JIC Adakan Diskusi tentang Sejarah dan perkembangan Islam di Thailand

Jakarta, MINA – Jakarta Islamic Center () pada Kamis (14/11) mengadakan diskusi
bertajuk “ di Patani () dan Pengaruh nya di Betawi” di JIC, Jakarta Utara.

Hadir sebagai pembicara, Prof. Muhammad Zakee Cheha, Direktur Pascasarjana Fathoni Universiti, Rahmad Zailani Kiki, Kepala Divisi Pengkajian dan Pendidikan Jakarta Islamic Center, serta Nur Rahmah, Peneliti Puslitbang Lektur Kementerian Agama Republik Indonesia.

Rahmad Zailani Kiki mengatakan, diskusi ini diadakan sebagai sarana untuk mempublikasikan hasil riset JIC yang pernah melakukan riset lapangan ke Patani pada tahun 2015 untuk menemukan titik sambung diantara ulama Patani dengan Betawi.

“Di samping itu, diskusi ini juga diadakan untuk menguji dan memperbarui kembali hasil riset tersebut, dan rencananya pada tahun 2020 kembali akan dilakukan riset lapangan ke Pattani untuk menyempurnakan datanya dan hasilnya yang akan dibukukan,” ujar Rahmad.

JIC menemukan, titik sambung itu ditemukan dari Syekh Abdul Shomad Al-Jawi Al-Falimbani yang merupakan guru bagi ulama di Patani dan di Betawi.

Sebelum Syekh Abdul Shomad Al-Jawi Al-Falimbani meninggal dunia, beliau dan murid-muridnya menyebarkan tarekat Sammaniyah di tanah Betawi, bahkan beliau pernah datang ke Betawi bersama Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dan Syekh Abdurrahman Al-Mashri untuk meluruskan arah kiblat Masjd Al-Mansur, Sawah Lio, Jembatan Lima, Jakarta Barat, pada tahun 1767 M.

Adapun Muhammad Zakee Cheha mengatakan, perkembangan Islam di Thailand dimulai sebelum Kerajaan Siam menguasai Kerajaan Melayu Patani.

Ia mengungkapkan, Thailand bagian selatan pada masa dahulu pernah berbentuk satu daulat Islam, kawasan ini merupakan basis masyarakat Melayu – Muslim. kawasan ini menjadi daerah konflik yang berkepanjangan hingga hari ini.

konflik di bagian Thailand Selatan itu terjadi sejak penyerahan wilayah utara Melayu oleh pemerintah Kolonial Inggris kepada Kerajaan Siam dengan perjanjian Anglo diantara Inggris Siam, pada 10 Mei 1909.

Dengan perjanjian ini kerajaan Siam mencabut hak-hak dan martabat . Akibatnya, muncul aksi-aksi perlawanan yang dianggap oleh pemerintah pusat sebagai separatisme sehingga diberlakukan darurat militer di wilayah tersebut. (R/NSD/Ast/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: sri astuti

Editor: Rudi Hendrik

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.