Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jejak Fatimah Adawiyah, Keliling Jabodetabek untuk Mengajarkan Al-Quran

Redaksi Editor : Arif R - 8 menit yang lalu

8 menit yang lalu

6 Views

Fatimah Adawiyah bersama suaminya, almarhum Adjie Muslim. (FOTO: Dok Keluarga)

SITI Fatimah Adawiyah bergabung bersama muslimat lainnya yang lebih dahulu hijrah ke Markas Shuffah Hizbullah Pesantren Al-Fatah, Cileungsi, Bogor. Ustaz Adjie Muslim (alm), suaminya sudah lebih dahulu pindah ke Cileungsi pada Oktober 1980 bersama istri keduanya, Sri Aminah.

Sebelumnya, baik Sri Aminah dan Fatimah Adawiyah bersama-sama membangun perkampungan islami di Muhajirun di Lampung Selatan.

Apa yang dikerjakan Fatimah di Cileungsi, tidak jauh beda dengan para muslimat pendamping suaminya yang berdakwah. Di Buku Bukan Orang Biasa, Kisah Para Pejuang di Jalan Dakwah yang diterbitkan MINA Publishing House, Adjie Muslim, terkenal juga sebagai ahli atau tukang bangunan, beberapa bangunan di Cileungsi di antaranya merupakan sentuhan tangan Adjie Muslim. Saat datang pertama ke Cileungsi, Fatimah satu rumah dengan Sri Aminah.

Fatimah mengajar anak-anak mengaji, saat itu kegiatan ibu-ibu di Pesantren Al-Fatah, Dusun Pasirangin, Cileungsi hampir sama, mengajar ngaji dan memasak untuk tamu-tamu yang hadir.

Baca Juga: Jejak Tukul Sunarto, Mendidik Jembatan Menuju Surga

Siti Fathimah Adawiyah memiliki sembilan anak dari pernikahannya dengan Adjie Muslim.  Fatimah lahir di Bandung dari seorang ayah bernama Aceng Yoyo dan ibu bernama Oma Qomariyah, keduanya dikenal sebagai pengajar Al-Qur’an yang tegas. Fatimah tumbuh menjadi perempuan yang tangguh dan penuh dedikasi. Ia menyelesaikan pendidikannya di Pendidikan Guru Agama (PGA).

Fathimah tidak hanya menjadi pendamping bagi suaminya dalam dakwah, tetapi juga menjadi tiang penyangga moral bagi sembilan anaknya. Sejak muda, Ibu Fathimah hidup dengan prinsip kesederhanaan. Penampilannya jauh dari mewah. Tidak seperti kebanyakan perempuan, ia tidak pernah mempermasalahkan pakaian yang ia kenakan.

Bagi Fatimah, pakaian hanyalah pelengkap hidup, yang penting adalah hati dan amal yang bersih. Meski sederhana, auranya tetap memancarkan keteduhan dan wibawa sebagai seorang ibu yang bijaksana.

Selama membersamai Adjie Muslim di Cileungsi, Fatimah tidak jarang diajak Adjie Muslim untuk ikut dalam kegiatan dakwah, termasuk menemaninya saat ceramah di sejumlah radio di Jakarta.

Baca Juga: Ustaz Anshorullah, Dai Pembuka Jalan Dakwah di Kalimantan

Adjie Muslim terkenal juga di komunitas warga Sunda di Jakarta, melalui siaran di Radio Kayu Manis, ia membawakan program bahasa Sunda yang didengar di seluruh wilayah Jabodetabek.

Fatimah memiliki 9 anak dan 30 cucu, ia memiliki jejak perjalanan yang panjang sebagai guru ngaji. Dari Cileungsi, Bekasi, dan Jakarta murid-muridnya tersebar.

Ia keliling mengisi, mengajar ngaji di beberapa tempat. Di Cileungsi sendiri sejak kedatangannya di tahun 1981 Ia mengabdikan dirinya untuk mendidik anak-anak kampung sekitar, Dusun Pasirangin.

”Selama bertahun-tahun emak ngajar ngaji keliling kampung, bahkan sampai Bekasi, Citeureup, dan Jakarta,” kata Lukmanul Hakim, salah satu anak Fatimah yang kini menjadi Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia.

Baca Juga: Buya Saleh Hafiz, Tinggalkan Bisnis Fokus Berdakwah

Dalam mendidik anak-anaknya, Fatimah selalu menanamkan nilai kesabaran. Jika salah satu anaknya berkelahi atau diperlakukan tidak adil oleh teman sebayanya, ia tidak pernah mengajarkan mereka untuk membalas. Sebaliknya, ia akan berkata dengan lembut:

“Sabar, Nak. Jangan balas kejahatan dengan kejahatan. Kita ini umat Rasulullah, harus mencontoh sifat beliau. Doakan orang yang menyakitimu agar Allah melembutkan hatinya.”

Meski anak-anaknya terkadang merasa kesal karena tidak diberi izin untuk membalas perlakuan buruk, lambat laun mereka memahami hikmah di balik ajaran ibunya. Kesabaran yang diajarkan oleh Fathimah menjadi bekal penting bagi mereka dalam menghadapi kehidupan.

Kehidupan keluarga Fatimah tidaklah mudah. Sebagai pendamping seorang dai yang sibuk berdakwah dan merintis pesantren, ia terbiasa menghadapi kekurangan. Tidak ada penghasilan tetap, hanya cukup untuk makan sehari-hari. Di masa sulit, ia mengajarkan anak-anaknya untuk bersyukur dengan apa yang ada.

Baca Juga: Keteladanan Sejati Fatimah Az-Zahra bagi Muslimah Sepanjang Zaman

“Kita tidak perlu hidup mewah, Nak, yang penting tidak lapar dan kita tetap shalat tepat waktu. Allah tidak akan meninggalkan kita selagi kita bergantung kepada-Nya.”

Fathimah adalah sosok yang memimpin dengan tindakan. Ketika anak-anaknya melihat ibunya berjalan jauh untuk mengajar ngaji di rumah warga atau masjid-masjid, mereka belajar arti kegigihan. Ketika mereka melihat ibunya memberi sedekah kepada anak-anak kecil meski uang di tangannya hanya sedikit, mereka belajar arti berbagi.

Sikap sabar dan rendah hati yang ia miliki membuatnya dicintai oleh banyak orang. Meski sederhana dalam penampilan, Fathimah memancarkan kecantikan batin yang tidak bisa diukur dengan materi.

Ia juga pernah gundah ketika salah satu anaknya, Muhammad Husein, berangkat ke Gaza untuk menjadi relawan membangun Rumah Sakit Indonesia. Husein kini menjadi aktivis yang terus menyuarakan pembelaan untuk Gaza, Palestina.

Baca Juga: Pesona Fisik Nabi Muhammad SAW: Dalam Kilau Hadits Syamail Muhammadiyah

Kisah hidup Ibu Siti Fathimah Adawiyah mengajarkan kita bahwa kesederhanaan dan kesabaran adalah kunci kehidupan yang penuh keberkahan.

Sebagai seorang ibu, ia menjadi teladan dalam menunjukkan bahwa cinta sejati kepada anak-anak tidak hanya dinyatakan dengan kata-kata, tetapi juga dengan tindakan nyata yang penuh keikhlasan.

Anak-anak Fatimah, seperti Ilman Hidayat, Aceng Mukhlis, Istiqomah, Lukmanul Hakim, Uwais Alfaqih, Muhammad Yamin, Muhammad Husein, Siti Masyitoh, dan Daviq Nur’Aly, sosok ibunya merupakan orang penyabar dan bukan tipe pendendam.

”Emak itu penyabar, lapang dada dan tak ada iri hati,” ujar Istiqomah anak ketiga Fatimah.

Baca Juga: Bintu Al-Syathi’ Mufassirah Hebat dari Mesir

Di usianya yang tidak lagi muda, Fatimah merindukan masa lalu yang tak mungkin berulang. Perjalanannya mengajar ngaji dari satu tempat ke tempat lain ingin rasanya ia ulang kembali. Namun, kesehatannya tak mendukung dan saat ini ia sering berada di rumah.  [annisa]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Mahathir Mohamad Genap Berusia 100 Tahun

Rekomendasi untuk Anda