Gaza, MINA – Ketika dunia memperingati Hari Kebersihan Menstruasi pada Selasa (28/5), perempuan di Gaza kekurangan akses terhadap kebutuhan dasar kebersihan menstruasi seperti air bersih, sabun, dan akses ke toilet, menurut organisasi non-pemerintah ActionAid yang berbasis di Inggris.
Mayoritas perempuan di Gaza harus menghadapi kesulitan atau kemiskinan sejak Israel melancarkan perang di wilayah tersebut pada 7 Oktober.
Mengutip laman Al Arabiya, “Kemiskinan Menstruasi” didefinisikan sebagai kurangnya akses terhadap sanitasi, tempat yang aman dan higienis untuk menggunakannya, dan hak untuk mengelola menstruasi tanpa rasa malu atau stigma.
“Di tengah kondisi kehidupan yang tidak manusiawi, hampir tidak mungkin bagi perempuan dan anak perempuan di Gaza untuk mengatur menstruasi mereka dengan cara yang aman, higienis, dan menjaga martabat mereka,” kata Riham Jafari, Koordinator Advokasi dan Komunikasi di ActionAid Palestine kepada Al Arabiya English.
Baca Juga: Muslimah di Era Global: Menjaga Identitas Islam
“Dengan tidak tersedianya atau tidak terjangkaunya produk-produk yang mendukung menstruasi, perempuan terpaksa menggunakan alternatif yang berpotensi tidak aman dan tidak higienis, termasuk sisa-sisa tenda, potongan pakaian, atau kertas yang dapat membahayakan kesehatan mereka,” tambah Jafari.
Kenaikan Harga
Ketika militer Israel mengintensifkan serangannya terhadap Rafah, bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza telah menurun secara signifikan. Dampaknya, harga produk kebutuhan pokok, seperti pembalut, meningkat drastis.
Perempuan di wilayah tersebut terpaksa memilih antara kelaparan atau membeli produk-produk untuk menstruasi.
Baca Juga: Muslimah Produktif: Rahasia Mengelola Waktu di Era Digital
Menurut Kantor Koordinasi Urusan PBB (UNOCHA), produk-produk kuno hampir hilang dari pasar lokal di Gaza dan, ketika tersedia, harganya melonjak.
Jafari Koordinator ActionAid mengungkapkan kondisi perempuan di Gaza, banyak perempuan dan anak perempuan terpaksa menggunakan produk lebih lama dari yang direkomendasikan atau bergantung pada alternatif yang tidak aman, seperti potongan tenda.
“Menstruasi di sini sangat buruk…Ketika salah satu putri saya mengalami menstruasi, dia harus membeli pembalut seharga 10-15 shekel [2-3 dolar]. Ini terlalu banyak! Kami tidak mampu membelinya. Setiap paket berisi sekitar enam pembalut, dan itu tidak cukup. Dua bungkus saja tidak cukup bagi saya,” kata Huda (33) warga Gaza menceritakan kepada ActionAid.
Israa (20), perempuan yang tinggal di tenda pengungsi di Deir al-Balah, Gaza Tengah menceritakan kepada ActionAid sulitnya membeli mengakses produk-produk mengatasi menstruasi yang cukup.
Baca Juga: Ibu Rumah Tangga Bahagia: Kunci Kesuksesan Muslimah di Rumah
“Sangat sulit [kedapatan menstruasi]. Harga satu pak pembalut [menstruasi] adalah 15-17 syikal [3,2- 3,6 dolar] Siapa yang mampu mengeluarkan uang sebanyak ini setiap bulannya? Saya mencoba menyimpan paket tersebut untuk bertahan selama dua siklus…Saya khawatir apakah saya bisa mendapatkan pembalut dan kebutuhan lainnya,” kata Israa.
“Sulit untuk hidup dan menjaga kebersihan di dalam tenda. Sebelum musim panas; pulang ke rumah, kami [bisa] mandi beberapa kali sehari. Saat ini [musim panas] kita hampir tidak bisa mandi, bahkan mencuci rambut seminggu sekali. Dan produk kebersihan pribadi tidak tersedia,” jelasnya.
Jafari Koordinator ActionAid menjelaskan bahwa kelompok tersebut “menuntut agar semua jalur bantuan ke Gaza segera dibuka dan pemerintah Israel memastikan aliran bantuan penting yang aman dan tanpa hambatan ke Gaza, seperti yang diminta oleh ICJ dan resolusi Dewan Keamanan PBB untuk dilakukan.”
Tidak Ada Akses ke Toilet
Baca Juga: Peran Muslimah di Akhir Zaman: Ibadah, Dakwah, dan Keluarga
“Mayoritas penduduk di Gaza telah mengungsi dan mereka tinggal di daerah yang sangat padat, dimana sumber daya sangat terbatas, akses terhadap air dan sabun sangat terbatas” jelas Jafari.
Jafari menyebut, untuk menemukan privasi di Gaza sesuatu yang hampir mustahil, karena ratusan orang terpaksa berbagi satu toilet atau kamar mandi untuk bersama.
Huda, yang tinggal di tenda di halaman sebuah rumah sakit di Gaza tengah bersama ketiga putrinya, menjelaskan kepada ActionAid.
“Menstruasi tanpa akses terhadap air, pembalut, atau sabun adalah salah satu hal terburuk. Persediaan ini sudah terbatas sejak awal perang,” ungkap Huda.
Baca Juga: Kesabaran Seorang Istri
“Kami tidak punya sabun. Hal ini menyebabkan kamar mandi menyimpan banyak virus. Orang-orang [telah] terjangkit penyakit selesema usus dan penyakit kuning karena menggunakan toilet kotor [kurangnya air bersih]. Saya terkena penyakit kuning dan masih dalam masa pemulihan. Mataku berwarna kuning. Dan saya mengalami masalah dengan mata dan telinga saya. Saya tidak bisa melihat atau mendengar dengan baik,” jelasnya.
Senada dengan Huda, Duaa (30 tahun), perempuan Gaza yang mengungsi di tenda di halaman rumah sakit di Deir al-Balah juga mengatakan hal serupa.
“Toilet tidak selalu berfungsi dan tidak selalu terbuka…Susahnya mencoba menggunakan toilet (dengan nyaman). Orang-orang menggedor pintu begitu Anda masuk… Terkadang, kita tidak diberi akses untuk mandi. Saya mencari [toilet] lain namun ternyata kondisinya sangat buruk,” kata Dua
“Saya mandi sebulan sekali. Hanya setelah haid saya selesai. Itu saja…Saya bahkan tidak bisa mandi setiap minggu, apalagi setiap hari… Saya ingin sekali mandi setidaknya seminggu sekali, tapi saya tidak bisa (karena sulitnya air dan toilet),” katanya.
Baca Juga: Muslimat dan Dakwah, Menyebarkan Kebaikan Lewat Akhlak
Menstruasi setiap bulan menambah kesusahan dan ketidaknyamanan perempuan dan anak perempuan di Gaza, yang setiap hari hidup dalam ketakutan, ketidakpastian, bahaya dan trauma selama delapan bulan.
“Dengan terganggunya operasi bantuan, situasi kemanusiaan semakin memburuk dari hari ke hari. Hal ini tidak bisa dibiarkan, kita sangat membutuhkan gencatan senjata permanen sekarang, untuk menghentikan pembunuhan dan memungkinkan bantuan yang sangat dibutuhkan untuk membanjiri Gaza dengan cepat dan aman,” tambah Jafari menjelaskan kondisi warga di Gaza yang memprihatinkan. (A/R5)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Belajar dari Ibunda Khadijah RA, Teladan untuk Muslimah Akhir Zaman