Indonesia Tumpas JIL, Haruskah?

Celotehan terbaru tokoh JIL, Ulil Absor Abdala di Twitter.
Celotehan terbaru tokoh JIL, Ulil Absor Abdala di Twitter.

Oleh Rendy Setiawan, Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Di permulaan abad 21 ini, berbagai bentuk penyimpangan dan penistaan terhadap agama Islam semakin menjadi-jadi dan terus berulang, salah satunya adalah apa yang dilakukan oleh Jaringan Islam Liberal atau biasa kita kenal dengan sebutan JIL. Seluruh ormas dan kelompok Islam di secara terang-terangan menolak keberadaan paham ini di Indonesia. JIL terlalu ‘berlebihan’ dalam menafsirkan berbagai nash-nash syar’I dan cenderung merendahkannya.

Aneh rasanya ketika kita menyaksikan tayangan di media cetak maupun elektronik, kelompok-kelompok yang menjunjung tinggi pan Islam dicap teroris yang kemudian ditumpas dengan mudah oleh aparatur negara. Berbeda nasib dengan kelompok macam JIL, Rafidhah dan sejenisnya yang terang-terangan memperolok-olok Islam, dibiarkan men’darah daging’ begitu saja di Indonesia.

Bahkan, para pengagum JIL di negeri ini bak jamur di musim hujan, terus bermunculan tiada henti. Penulis menyadari bahwa menumpas pemahaman sesat ini di Indonesia khususnya, bukanlah pekerjaan mudah. Da’i Muslim yang berjalan di atas manhaj Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam harus lebih kompeten dan tidak mudah ditipu oleh tokoh-tokoh JIL.

Hal itu harus dilakukan karena Umat Islam di Indonesia dihadapkan dengan ajaran sesat yang dibawa oleh misionaris JIL. Kerancuan yang mereka tebarkan perlu dibantah, apalagi orang-orang yang membawa pemikiran sesat ini adalah tokoh-tokoh yang digelari cendekiawan, kyai dan intelektualis.

JIL memiliki tujuan, yakni ingin membingungkan umat dan kemudian menghancurkannya secara perlahan. Untuk itu, sebelum kita menentukan sikap terhadap kelompok tersebut, kita perlu tahu apakah pemikiran liberal itu dibenarkan Al-Qur’an dan Hadis atau tidak. Penulis akan mencoba melihat dari dua hal, yang pertama adalah nama kelompok itu sendiri, dan yang kedua substansi pemikiran-pemikirannya.

Mengenal JIL

Menurut salah satu Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. KH. Muthofa Ali Ya’kub, JIL adalah sebuah pemikiran yang sifatnya liberal, yang menurut mereka tidak terpaku dengan teks-teks agama yakni Al-Qur’an dan Hadis, tetapi lebih terikat dengan nilai-nilai yang terkandung dalam teks-teks tersebut. Dalam implementasinya pemikiran ini dapat disebut meninggalkan teks sama sekali, dan hanya menggunakan rasio dan selera belaka.

Ditinjau dari sudut kebahasaan, penggandengan antara kata “Islam” dan “Liberal” itu tidak tepat. Sebab Islam itu artinya tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah, sedangkan liberal artinya bebas dalam pengertian tidak harus tunduk kepada ajaran agama (Al-Qur’an dan Hadis), Oleh karenanya, pemikiran liberal sebenarnya lebih tepat disebut “Pemikiran Iblis” dari pada “Pemikiran Islam”, karena makhluk pertama yang tidak taat kepada Allah adalah Iblis.

Kesesatan Pemikiran JIL

Lebih jelasnya, di bawah ini penulis cantumkan point-point pemikiran kelompok JIL yang dikutip dari berbagai sumber, di antaranya:

  1. Umat Islam tidak boleh memisahkan diri dari umat lain, sebab munusia adalah keluarga universal yang memiliki kedudukan yang sederajat. Karena itu larangan perkawinan antara wanita muslimah dengan pria non muslim sudah tidak relevan lagi
  2. Produk hukum Islam klasik (fiqh) yang membedakan antara Muslim dengan non Muslim harus diamandemen berdasarkan prinsip kesederajatan universal manusia.
  3. Agama adalah urusan pribadi, sedangkan urusan negara adalah murni kesepakatan masyarakat secara demokratis.
  4. Hukum Tuhan itu tidak ada. Hukum mencuri, zina, jual-beli, dan pernikahan itu sepenuhnya diserahkan kepada umat Islam sendiri sebagai penerjemahan nilai-nilai universal.
  5. Muhammad adalah tokoh historis yang harus dikaji secara kritis karena beliau adalah juga manusia yang banyak memiliki kesalahan.
  6. Kita tidak wajib meniru Rasulllah secara harfiah. Rasulullah berhasil menerjemahkan nilai-nilai Islam universal di Madinah secara kontekstual. Maka kita harus dapat menerjemahkan nilai itu sesuai dengan konteks yang ada dalam bentuk yang lain.
  7. Wahyu tidak hanya berhenti pada zaman Rasulullah saja (wahyu verbal memang telah selesai dalam bentuk Al-Qur’an). Tapi wahyu dalam bentuk temuan ahli fikir akan terus berlanjut, sebab temuan akal juga merupakan wahyu karena akal adalah anugerah Tuhan.
  8. Karena semua temuan manusia adalah wahyu, maka umat Islam tidak perlu membuat garis pemisah antara Islam dan Kristen, timur dan barat, dan seterusnya.
  9. Nilai Islami itu bisa terdapat di semua tempat, semua agama, dan semua suku bangsa. Maka melihat Islam harus dilihat dari isinya bukan bentuknya.
  10. Agama adalah baju, dan perbedaan agama sama dengan perbedaan baju. Maka sangat konyol orang yang bertikai karena perbedaan baju (agama). semua agama mempunyai tujuan pokok yang sama, yaitu penyerahan diri kepada Tuhan.
  11. Misi utama Islam adalah penegakan keadilan. Umat Islam tidak perlu memperjuangkan jilbab, memelihara jenggot, dan sebagainya.
  12. Memperjuangkan tegaknya syariat Islam adalah wujud ketidakberdayaan umat Islam dalam menyelesaikan masalah secara arasional. Mereka adalah pemalas yang tidak mau berfikir.
  13. Orang yang beranggapan bahwa semua masalah dapat diselesaikan dengan syariat adalah orang kolot dan dogmatis.
  14. Islam adalah proses yang tidak pernah berhenti, yaitu untuk kebaikan manusia. Karena keadaan umat manusia itu berkembang, maka Agama Islam juga harus berkembang dan berproses demi kebaikan manusia. Kalau Islam itu diartikan sebagai paket sempurna seperti zaman Rasulullah, maka itu adalah fosil Islam yang sudah tidak berguna lagi.
  15. Islam hanya sebagai sikap pasrah kepada Tuhan. Maksudnya, siapapun dia apapun agamanya selama dia pasrah kepada Tuhan maka dia adalah orang Islam.

Demikianlah beberapa contoh kesesatan pemikiran JIL. Kita telah melihat bersama betapa bodohnya pemikiran semacam ini. Kalaulah makna tauhid, makna Islam adalah sebagaimana yang dikatakan sebagaiaman dikatakan oleh tokoh JIL, niscaya Abu Jahal, Abu Lahab dan orang-orang kafir Quraisy yang dimusuhi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjadi orang yang pertama-tama masuk Islam. Karena mereka meyakini bahwasanya Allah-lah pencipta, pengatur, pemberi rizki, yang menghidupkan dan mematikan, yang mampu menyelamatkan mereka ketika tertimpa bencana, sehingga ketika mereka diombang-ambingkan oleh ombak lautan mereka mengikhlashkan do’a hanya kepada Allah, memasrahkan urusan mereka kepada-Nya.

Namun, dengan keyakinan semacam ini, mereka tetap saja menolak ajakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk mengucapkan Laa ilaaha illa Allah. Bahkan mereka memerangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, menyiksa para sahabat ridwanullah ta’ala ‘anhum ajmai’n dan membunuh sebagian di antara mereka dengan cara yang amat keji.

Inilah bukti bahwa orang-orang JIL benar-benar tidak paham Al-Qur’an, tidak paham As-Sunnah, bahkan tidak paham sejarah. Untuk itu, Indonesia harus dibersihkan dari pemahaman-pemahaman JIL yang sarat dengan pelecehan, penghinaan, dan pencemaran nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Semoga kita dilindungi oleh Allah Ta’ala dari pemikiran dan pemahaman yang nyeleneh semacam ini. Akhirnya, ingatlah kita akan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, (yang artinya: “Siapa saja yang Allah kehendaki kebaikan, niscaya Allah akan memahamkannya dalam masalah agama.” (HR. Bukhari). Wallahul Musta’an. (P011/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rendi Setiawan

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.