menolong-300x153.jpg" alt="menolong" width="386" height="197" />Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Tentang keagungan akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dinyatakan oleh Allah sendiri di dalam firman-firman-Nya :
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya : “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS Al-Qalam [68]: 4).
Baca Juga: Masih Adakah yang Membela Kejahatan Netanyahu?
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahza [33]: 21).
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
Artinya : “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka…..”. (QS Al-Fath / 48 : 29).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-14] Tidak Halal Darah Seorang Muslim
Beliau Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah figur makhluq termulia, manusia paling dermawan, paling pemaaf, murah senyum, dan penuh kasih sayang dengan umatnya.
Telapak tangannya dipenuhi dengan curahan kebaikan, mengalir deras ibarat curahan air kedermawanan mengucur dari bukit kebaikannya. Beliau Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sosok insan yang gemar bershadaqah, memberi, berderma, tanpa pernah takut akan kefakiran dan kemiskinan dirinya.
Apalagi jika tiba saatnya bulan suci Ramadhan, kecepatan beliau dalam bershadaqah melebihi kecepatan hembusan angin. Begitu cepatnya dan begitu seketika tanpa perhitungan lagi. Begitu ada yang minta, kasih. Begitu ada yang memerlukan, beliau beri. Begitu ada yang butuh pertolongan, beliau bantu. Bahkan sebelum meminta pun beliau begitu perhatian dan peduh kepedulian.
Itulah ajaran Allah Yang Mahamulia, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyantun, yang dipraktikkan oleh Nabi-Nya yang mulia, untuk diikuti oleh umatnya.
Baca Juga: Masih Kencing Sambil Berdiri? Siksa Kubur Mengintai Anda
Hingga sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu pun memberikan kesaksiannya, yang artinya, “Rasul belum pernah menolak permintaan seseorang demi tegaknya Islam”. (Riwayat Muslim).
Demikian pula sahabat Jabir Radhiyallahu ‘Anhu pun berujar, yang artinya, “Sekali saja tidak pernah Rasul mengatakan ‘tidak!’ untuk menolak permintaan orang”. (Riwayat Bukhari Muslim).
Beliau Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah pimpinan rumah tangga yang senantiasa menyediakan hidangan di rumahnya untuk kaum dhu’afa, tetangga dan tamu yang memerlukannya. Beliaulah yang mengajari kita untuk memperbanyak kuah sayur, untuk berbagai sesama tetangga. Hingga pantaslah kalau beliau pun mengingatkan kita dalam sabda-sabdanya :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرمْ ضَيْفَهُ
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-13] Mencintai Milik Orang Lain Seperti Mencintai Miliknya Sendiri
Artinya : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia muliakan tetangganya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia memuliakan tamunya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Manusia Dermawan
Di dalam sebuah hadits disebukan:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى جَوَّادٌ يُحِبُّ الْجُوْدَ وَ يُحِبُّ مَعَالِيَ الْأَخْلاَقَ وَ يَكْرَهُ سَفْسَافَهَا
Baca Juga: Memilih Pemimpin dalam Islam
Artinya : “Sesungguhnya Allah Ta’alah Maha Pemurah, Dia mencintai sifat pemurah (dermawan), Dia mencintai akhlak yang tinggi dan membenci akhlak yang rendah.” (HR Baihaqi).
Teringat dengan suatu ketika, ketika berjalan di trotoar atau sekitar terminal bus antarkota, atau di dekat lampu merah, atau ketika usai shalat Jumat di halaman masjid, berjejer pengemis mengajukan tangannya untuk meminta. Ada beberapa anak kecil atau seorang ibu dengan iba sambil menggendong bayinya, terkadang mendatangi kita seraya merajuk, “Kasihan, Pak…..”. Lalu dengan berlalu begitu saja, tanpa sedikit perasaan iba dan tanpa merasa berdosa, karena memang sudah pandangan biasa. Tidak ada uang logam, apalagi uang kertas seribuan misalnya yang keluar dari kantong tebal kita, belum yang ada di rekening, dan sebagainya. Dengan anggapan “tidak mendidik”, “menjadi kebiasaan”, “ada koordinatornya”, dan sumpah serapah lainnya. Sementara apakah kita tahu bahwa mereka memang sudah makan enak tadi pagi? Sementara juga, apakah kita juga tahu uang recehan yang kita berikan itu untuk makan, minum atau untuk berfoya-foya? Di sisi lain, kita tidak malu-malu mengeluarkan uang Rp1.000,- untuk sekedar ‘maaf’ buang air kencing di toilet pom bensin.
Apakah juga kita tidak mempercayai lagi adanya malaikat-malaikat Allah yang mencatat kebaikan shadaqah hamba-hamba-Nya? Para malaikat yang sejak jaman Nabi juga mencatat shadaqah para sahabat mulia, dan malaikat-malaikat pencatat amal itu sampai sekarang masih hidup.
Suatu saat Penulis melihat pengemis tua di pinggir jalan, dengan baju lusuhnya, dan peci hitamnya yang juga lusuh. Saat tiba Maghrib, Penulis minggir ke sebuah musholla. Lalu shalat berjama’ah di situ. Eh, ternyata, pengemis tua dengan baju tua tadi, juga shalat berjama’ah juga.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-12] Tinggalkan yang Tidak Bermanfaat
Suatu Maghrib lain waktu, Penulis lagi-lagi shalat di musholla dekat pengemis tua tersebut, lagi-lagi orang itu pun ikut shalat berjama’ah. Siapa sangka dia lebih baik dari kita yang kadang atau bahkan seringkali mengabaikan shalat berjama’ah.
Lalu, mengapa dia memina-minta di pinggir jalan? Di manakah keluarganya, anak-anaknya yang telah menyia-nyiakan orang tua yang rajin shalat berjama’ah itu? Apakah memang Allah kirimkan dia ke muka bumi ini untuk menguji hamba-hamba-Nya yang lain, yang punya recehan untuk membantunya? Astaghfirullahal ‘adzim.
Suatu saat pula, di sebuah stasiun kereta di Bandung, Penulis dengan rombongan mau menuju ke Jakarta. Kali ini pengemis lagi-lagi lelaki tua dengan pakaian amat sederhana berjalan meminta-minta kepada orang yang lalu lalang. Saat Penulis dan beberapa orang mencoba memberinya, apa yang dia katakan? “Terima kasih? Muhun?” ternyata nggak! Lelaki tua berambut putih itu mengucapkan doa, “Jazaakallaah”. (artinya semoga Allah berkenan membalas dengan kebaikan). Lagi-lagi, “Astaghfirullahal ‘adzim”.
Teringat pada kisah agung, saat dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, pemimpin umat abad ini, Nabi dan Rasul utusan Allah, yang dicintai para malaikat dan seluruh makhluk-Nya yang baik-baik, pernah suatu hari didatangi seorang laki-laki peminta-minta, lalu beliau memberinya. Keesokan harinya, laki-laki peminta-minta itu datang lagi, Rasulullah juga memberinya lagi. Keesokan harinya, datang lagi dan kembali meminta, Rasulullah pun memberinya lagi. Keesokan harinya, ia datang kembali untuk meminta-minta.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-11] Ragu-ragu Mundur!
Kali ini Rasulullah berkata, “Aku sudah tidak mempunyai apa-apa lagi saat ini. Tapi, ambillah yang kau mau (dari suatu tempat makanan) dan jadikan sebagai hutangku. Kalau aku mempunyai sesuatu kelak, aku yang akan membayarnya.” Subhaanallaah.
Melihat kedermawanan itu, sahabat Umar bin Khattab lalu berkata, “Wahai Rasulullah, janganlah memberi di luar batas kemampuan engkau.” Rasulullah rupanya tidak terlalu menyukai perkataan Umar tadi. Tiba-tiba, datang seorang laki-laki dari sahabat Anshar sambil berseru, “Ya Rasulullah, jangan takut untuk terus saja berinfak. Jangan khawatir dengan kemiskinan.” Mendengar ucapan laki-laki tadi, Rasulullah tersenyum, seraya berkata kepada Umar, “Ucapan itulah yang diperintahkan oleh Allah kepadaku.” (HR Turmudzi).
Doa
Ya Allah, berilah kekuatan iman kepada hamba-Mu ini untuk mengimani Rasul-Mu dan mengikuti jejak kedermawanannya. Amin.
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
رَبَّنَا ءَامَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ
Artinya : “Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)”. (QS Ali Imran [3]: 53).
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin. (P4/P2.)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal