Iran Berusaha Cegah Devaluasi Rial

lawan dolar AS. (Foto: Mehr News)

 

Pemerintah Iran telah memperkenalkan langkah-langkah moneter baru untuk menghentikan devaluasi mata uang negara tersebut, sebuah langkah yang dipandang sebagai kemunduran pada usaha Presiden Hassan Rouhani untuk membawa investasi dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja setelah kesepakatan nuklir 2015.

Rial Iran telah jatuh ke level terendah sepanjang masa terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada hari Rabu, 14 Februari 2018, saat diperdagangkan untuk 50.000 rial, 30 persen lebih tinggi dari nilainya pada Agustus 2017.

Namun, rial tersebut membukukan sedikit lonjakan di kemudian hari, ketika polisi menahan pedagang mata uang pasar gelap, menutup sejumlah kantor tukar dan memblokir ratusan rekening bank yang dimiliki oleh pedagang mata uang utama.

Menurut koran Arman-e Emrooz, 755 rekening bank juga diblokir sebagai bagian dari operasi polisi.

Bagi banyak orang Iran, nilai tukar dolar ke rial merupakan indikator iklim ekonomi keseluruhan negara ini.

Menanggapi risiko tersebut, Bank Sentral Iran (CBI) mengumumkan rencana untuk mempresentasikan koin emas dan penjualan Sertifikat Deposito (CD) dengan tingkat bunga 20 persen untuk jangka waktu satu tahun.

Langkah-langkah itu dimaksudkan untuk mencegah spekulan agar terus bertaruh melawan kontrak seperti yang telah mereka lakukan selama beberapa bulan terakhir, yang mempercepat penurunan nilai mata uang.

Tingginya tingkat kredit bermasalah, ditambah dengan ketidakmampuan pemerintah untuk memompa uang di tengah penurunan harga minyak, telah membuat ekonomi Iran tertekan.

CBI telah mencoba untuk menahan krisis keuangan melalui reformasi struktural.

“Bank sentral biasa menerbitkan CD pada tingkat 16-17 persen, sekarang akan meningkat menjadi 20 persen, dengan tujuan menciptakan stabilitas keuangan,” kata Pouya Jabal-Ameli, seorang analis CBI kepada Al Jazeera.

Sepanjang tahun lalu, meski ada resistensi dari sektor perbankan, bank sentral juga telah mencoba menurunkan suku bunga deposito lebih dari 20% menjadi 15%.

Aktivitas di salah satu pasar Iran. (Foto: Nena News)

Langkah ini bertujuan untuk mendorong orang Iran menarik uang mereka dari bank lalu menginvestasikannya di bisnis kecil dan menengah untuk membantu memerangi kemerosotan di industri sekaligus meningkatkan lapangan kerja.

Namun, dengan devaluasi rial dan perolehan dolar AS, uang tunai tetap berada di pasar mata uang dan bukannya diinvestasikan dalam penciptaan lapangan kerja. Membeli uang asing adalah jenis investasi bagi banyak orang Iran. Semakin banyak keuntungan dolar AS, semakin banyak permintaan meningkat, mengakibatkan investasi lebih sedikit dalam bisnis.

Tingkat pengangguran resmi mencapai 11,7 persen pada musim panas 2017, menurut Pusat Statistik Iran. Namun, badan penelitian parlemen Iran menempatkan tingkat pengangguran tidak resmi setinggi 22,6 persen.

Ketidakberdayaan adalah salah satu faktor yang berkontribusi menciptakan demonstrasi yang meluas, yang meletus pada akhir Desember dan berlanjut berhari-hari, menyebar ke puluhan kota di seluruh Iran.

Sekitar 5.000 orang ditahan dan 21 meninggal dalam kerusuhan tersebut.

Protes tersebut dipicu tak lama setelah Presiden Rouhani mengajukan tagihan anggaran untuk tahun baru ke parlemen, mengusulkan kenaikan harga bahan bakar sebesar 50 persen, serta sebuah tinjauan terhadap jumlah rumah tangga yang menerima subsidi uang tunai bulanan.

Tapi setelah kerusuhan tersebut, pemerintah mundur dari keputusannya.

Rouhani memenangkan pemilihan ulang pada Mei 2017 dalam sebuah kemenangan telak yang dibangun atas keberhasilannya menstabilkan ekonomi dan telah meruntuhkan sanksi internasional.

Orang-orang Iran telah menyematkan harapan mereka pada kesepakatan nuklir bersejarah yang dicapai antara Iran dan kekuatan dunia tiga tahun lalu. Mereka berharap terwujudnya investasi dan pekerjaan asing, tapi kesepakatan tersebut belum dapat melakukan keajaiban.

Faktor Trump

Meskipun ada kesepakatan internasional yang didukung PBB, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama atau JCPOA, uang asing masuk ke Iran dengan kecepatan yang jauh lebih lambat dari yang diperkirakan.

Presiden AS Donald Trump berulang kali mengkritik dan mengancam akan menarik diri dari kesepakatan nuklir tersebut.

Sikap keras AS merupakan penyebab lain depresiasi rial, menurut Stratfor, sebuah platform intelijen yang berbasis di AS.

Devaluasi rial baru-baru ini meningkatkan momok kenaikan harga komoditas dan produk konsumen di tengah meningkatnya ketidakpuasan masyarakat.

Selain itu, meski ada jaminan dari CBI bahwa hal itu tidak akan mengandung gejolak, fluktuasi mata uang seringkali mendorong tingkat inflasi naik dengan jeda waktu.

“Fluktuasi baru-baru ini belum berpengaruh terhadap tingkat inflasi”, kata Jabal-Ameli. “Jika bank sentral mampu mengendalikan pasar dan mengembalikan stabilitas dalam beberapa pekan mendatang, indeks harga tidak akan terpengaruh secara signifikan.”

Jabal-Ameli berkeyakinan bahwa paket CBI yang baru akan berhasil mencegah ekonomi negara itu terjerumus. (AT/RI-1/P1)

 

Sumber: tulisan Saeed Jalili di Al Jazeera.

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.