IBNU RUSYD, PERINTIS ILMU HISTOLOGI

Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd

Oleh: Nidiya Fitriyah, 

Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Abu Walid Muhammad bin Rusyd atau lebih dikenal Ibnu Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol) pada tahun 520 Hijriah (1128 Masehi). Di negara-negara Barat, ia dikenal dengan nama Averroes. Ayah Ibnu Rusyd adalah seorang ahli hukum yang cukup berpengaruh di Kordoba.  Ibnu Rusyd adalah seorang ilmuwan muslim yang cerdas dan menguasai banyak bidang ilmu, seperti al-Quran, fisika, kedokteran, biologi, filsafat, dan astronomi. Ibnu Rusyd adalah seorang tokoh perintis ilmu jaringan tubuh (histology).

Banyak saudaranya menduduki posisi penting di pemerintahan. Latar belakang keluarganya itulah yang sangat mempengaruhi proses pembentukan tingkat intelektualitas Ibnu Rusyd di kemudian hari.

Sejak kecil ia telah memiliki minat yang kuat untuk mempelajari beragam hal. kegemarannya itu ditunjang dengan fasilitas publik yang terdapat di Kordova.

Abad XII dan beberapa abad sebelumnya adalah zaman keemasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Saat itu, Dinasti Abbasiyah sedang berkuasa, dengan pusat pemerintahan di Semenanjung Andalusia (Spanyol). Para penguasa muslim pada masa itu sangat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan.

Ibnu Rusyd merupakan serba bisa. Selain dikenal sebagai pakar di bidang kedokteran ia juga ahli filsafat, sastra, logika, ilmu pasti, ilmu agama. Ia juga sangat menguasai ilmu tafsir Al-Quran dan hadis, juga hukum dan fikih.

Karena kecerdasannya, Ibnu Rusyd diangkat menjadi hakim Agung kordoba, sebuah jabatan yang pernah dipegang kakeknya pada masa pemerintahan Dinasti al-Murabitun di Afrika Utara.

Bidang Kedokteran

Disela aktivitasnya sebagai seorang dokter dan hakim agung, Ibnu Rusyd menyempatkan diri untuk menulis. Ia menghasilkan lebih dari dua puluh buka kedokteran.

Salah satu bukunya  adalah al-Kulliyyat fi al-Thibb, yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Latin. Buku yang merupakan ikhtisar kedokteran yang terlengkap pada zamannya ini diterbitkan di Padua pada tahun 1255.

Sementara itu, salinannya dalam versi bahasa Inggris dikenal dengan judul General Rules of Medicine. Salinan tersebut sempat dicetak ulang sebanyak beberapa kali di Eropa. Para penulis sejarah mengungkapkan kedalaman pemahaman Ibnu Rusyd dalam bidang kedokteran dengan berkata, “Fatwanya dalam ilmu kedokteran dikagumi sebagaimana fatwanya dalam fikih. Semua itu disebabkan kedalaman filsafat dan ilmu kalamnya.”

Dalam karyanya al-Kulliyyat fi al-Thibb (Kuliah tentang Obat-obatan) ia menuliskan bahwa tidak ada orang yang dapat terkena cacar dua kali.

Pemikirannya yang lain adalah betapa bermanfaatnya olahraga bagi kesehatan. Ia juga menuliskan secara ilmiah dasar-dasar karantina yang menjelaskan bahwa terdapat penyakit yang penularannya dapat melalui persentuhan atau memakai peralatan, makan, minum, atau pakaian yang sama.

Maka dari itu, Ibnu Rusyd berjasa dalam bidang penelitian pembuluh darah dna penyakit cacar. Ibnu Rusyd juga dikenal sebagai seorang tokoh perintis ilmu histologi (ilmu jaringan tubuh).

Bidang-Bidang lain:

Selain ahli dalam bidang kedokteran, ia juga sangat menguasai ilmu tafsir al-Quran dan hadis, juga ilmu hukum dan fikih.

Di bidang lain, Ibnu Rusyd juga seorang ahli filsafat yang cerdas. Pada tahun 1169-1195, Ibnu Rusyd menulis sejumlah komentar terhadap karya-karya Aristoteles, seperti De Organon, De Anima, Phiysica, Metaphisica, De Partibus Animalia, Parna Naturalisi, Metodologica, Rhetorica, dan Nichomachean Ethick.

Dalam bidang ilmu agama, Ibnu Rusyd menghasilkan sejumlah karya, seperti Tahafut at-tahafut, sebuah kitab yang menjawab serangan Abu Hamid al-Ghazali terhadap para filosof terdahulu. Sebagai seorang ahli ilmu agama dan filsafat, Ibnu Rusyd dianggap cukup berhasil mempertemukan hikmah (filsafat) dengan syariat (agama dan wahyu).

Semasa hidupnya, Ibnu Rusyd menghasilkan sekitar 78 karya, yang semuanya ditulis dalam bahasa Arab. Kini, sejumlah karyanya tersimpan rapi di perpustakaan Escurial, Madrid, Spanyol. Tidak banyak yang mengetahui kalau Ibnu Rusyd pernah hidup dalam pembuangan. Ia pernah dibuang di Lecena, Spanyol, karena dianggap murtad dan menghina kepala negara. Ia juga pernah dibuang ke Maroko karena difitnah seseorang.

Ibnu Rusyd wafat pada tahun 1198 (595 H) di kota Marakis, Maroko. Jenazahnya kemudian dibawa ke Andalusia dan dimakamkan di sana.(P008/R03)

Mi’ra Islamic News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0