Wakil Jubir Sekjen PBB Khawatirkan UU Larangan Azan Israel

Pasukan Israel berjaga di Masjid Al-Aqsha.

Yerusalem, 12 Jumadil Akhir 1438/ 11 Maret 2017 (MINA) – Wakil Juru Bicara Sekjen PBB Farhan Haq mengkhawatirkan undang-undang pelarangan azan yang buat oleh Israel.

Menurut Haq, pihaknya akan menekankan perlindungan kebebasan beragama di Israel, demikian yang diberitakan MEMO dan dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

“Tentu saja kami ingin memastikan hak-hak semua orang, termasuk hak-hak agama dari semua orang agar dihormati,” kata Farhan Haq pada hari Jumat (10/3).

Dia mengatakan, peraturan itu masih pada tahap awal dan akan terus dipantau dengan hasil dari peraturan yang berlaku.

Sementara itu, seorang juru bicara dari sebuah organisasi di Amerika Serikat yang menentang , , menentang kebijakan pemerintah Israel itu dan berencana akan melakukan protes di New York City.

Komite Menteri Israel pada Ahad, 12 Februari 2017, mengesahkan RUU yang melarang azan di masjid menggunakan pengeras suara.

Aturan itu akan mencakup rumah ibadah selain masjid. Namun, kalangan sipil mengecam keras langkah pemerintah Israel yang dianggap bertentangan dengan kebebasan beragama.

Wilayah pendudukan Israel selama ini ditempati oleh beragam etnis. Sekitar 17,5 persen di antaranya merupakan etnis Arab yang beragama Muslim.

Meski undang-undang itu tidak menyebutkan agama tertentu, tapi telah populer dengan sebutan “UU muazin”.

Sebelumnya, draf awal ditolak karena dibungkam oleh persamaan sirene yang terdengar di lingkungan Yahudi saat matahari terbenam pada hari Jumat yang menandai dimulainya hari Sabat (Sabtu).

Versi larangan revisi diperkuat dengan kalimat “suara setiap malam”, dari pukul 11:00 pm hingga 07:00 am waktu lokal. Pasal itu akan membatasi ruang lingkup panggilan azan untuk salat Subuh.

“Hukum ini tidak ada urusannya dengan kebisingan atau dengan kualitas hidup, tapi hanya hasutan rasis terhadap minoritas nasional,” kata anggota Knesset etnis Arab Israel Ayman Odeh, Ketua Joint List dalam sebuah pernyataan.

“Suara muazin itu terdengar di sini jauh sebelum rasis dari pemerintah (Perdana Menteri Benjamin) Netanyahu,” katanya.

Sementara Presiden Israel Reuven Rivlin telah berbicara menentang RUU yang telah memicu kemarahan di seluruh dunia Muslim tersebut.

Menurut pejabat Israel, jika disahkan menjadi UU, RUU itu akan berlaku untuk masjid di Yerusalem yang diduduki serta di Israel, tetapi tidak untuk kompleks Masjid Al-Aqsa yang sangat sensitif, tempat suci bagi tiga agama. (T/P3/RI-1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)