Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

HANZHALAH YANG DIMANDIKAN JENAZAHNYA OLEH MALAIKAT

Admin - Ahad, 20 Oktober 2013 - 04:35 WIB

Ahad, 20 Oktober 2013 - 04:35 WIB

1012 Views ㅤ

Hanzhalah bin Abu Amir adalah anak pemimpin suku Aus yang terbilang kaya di Yastrib (Madinah) pada masa menjelang hijrahnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ke sana. Ayahnya, Abu Amir bin Shaify, orang yang sangat benci kepada Islam. Pada zaman jahiliyah, dia mendapat julukan “Abu Amir Sang Pendeta”, tetapi julukan itu berbalik menjadi “Abu Amir Lelaki Fasik” ketika Yastrib sudah dikuasai oleh kaum Muslim.

Pernah dengan angkuh Abu Amir berkata, “Jika aku menyeru kaumku yang sudah masuk Islam, mereka pasti akan mengikutiku dan bergabung dengan kaum Quraisy.”

Tapi baru saja mulutnya menyebutkan nama dirinya, “Wahai bani Aus, aku Abu Amir…”, orang-orang Aus yang Muslim menimpali, “Wahai lelaki fasik, Allah tidak akan memberkatimu!”

Mereka mengucapkan kalimat itu sambil melancarkan serangan yang menyebabkan Abu Amir melarikan diri. Di antara penyerang itu adalah anaknya sendiri, Hanzhalah.

Baca Juga: Transformasi Mardi Tato, Perjalanan dari Dunia Kelam Menuju Ridha Ilahi

Hanzhalah, yang telah masuk Islam, akhirnya menikah dengan Jamilah binti Abdullah bin Ubay bin Salul, anak sahabat bapaknya. Mertuanya itu dikenal sebagai tokoh munafik, menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keimanan. Dia berpura-pura membela Nabi Muhammad dalam Perang Uhud, namun ketika rombongan pasukan Muslim bergerak ke medan laga, ia menarik diri bersama orang-orangnya, kembali ke Madinah.

Hanzhalah radhiyallaahu ’anhu baru saja melangsungkan pernikahannya sehingga tidak menyertai peperangan itu dari awal atas izin Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Malam pengantinnya berlalu seperti para pengantin menghabiskan bulan madu. Namun di malam yang memabukkan cinta dan kasih itu, ia mendengar berita mengenai kekalahan kaum muslimin. Maka dalam keadaan junub, Hanzhalah segera megambil pedang dan terus menuju ke medan pertempuran Uhud.

Ketidakdisiplinan pasukan pemanah di bukti Uhud, menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan tentara muslimin terdesak. Akan tetapi beberapa tentara tetap teguh bertahan bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alihi Wasallam, termasuk di dalamnya Hanzhalah.

Baca Juga: Dato’ Rusly Abdullah, Perjalanan Seorang Chef Menjadi Inspirator Jutawan

Pertempuran sengit terjadi dan dengan gigihnya Hanzhalah maju menerobos kemah musuh sambil melawan yang menghadangnya. Dia maju menyongsong Abu Sufyan bin Harb dan menebas kaki kuda Abu Sufyan sehingga Abu Sufyan terjatuh, seakan-akan dia menjatuhkan kebathilan.

Untung bagi Abu Sufyan, pada saat itu datanglah Syaddad bin al-Aswad membantu Abu Sufyan melawan Hanzhalah radhiallahu ‘anhu untuk kemudian salah satu dari dua orang itu berhasil melemparkan lembing yang menembus Hanzhalah.

Abu Sufyan berteriak “Hanzhalah dengan Hanzhalah”, yang maksudnya dia telah membalaskan dendam anaknya yang terbunuh dalam perang Badar.

Hanzhalah gugur sebagai syahid

Baca Juga: Hambali bin Husin, Kisah Keteguhan Iman dan Kesabaran dalam Taat

Seusai peperangan, Abu Amir dan Abu Sufyan mengitari medan laga dan mencari data sahabat-sahabat Nabi yang gugur. Biasanya mereka akan melampiaskan dendamnya dengan mencincang mayat-mayat musuhnya.

Mereka menemukan jasad Kharijah bin Abu Suhair dari suku Khazraj, pemimpin Bani Kahzraj, Abbas bin Ubadah bin Fadhlah, Dzakwan bin Abu Qais, bangsawan Yastrib, dan tentu saja Hanzhalah.

“Anakku, kenapa kamu tidak mau mengikuti perintahku untuk tidak ikut berperang?” ratap Abu Amir dengan nada kesedihan. “Andaikan menaati perintahku, kamu akan hidup terhormat bersama kaum Aus.”

Kepada orang-orang Quraisy dia menyeru agar tidak mencincang jasad anaknya. Tapi dia sendiri mencincang bangkai orang lain.

Baca Juga: Dari Cleaning Service Menjadi Sensei, Kisah Suroso yang Menginspirasi

Ketika para sahabat akan menguburkannya, mereka melihat keanehan yang terjadi. Tubuh Hanzhalah basah kuyup seperti habis diguyur air. Air masih menetes dari rambutnya yang basah. Mereka bertanya-tanya, kenapa bisa terjadi hal demikian?

Kemudian Rasulullah menjelaskan, “Sungguh aku melihat malaikat memandikan Hanzhalah bin Amir antara langit dan bumi dengan air awan dalam bejana terbuat dari perak.”

Kemudian beliau mengutus salah seorang sahabat untuk mengabarkan hal itu kepada istri Hanzhalah dan menanyakan apa yang dikerjakan suaminya sebelum pergi ke medan perang.

“Ketika mendengar panggilan perang, Hanzhalah dalam keadaan junub dan belum sempat mandi,” kata Jamilah.

Baca Juga: Profil Hassan Nasrallah, Pemimpin Hezbollah yang Gugur Dibunuh Israel

Beruntunglah Hanzhalah, syuhada yang telah dimandikan oleh para malaikat. Dia memperoleh kedudukan yang tinggi di haribaan Allah Subhana Wa Ta’ala. Itulah sebaik-baik tempat yang tidak semua orang mampu meraihnya.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Allah Subhana Wa Ta’ala  berfirman: Tiada balasan bagi hamba-Ku yang berserah diri saat Aku mengambil sesuatu yang dikasihinya di dunia, melainkan surga.” (HR Bukhari). (P09/R2).

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Jenderal Ahmad Yani, Ikon Perlawanan Terhadap Komunisme

 

 

 

Baca Juga: Hidup Tenang Ala Darusman, Berserah Diri dan Yakin pada Takdir Allah

Rekomendasi untuk Anda