Jakarta, MINA – Pemalsuan produk merupakan masalah bagi banyak industri dalam skala global. Berdasarkan laporan International Trademark Association (INTA) dan The International Chamber of Commerce, nilai ekonomi global dari pemalsuan dan pembajakan diperkirakan mencapai USD 2,3 triliun pada tahun 2022.
Sementara di Indonesia sendiri, hasil survei MIAP menunjukkan kerugian ekonomi yang disebabkan oleh pemalsuan produk terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada 2005, kerugian ekonomi mencapai Rp 4,41 triliun dan angkanya meningkat tajam ditahun 2014 yang mencatatkan kerugian hingga Rp 65,1 triliun.
Masyarakat lndonesia Anti Pemalsuan (MIAP) bekerjasama dengan International Trademark Association (INTA) menggelar diskusi bertajuk “Penanggulangan Peredaran Produk Palsu/Ilegal sebagai Upaya Perlindungan Konsumen di Indonesia” pada Kamis (15/11) di Jakarta.
Forum diskusi yang dihadiri sekitar 100 orang peserta dari berbagai kalangan, antara lain pelaku sektor industri, pemegang merek dan anggota Kamar Dagang dan Industri (KADIN), dibuka oleh Justisiari P. Kusumah, Ketua MIAP, dan Valentina Salmoiraghi, Anticountering Advisor Asia-Pacific INTA.
Baca Juga: Indonesia Sesalkan Kegagalan DK PBB Adopsi Resolusi Gencatan Senjata di Gaza
Forum ini juga menghadirkan Brigjen Albertus Rahmad Wibowo, Direktur Siber pada Direktorat Tindak Pidana Siber Mabes Polri sebagai pembicara utama.
Justisiari mengatakan MIAP bersama pemangku kepentingan kekayaan intelektual senantiasa berupaya untuk mengurangi dampak negatif dari peredaran produk palsu atau ilegal, khususnya bagi konsumen sebagai pengguna akhir, yang secara langsung merasakan kerugian akibat penggunaan produk palsu dan ilegal.
MIAP, yang beranggotakan para pelaku industri seperti pelumas, obat-obatan, software, barang-barang konsumsi, dan lain-lain, terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan kekayaan intelektual untuk dapat menekan angka peredaran barang palsu atau ilegal di indonesia.
“MIAP aktif memberikan edukasi kepada masyarakat untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenal pentingnya keaslian produk dan memahami tentang kekayaan intelektual,” ujarnya.
Baca Juga: Lomba Cerdas Cermat dan Pidato tentang Palestina Jadi Puncak Festival Baitul Maqdis Samarinda
Sementara produsen juga didorong untuk dapat melindung produknya melalui program “brand protection”, yang menjadi cara jitu untuk melindungi diri dari pemalsuan.
Penting bagi produsen mengomunikasikan kepada konsumen tentang product knowledge dan infomasi lain terkait dengan keaslian merek sehingga konsumen dapat terhindar dari produk palsu.
Menurut Justisiari upaya melindungi konsumen dan mengurangi bahaya serta kerugian yang diakibatkan barang palsu akan dapat terwujud apabila para pemangku kepentingan mulai dari produsen, penjual, penegak hukum, hingga masyarakat sepakat untuk bersinergi.
Dalam kesempatan yang sama, Valentina mengatakan perkiraan nilai perdagangan dari pemalsuan di seluruh dunia mencapai angka USD 1,13 triliun. Karena itu perjuangan melawan pemalsuan adalah prioritas utama INTA.
Baca Juga: Selamat dari Longsor Maut, Subur Kehilangan Keluarga
Pihaknya mengaku senang menjadi tuan rumah dialog kebijakan ini di Jakarta. Melalui forum ini INTA dapat menjalin hubungan dan kerja sama dengan perwakilan Kepolisian lndonesia, Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sebagai otoritas yang bertanggung jawab atas penegakan online dan offline dalam meiindungi konsumen dari bahaya pemalsuan di salah satu negara berkembang yang paling padat penduduknya.
“Dalam 2-3 tahun terakhir, anggota kami yang bergerak di industri pelumas mengamati adanya peningkatan peredaran pelumas palsu di platform e-commerce di lndonesia,” kata dia.
Permasalahan pemalsuan produk saat ini semakin kompleks, hal lnl seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang menciptakan pasar baru. Kini peredaran produk palsu atau ilegal tak hanya terjadi di pasar konvensional namun juga melalui e-commerce (e-dagang) dan kanal penjualan daring.
Indonesia adalah salah satu pasar e-commerce yang besar dan akan terus tumbuh seiring dengan peningkatan jumlah pengguna smartphone, meningkatnya daya beli dan juga adopsi teknologi masyarakat yang cepat.
Baca Juga: Terakreditas A, MER-C Training Center Komitmen Gelar Pelatihan Berkualitas
Oleh karena itu, kata dia, perlu langkah antisipasi untuk menanggulangi peredaran produk palsu atau ilegal untuk dapat melindung konsumen di Indonesia. (L/R11/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tiba di Inggris, Presiden Prabowo Hadiri Undangan Raja Charles III