Jakarta, MINA – Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai basis membangun ketahanan sosial menjadi suatu wahana untuk melindungi kesehatan publik secara jasmani, rohani dan sosial, baik individu, keluarga dan masyarakat luas.
Ketahanan sosial dalam suatu masyarakat meliputi empat dimensi yang berhubungan erat dengan kewaspadaan nasional dan ketahanan nasional yakni mampu melindungi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dari perubahan sosial yang mempengaruhi.
Demikian dikemukakan dalam Webinar Series Indonesia Institute for Social Development (IISD) Bagian 3 dengan tema “Kawasan Tanpa Rokok sebagai Basis Membangun Ketahanan Sosial dalam Perspektif Revisi PP 109 tahun 2012,” Selasa (7/7).
Pembina IISD Tien Sapartinah menjelaskan, tujuan dari KTR tidak hanya untuk melindungi masyarakat dari paparan asap rokok orang lain, tetapi juga untuk membantu dan mendidik perokok untuk berhenti merokok serta melaksanakan berbagai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) lainnya.
Baca Juga: Hingga November 2024, Angka PHK di Jakarta Tembus 14.501 orang.
Menurut Tien, KTR juga perlu didukung kebijakan yang komprehensif dan ini diatur dalam PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, yang saat ini masih dalam proses revisi sebagaimana amanat Presiden yang tertuang dalam Keppres Nomor 9 Tahun 2018.
“Saat ini PHBS dan juga didukung dengan GERMAS adalah merupakan perilaku yang sejalan dengan New Norma dalam penanganan pandemi Covid-19 dan KTR merupakan wahana untuk itu, namun KTR tanpa Implementasi yang didukung oleh masyarakat akan menjadi keniscayaan,” ujarnya.
Dalam PP 109 tahun 2012 tersebut KTR meliputi tujuh kawasan yakni fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum / yang ditetapkan.
Tien menilai, bila disandingkan pengertian tentang “tempat kerja”, paling tidak empat tempat yang ditunjuk tercakup, plus tempat anak bermain dan tempat umum.
Baca Juga: Menag: Guru Adalah Obor Penyinar Kegelapan
“Ini berada di locus masyarakat basis maka secara umum KTR adalah merupakan bagian dari Kepentingan masyarakat basis,” imbuhnya.
Tien mengatakan, kepentingan masyarakat basis ini antara lain peningkatan Kualitas SDM dan Daya saing bangsa yang hanya bisa diwujudkan dengan peran masyarakat basis terhadap pengembangan Rruang publik dengan kawasan tanpa rokok.
“Dengan kata lain peran dimaksud terwujud bila masyarakat basis memiliki sistem nilai budaya, sistem keperangkatan atau infrastruktur sosikal dan kepranataan sosial yang membangun dan mewujudkan ketahanan sosial,” pungkasnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) drg Oscar Primadi, MPH, mengatakan, revisi PP 109 Tahun 2012 ini bertujuan untuk menguatkan kebijakan implementasi KTR agar dapat mencegah anak-anak memulai dan mencoba mengkonsumsi rokok.
Baca Juga: AWG Gelar Dauroh Akbar Internasional Baitul Maqdis di Masjid Terbesar Lampung
Dia menjelaskan, rencana pemerintah melalui pengembangan kawasan sehat antara lain kabupaten/kota sehat, pasar sehat, upaya kesehatan sekolah (UKS) dan lingkungan kerja sehat termasuk implementasi Kawasan Tanpa Rokok.
“Saat ini terdapat 397 Kabupaten/Kota atau 77,2 persen dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia yang sudah memiliki peraturan di daerahnya tentang KTR baik berupa Peraturan Daerah maupun Peraturan Kepala Daerah,” pungkasnya.
Sosiolog dari FISIP UI Prof Paulus Wirutomo, mengatakan, dalam implementasi Kawasan Tanpa Rokok terdapat Konfik kepentingan yaitu pada aspirasi perokok, pengusaha, pencari kerja, masyarakat Umum dan pemerintah.
Berdasarkan hal ini Prof Paulus merekomendasikan, pemerintah harus melihat secara sistemik-holistik dengan menggunakan analisis Sosietal (melihat struktur-kultur-proses), dan punya konsep dan prinsip yang jelas tentang pengendalian Rokok.
Baca Juga: Embassy Gathering Jadi Ajang Silaturahim Komunitas Diplomatik Indonesia
“Perlu juga pendekatan kewarganegaraan melalui keseimbangan hak dan kewajiban, serta pemberian sanksi yang harus lebih “nyata” daripada “mematikan”, serta Jangan berubah-ubah,” tambahnya.
Menurut laporan Arsip Kesehatan Masyarakat pada Juni 2020, persepsi perokok terhadap kawasan tanpa rokok cukup baik dan perokok menyetujui pemberlakuan kawasan tanpa rokok.
Pemberlakuan kebijakan kawasan tanpa rokok mampu mengendalikan perilaku merokok khususnya di instansi yang memberlakukan kawasan tanpa rokok.
Webinar Series IISD Bagian 3 yang dihadiri sekitar 200 peserta dari perwakilan kemenkes dan pemerintah daerah serta para pejuang pengendalian tembakau ini juga dihadiri Dewan Penasehat IISD Sudibyo Markus dan Senior advisor Human Right Working Group Rafendi Djamin.(L/R1/P1)
Baca Juga: Prabowo Klaim Raih Komitmen Investasi $8,5 Miliar dari Inggris
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Fun Run Solidarity For Palestine Bukti Dukungan Indonesia kepada Palestina