ISLAM YANG SATU, POKOK AJARAN SELURUH RASUL DAN PARA NABI

Habib Husein Al-Atas (Foto:Nidiya/MINA)
Habib Husein Al-Atas (Foto:Nidiya/MINA)

Oleh: Ustadz Hussein Al Attas, Ulama sekaligus Pembina Radio Silaturahim.

Kata Islam yang Satu ini bukanlah kata dan kalimat yang baru. Bukan kalimat yang kita ada-adakan. Dan bukan pula hal yang dibangun oleh manusia. Kalimat Islam yang Satu ini adalah sesuatu yang menjadi pokok ajaran seluruh Rasul dan Nabi-nabi yang diutus Allah SWT.

Pesan yang disampaikan Allah kepada para nabi dan rasul-Nya untuk diteruskan dan diserukan kepada umatnya, semuanya adalah pesan yang sama yaitu menegakkan agama Allah SWT dalam seluruh aspek kehidupan manusia, bersatu, tidak bercerai berai.

Allah memaparkan hal ini pada banyak bagian dalam Al Quran, dalam kisah wasiat Ibrahim kepada anak-anaknya, wasiati a’ma, agar semua betul-betul berpegang teguh atas apa yang diwasiatkan Allah kepada umatnya, agar mereka tidak mati kecuali dalam keadaan Muslim.

Munculnya kelompok dan golongan ini adalah gejala yang tidak sehat dan memiliki kemungkinan menggelincirkan kita dari Islam. Bahkan Al Quran telah sangat tegas berpesan, wala taqunu minal musyrikin, janganlah kalian tergolong dalam golongan musyrikin. Siapakah mereka?

Mereka adalah orang-orang yang suka berpecah belah, suka memecah belah agama Allah. Seolah-olah bersatu di bawah agama Allah tapi masing-masing dengan sangat teguh memegang bendera masing-masing, dengan loyalitas pada doktrin-doktrin dan membawa kefanatikannya masing-masing. Setiap kelompok bangga dalam membawa benderanya masing-masing.

Di tengah-tengah pertentangan semua kelompok dan golongan yang menyerang kaum ini, kita perlu memiliki terapi yang mampu mengobati dan menyembuhkan. Satu-satunya jalan untuk membersihkan umat dari fanatisme ini adalah kembali kepada Islam yang Satu.

Dan sebenarnya, tambahan kalimat yang satu setelah kata Islam hanya sebuah penegasan bahwa kita harus kembali kepada Islam. Yaitu Islam yang dibawa oleh nabi terdahulu sampai dengan nabi kita, Muhammad SAW. Bahkan di dalam akhir Qur’an surah Al-An’am ayat 161-163 :

قُلۡ إِنَّنِى هَدَٮٰنِى رَبِّىٓ إِلَىٰ صِرَٲطٍ۬ مُّسۡتَقِيمٍ۬ دِينً۬ا قِيَمً۬ا مِّلَّةَ إِبۡرَٲهِيمَ حَنِيفً۬ا‌ۚ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ

Artinya: “Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik.”

قُلۡ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحۡيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ

Artinya: “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

لَا شَرِيكَ لَهُ ۥ‌ۖ وَبِذَٲلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۟ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ

Artinya: “Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).”

Rasulullah diperintahkan oleh Allah untuk menunjukkan kepada umatnya tentang jalan yang lurus, jalan yang pernah dilalui juga oleh Ibrahim AS. Diwahyukan kepada rasulullah untuk mengikutui jejak Nabi Ibrahim AS yang lurus. Ajaran Nabi Ibrahim yang lurus ini diungkapkan dalam ayat selanjutnya:

قُلۡ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحۡيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ

Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,”

Ini merupakan baiat yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim, tentang baiat semua orang yang beriman kepada Allah, bahwa hidupnya, amalnya, ibadahnya, hanya untuk Allah semata. Dengan ini kita menyeru kepada semua kaum Muslimin untuk kembali kepada seruan Islam yang satu.

Jika kita mau bersatu pada pendapat yang satu, maka hal tersebut adalah mustahil. Karena sudut pandang setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda. Tapi kita menyeru agar setiap kaum Muslimin memiliki sudut pandang yang lebih luas, lebih lebar dan bermusyawarah dengan baik dalam Islam sehingga kita mampu mengambil kesimpulan yang lebih luas.

Mari kita bersatu dalam seruan yang satu, tentang hal-hal prinsip Islam yang telah dijelaskan Allah dalam kitabnya dan juga dicontohkan oleh sunnah-sunnah Rasul-Nya yang mutawatir. Maka dalam hal ini, kita bisa bertemu dan tidak berbeda, insya Allah. Kita bersatu pada Islam yang satu, kembali kepada prinsip-prinsip Islam yang telah Allah tegaskan dalam kitab-Nya dan sunnah- sunnah Rasulullah yang juga disepakati bersama. Meski demikian, jika masih ada perbedaan penafsiran kita bertoleransi dan berlapang dada dalam khilafiyah.

Khilafiyah adalah proses yang sangat manusiawi. Justru dengan berbeda pendapat, maka manusia bisa memberikan pendapat kepada yang lainnya. Dengan syarat lapang dada dan tidak memiliki hasad dihatinya. Jika seseorang berserah diri kepada Allah maka tidak akan ada seorangpun yang menonjolkan dirinya di atas yang lainnya. Sebab dia akan selalu mengedepankan persatuan kaum Muslimin yang diperintahkan oleh Allah SWT. Dengan begitu insya Allah akan memecahkan berbagai persoalan yang kita hadapi.

Maka Islam yang Satu ini bukanlah hal yang baru. Ini adalah seruan para nabi, yang mengakar dalam sejarah akidah kita

إِنَّآ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ كَمَآ أَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰ نُوحٍ۬ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ مِنۢ بَعۡدِهِۦ‌ۚ وَأَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰٓ إِبۡرَٲهِيمَ وَإِسۡمَـٰعِيلَ وَإِسۡحَـٰقَ وَيَعۡقُوبَ وَٱلۡأَسۡبَاطِ وَعِيسَىٰ وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَـٰرُونَ وَسُلَيۡمَـٰنَ‌ۚ وَءَاتَيۡنَا دَاوُ ۥدَ زَبُورً۬ا

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, lshaq, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud,” (QS: An-Nisaa Ayat: 163)

Apa yang kita sampaikan selaras dengan apa yang disampaikan oleh para nabi dan selaras dengan derap langkah seluruh makhluk di alam raya yang berserah diri kepada Allah. Oleh karena itu dalam hal prinsip, seluruh umat Islam insya Allah tidak ada yang berbeda. Dan yang berbeda itu adalah hal-hal yang di luar prinsip, tapi sayangnya justru hal-hal yang di luar prinsip ini yang sering mempengaruhi, dibesarkan, dikedepankan, dan berhasil menggeser hal-hal yang prinsip dalam Islam.

Kenapa kita tidak kembali kepada prinsip yang satu, yang sama, dan menjadikannya sebagai poros kehidupan kita sebagai sesama kaum Muslimin. Tapi yang terjadi saat ini adalah, yang seharusnya kita letakkan di belakang, malah kita letakkan pada posisi yang paling depan. Kita besarkan yang kecil, dan kita kecilkan yang seharusnya kita junjung bersama secara besar. Dan inilah yang perlu kita perbaiki bersama-sama. Kita mengajak semua kaum Muslimin untuk ber¬islam, dan di dalam Islam tidak ada bergolong-golongan.

Islam hanya satu. Nabi SAW mengajak kita untuk berserah diri kepada Allah. Tidak mengajak kita menyembah kelompok atau golongan. Maka tugas kita adalah mengajak kembali kaum Muslimin untuk kembali ke dalam Islam. Jadikan kehidupan Rasul sebagai contoh dan acuan dalam kehidupan kita. Begitu juga dengan kehidupan yang dikembangkan oleh para sahabat Rasulullah ajmain.

Tapi kalau kita masuk dalam perangkap golongan, kita akan menjadi kerdil dan kecil. Bukan sungai-sungai yang masuk ke dalam samudera, tapi menjadi air yang masuk ke dalam saluran- saluran air yang lebih kecil.

وَأَنَّ هَـٰذَا صِرَٲطِى مُسۡتَقِيمً۬ا فَٱتَّبِعُوهُ‌ۖ وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦ‌ۚ ذَٲلِكُمۡ وَصَّٮٰكُم بِهِۦ لَعَلَّڪُمۡ تَتَّقُونَ

Artinya: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa,” (QS: Al-An ‘am Ayat: 153)

Shirath menggambarkan jalan yang luas, sedangkan Sabil menggambarkan jalan kecil yang bercabang-cabang. Jika kita mengikuti jalan kecil yang bercabang-cabang, maka umat Islam akan terpecah dan terurai keadaannya. Tapi jika kita bersatu, setiap pembicaraan diarahkan kepada persatuan, setiap perbedaan dikembalikan kepada arah persatuan, dan setiap pembicaraan yang mengajak kita kepada perbedaan kita tinggalkan, maka insya Allah persatuan umat Islam, sungguh dekat.

Maka seruan Islam yang satu ini adalah seruan para nabi, bukan seruan baru. Seruan Islam ini adalah seruan yang mengajak kita bersatu dengan seluruh derap langkap alam raya.

Semua yang disampaikan oleh Al Quran adalah bimbingan yang digunakan oleh Rasulullah untuk mendidik umatnya. Dan semua perintah dalam Al Quran, memerintahkan kita untuk bersatu dan bukan bercerai berai. Mari kita terbuka merenungi ayat-ayat Allah, dan juga ayat-ayat Allah yang terhampar di seluruh bumi dan semesta.

Tugas kita tidak hanya mencerdaskan manusia agar menggunakan ilmunya untuk kebaikan dan memberikan manfaat kepada seluruh alam. Kita juga perlu membantu manusia lainnya untuk mensucikan dirinya, jiwanya. Menjadikan manusia sebagai makhluk yang beradab.

Allah telah meninggalkan pedoman hidup yang sangat jelas untuk manusia, kita dan hikmah. Kitab adalah Al Quran yang kita jadikan panduan. Sedangkan Al Hikmah adalah hikmah-hikmah yang dicerminkan melalui dan di dalam kehidupan Rasul kita, Muhammad SAW yang menjadi terapan dan sejalan dengan Al Quran, itulah yang kita yakini dari Rasulullah saw.

Mengapa demikian? Karena mana mungkin pedoman dan terapannya berbeda. Tujuannya jelas. Metodenya jelas. Al Quran pedomannya, dan kehidupan Rasulullah sebagai tata cara dan contoh aktualnya.

Maka kita menyeru kepada semua saudara kaum Muslimin yang terbuka pikirannya untuk merenungkan ayat-ayat dan kebesaran Allah, baik yang tersurat maupun yang tersirat. Sekarang tinggal bagaimana usaha kita menyiapkan konsep untuk membersihkan jiwa manusia, agar terbuka dan mudah menerima dan merenungi ayat-ayat Allah.

Shalat harus didorong dan dijelaskan kepada kaum Muslimin sebagai cara untuk membantu kita mendekatkan diri pada Allah dan memahami tujuan kehidupan manusia. Membaca Al Quran juga demikian, harus kita seru dan ajak agar tidak hanya berhenti mampu membaca, tapi selanjutnya juga mampu memahami dan seterusnya. Begitu juga puasa, berzakat dan berhaji harus kita jadikan sebagai alat dan sarana tazkiyatun nafs. Bangun di waktu malam, mendidik manusia untuk berkata baik, berlaku adil, berbuat mulia, mencintai kejujuran, hidup dalam kebersihan. Kita harus menjadi manusia, dengan ilmu dan dikaruniakan Allah dan yang mampu kita belajar, betul-betul dapat mengantarkan kita lebih mulia, menjadi insan kamil.

Al Quran telah membuktikan kepada kita bahwa keberhasilan Rasulullah saw adalah bagian dari perjalanan penerapan Al Quran. Al Quran telah menjadi anugerah yang sangat besar atas keberhasilan Rasulullah saw.

وَلَسَوۡفَ يُعۡطِيكَ رَبُّكَ فَتَرۡضَىٰٓ

Artinya: “Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas”. (QS: Adh-Dhuhaa Ayat: 5)

Sebenarnya, kita ini membawa sesuatu yang jelas, gamblang dan terang benderang. Islam yang Satu. Kita tidak mengajak kaum Muslimin menuju perpecahan. Kita tidak mengajak kaum Muslimin kepada perselisihan. Kita tidak mengajak kaum Muslimin dalam . Maka semoga Allah menguatkan dan melindungi kita. Memudahkan dan mengangkat derajat kita. Menggembirakan kita dengan kabar baik dan akhirnya yang baik. Maka kita sebagai orang-orang yang berdiri paling depan dalam menyeru persatuan umat ini, jangan lemah, jangan sedih, jangan risau dan jangan berputus asa. Karena Insya Allah kita berada di jalan yang benar. (T/P010/R11)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Chamid Riyadi

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0