Yogyakarta, 13 Ramadhan 1438/8 Juni 2017 (MINA) – Menjadi seorang dokter adalah cita-cita Athaya Hanin Nabilah Fahsa atau yang akrab disapa Bibil sedari kecil. Impian itupun dengan gigih ia perjuangkan sejak menempuh pendidikan di kota kelahirannya, Pekanbaru.
Sejak awal, gadis yang gemar belajar ini telah mengambil program percepatan atau akselerasi secara berturut-turut mulai dari jenjang SD, SMP, hingga SMA. Setelah menamatkan pendidikan SMA, ia pun mendaftarkan diri di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Islam Indonesia (UII) pada tahun 2013 silam di usia 15 tahun.
Usia yang terbilang muda, membuat sosoknya menjadi istimewa di kalangan mahasiswa bahkan dosen. Prestasinya kian lengkap manakala mahasiswi kelahiran 15 Juni 1998 ini tercatat sebagai lulusan termuda pada wisuda Periode IV Tahun Akademik (TA) 2016/2017 di Auditorium Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir beberapa waktu lalu.
Ketika ditanya resep suksesnya, Ia berujar, “Dunia akademik memang tujuan utama sebagai mahasiswa, tetapi organisasi juga menjadi urgensi penting dalam meningkatkan kapasitas diri agar bisa berkontribusi untuk orang banyak”.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Tidak hanya dikenal sebagai sosok yang cerdas, semasa duduk di bangku kuliah Bibil pun dikenal aktif dalam berorganisasi. Ia diketahui pernah menjadi ketua divisi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) SMART FK dalam bidang riset dan penelitian.
Bibil juga aktif dalam Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM FK) pada divisi penelitian dan profesi. Untuk menyalurkan hobinya, ia juga mengasah bakatnya dalam bidang musik dengan menjadi bagian Paduan Suara Kedokteran (PADUS FK).
Adapun selepas lulus dari Kedokteran UII, ia mengaku akan mengambil dan mengasah keahlian profesi kedokterannya di salah satu rumah sakit di Klaten, Jawa Tengah. Selama kurang lebih satu tahun Bibil berharap dapat semakin menyempurnakan ilmu terapannya untuk kemudian mengabdi kembali ke daerah asalnya di Riau.
Sebelumnya ia juga bercerita sempat dihadapkan pada dua pilihan, menjadi dokter di Indonesia atau mengabdi ke luar negeri dengan tunjangan serta sarana dan prasarana yang memumpuni.
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia
Akan tetapi panggilan pengabdian kepada bumi pertiwi membuatnya menjatuhkan pilihan dan membulatkan tekad untuk berkarya demi tanah air. Menurutnya Indonesia lebih membutuhkan tenaga kerja medis yang kompeten, hal ini sejalan dengan misinya untuk menebar manfaat melalui profesinya khususnya untuk orang-orang yang membutuhkan. (T/R05/B05)
(Sumber: Laman resmi UII)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Matahari Tepat di Katulistiwa 22 September