Paris, 8 Rajab 1435/7 Mei 2014 (MINA) – Presiden Perancis Francois Hollande memperingatkan bahwa Ukraina berisiko menghadapi “perang saudara” jika pemilihan presiden mendatang di negara Eropa Timur itu ditunda.
“Jika tidak ada pemilihan umum pada 25 Mei, Ukraina akan menghadapi kekacauan dan perang saudara. Ketika konflik dimulai, Anda tidak pernah tahu kapan itu akan selesai,” kata Hollande dalam sebuah wawancara dengan saluran BFM-TV Perancis, Selasa (6/5).
Presiden Perancis mengungkapkan bahwa ia telah melakukan kontak langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memperjelas baginya betapa pentingnya pemilu Ukraina terhadap Paris.
Dia juga meminta negara-negara Eropa dan Amerika Serikat untuk lebih menekan Rusia melalui sanksi mengenai krisis yang sedang berlangsung di Ukraina, Press TV yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier memperingatkan bahwa Ukraina berada di ambang perang menyusul bentrokan terbaru antara demonstran pro-Rusia dan pasukan Ukraina di timur negara itu.
“Gambar-gambar berdarah dari Odessa telah menunjukkan kepada kita bahwa kita hanya beberapa langkah jauhnya dari konfrontasi militer,” kata Steinmeier dalam wawancara yang diterbitkan di empat surat kabar Eropa, Selasa. Dan ia menambahkan bahwa situasi dapat menyebabkan Perang Dingin yang lain.
Rencana pemerintah Kiev untuk mengadakan pemilihan presiden nasional pada 25 Mei telah dibayangi oleh pertempuran sengit antara demonstran pro-Rusia dan pasukan Ukraina di timur negara itu.
Pada 17 April, pemerintah sementara Kiev bersama-sama dengan AS, Rusia dan Uni Eropa, mencapai kesepakatan di Jenewa, menyerukan semua pihak untuk meredakan ketegangan di Ukraina. Namun demikian, beberapa hari kemudian, pemerintah Ukraina memerintahkan peluncuran kembali operasi militernya di bagian timur dan selatan, dalam upaya membasmi para pengunjuk rasa pro-Moskow.
Baca Juga: Turkiye Tolak Wilayah Udaranya Dilalui Pesawat Presiden Israel
Para pengunjuk rasa terus menduduki sejumlah gedung administrasi pemerintah dan polisi di sejumlah kota di timur Ukraina, menuntut integrasi ke negara tetangga Rusia.
Di sisi lain, pemimpin Tatar Crimea meminta bantuan Turki, komunitas Muslim dan masyarakat internasional dengan mengatakan para pengikutnya dalam keadaan “putus asa”, Anadolu melaporkan.
Abdurrahman Egiz, anggota Majlis Tatar di Crimea mengatakan, sejak Rusia menganeksasi Crimea -sekaligus wilayah Ukraina- pada awal tahun ini, hak rakyatnya telah terancam punah dan ada kemungkinan terjadi deportasi massal.
“Seluruh kejadian di Ukraina mempengaruhi kami,” kata Egiz, Selasa. (T/P09/P04).
Baca Juga: Setelah 40 Tahun Dipenjara Prancis, Revolusioner Lebanon Akan Bebas
Mi’raj Islamic News Agency (MINA).