jiwa hanya dapat menjadi tenang ketika tingkat spiritualitas itu besar.

Kekuatan spiritualitas itu dibangun oleh kehadiran dzikrullah: “Bukankah dengan mengingat Allah hati-hati (quluub) menjadi tenang?”.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Hati yang gersang ruhani mudah sakit. Termasuk merasakan ketakutan (khauf) dan kesedihan (hazan). Yang berbahaya ketika hati dan jiwa yang rapuh itu selalu terancam oleh apapun. Bahkan oleh kelebihan dan bahkan kebaikan orang lain misalnya. Irihati dan dengki adalah indikasi jiwa dan hati yang rapuh dan goyah.

Karenanya haji yang matang adalah haji yang dipersiapkan pada tiga aspek ini. Dan hidup yang matang juga adalah hidup yang terbangun di atas tiga fondasi Yang solid: materi/fisikal, ilmu/pengetahuan, dan ruhani/spiritualitas. (Bersambung)…

* Presiden Nusantara Foundation & Pembimbing jamaah haji

(A/R07/P1)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Ramadhan
Ramadhan 1445 H
Kolom
Kolom
Kolom