Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA
Ibnu Sina (980-1037 M) yang disebut sebagai Bapak Kedokteran Modern, pernah menyebutkan metode isolasi dalam mencegah penyebaran wabah penyakit.
Ibnu Sina dalam bahasa Latin dan di Barat dikenal dengan nama Avicenna, juga dikenal sebagai ahli astronomi, pemikir dan penulis Zaman Keemasan Islam yang paling signifikan.
Ilmuwan berdarah Persia yang menulis karya ilmiah pertamanya pada usia 21 tahun (Kitab Al-Majmu) ini menyebutkan, beberapa penyakit disebarkan oleh mikroorganisme. Untuk mencegahnya dari kontaminasi antar manusia, ia mengemukakan metode mengisolasi orang selama 40 hari.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Dia menyebut metode ini dengan istilah al-Arba’iniya (empat puluh). Istilah ini diterjemahkan secara harfiah ke “quarantena” dalam bahasa Venesia awal.
Ibnu Sina yang hafidz Al-Quran sejak usia 10 tahun, dalam karya besarnya The Canon of Medicine, yang disimpan di Perpustakaan Kedokteran Amerika Serikat, dengan kode MS A 53, menyatakan “Sekresi tubuh organisme inang, misalnya manusia, dapat terkontaminasi oleh organisme asing yang tercemar. Organisme ini tidak terlihat dengan mata telanjang sebelum infeksi.”
Pakar kedokteran saat ini menyebutkan, “Infeksi disebabkan oleh kontaminasi sekresi tubuh organisme inang oleh mikroorganisme asing yang tercemar.” Seperti dimuat ulang pada The Siasat Daily, edisi Senin, 6 April 2020.
Ibnu Sina bahkan melangkah lebih jauh untuk berhipotesis bahwa penyakit mikroba seperti TBC pun dapat menular. Pencegahannya, bagi mereka yang terinfeksi harus dikarantina.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Dr. Razia Hashmi,MD. spesialis kedokteran geriatri di Bridgeport,CT, India, mengutip buku Robert Koch A Life in Medicine and Bacteriology (Penerbit Washington DC), menyebutkan, “Pada abad ketujuh belas, hampir tujuh abad setelah Ibnu Sina, ilmuwan Belanda Anton van Leeuwenhoek (Bapak Microbiologi) mengamati mikroorganisme di bawah mikroskop (van Leeuwenhoek 1980).
Dengan penemuan mendasarnya, ia menunjukkan bahwa ada organisme hidup yang tidak terlihat dengan mata telanjang. Apa yang tidak disadari oleh van Leeuwenhoek adalah bahwa mikroorganisme ini sebenarnya bisa menjadi penyebab infeksi.
Ini bertentangan dengan penemuan yang dibuat Ibnu Sina tujuh abad sebelumnya, bahwa mikroorganisme dapat menjadi penyebab infeksi, meskipun bukti sangat terbatas untuk keberadaan mikroorganisme pada saat itu.
Hampir dua abad setelah pengamatan pertama Leeuwenhoek tentang mikroorganisme, pada tahun 1876, Robert Koch, seorang dokter Jerman, menyimpulkan bahwa mikroorganisme sebenarnya bisa menjadi penyebab infeksi. Karenanya, darah pada hewan yang terinfeksi mengandung bakteri pathogen. Bakteri ini ketika dipindahkan ke hewan yang sehat menyebabkan hewan penerima menjadi sakit.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Begitulah, wabah pandemi virus Corona (Covid-19) pun dapat merujuk pada Ibnu Sina.
Maka, ensiklopedia medis raksasa Ibnu Sina al-Qanun fi al-Tibb (The Canon of Medicine), yang terdiri dari lebih dari sejuta kata, senantiasa digunakan sebagai buku teks medis standar hingga abad ketujuh belas.
Kini, metode karantina, baik pribadi atau keluarga dalam bentuk isolasi di rumah atau rumah sakit, maupun karantina wilayah dalam bentuk penguncian (lockdown), adalah praktik wajib di seluruh dunia untuk mencegah penyebaran virus Corona.
Praktik karantina menjadi lebih umum di Eropa, terutama di titik-titik pertemuan pedagang lintas benua, seperti Venesia, selama dan setelah wabah Kematian Hitam pada abad ke-14 dan ke-15. Metode karantina menunjukkan periode empat puluh hari di mana semua kapal diharuskan diisolasi sebelum penumpang dan awak kapal bisa mendarat.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Kitab Kedokteran Ibnu Sina, mengacu pada amaliyah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan Khalifah Umar bin Khattab, hingga kini pun masih layak secara luas dianggap sebagai sumber daya berharga untuk studi kedokteran. Ini terutama metode isolasi atau karantina 40 hari untuk menghambat penyebaran virus secara maksimal.
Saat ini umumnya dikenal dengan kebijakan medis isolasi 14 hari. Namun kemudian ditambah 14 hari lagi. Inipun dianggap belum sempurna.
Sistem karantina wilayah lockdown di Malaysia dan beberapa negara menetapkan satu bulan atau 30 hari. Sempurnanya tentu 40 hari.
Di sini sekli lagi, konsep dasar Bapak Kedoteran Muslim terkemuka, Ibnu Sina tentang karantna 40 hari, masih layak menjadi rujukan utama. (A/RS2/P1)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Mi’raj News Agency (MINA)