Pada hari sebelum kelima anaknya disidang di pengadilan Negara Bagian Assam di India timur laut untuk membuktikan bahwa mereka adalah warga negara asli, Rahim Ali gantung diri di luar gubuknya di desa Banti Pur di distrik Barpeta.
Menurut Hialimun Nessa (32), istrinya, suaminya khawatir anak-anaknya akan dikeluarkan dari daftar warga negara pemerintah yang akan diterbitkan pada hari Sabtu, 31 Agustus 2019. Ia berdiri di atas kuburan Ali yang masih baru. Dia takut mereka sekeluarga akan dikirim ke kamp tahanan.
“Dia mengatakan kita tidak punya uang untuk melawan kasus ini,” kata Nessa kepada Associated Press. “Dia berpikir bahwa anak-anaknya akan dibawa pergi. Dia pergi ke pasar, pulang dan melakukan ini.”
Nessa menambahkan bahwa dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan jika nama anak-anaknya tidak muncul di Daftar Nasional Warga Negara (NRC).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Para kritikus khawatir daftar NRC terakhir akan meninggalkan jutaan orang tanpa kewarganegaraan. Pemerintah yang dipimpin nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi, yang sepenuhnya mendukung proyek kewarganegaraan di Assam, berjanji untuk meluncurkan rencana serupa di seluruh negeri.
Pemerintah telah meyakinkan bahwa orang-orang yang tidak terdaftar dalam daftar akhir akan diberikan kesempatan untuk membuktikan kewarganegaraan mereka. Tetapi orang-orang dengan penuh kecemasan menunggu daftar itu dirilis.
Sementara itu, Habibur Rahman dan istrinya Aklima Khatun bersama putra mereka, Nur Alam dan Faridul Alam, termasuk di antara empat juta orang yang tidak masuk daftar tahun lalu. Namun dua putri mereka, Samira Begum (14) dan Shahida Khatun (11) berhasil masuk dalam daftar.
Mereka telah menyerahkan dokumen sebagai bagian dari proses banding.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
“Saya tidak pernah khawatir seperti ini. Ini adalah ujian terbesar dalam hidupku. Jika nama kami tidak ditampilkan dalam daftar terakhir, apa yang harus kami lakukan?” kata Rahman dari desa Goroimari di distrik Kamrup, lebih dari 66 kilometer dari ibu kota negara bagian Guwahati.
Mereka yang dicurigai berada di negara bagian itu tanpa dokumen harus membuktikan kewarganegaraan mereka di bawah apa yang dipandang sebagai sistem yang birokratis dan berantakan.
Sebagian orang, kebanyakan Muslim, mengeluh tentang pelecehan dari pejabat NRC ketika mereka dipanggil dalam waktu singkat dan melakukan perjalanan hingga 400-500 km dari rumah mereka untuk audiensi.
“Kami melakukan semua yang diminta untuk membuktikan bahwa kami adalah orang India. Kami merasa itu adalah akhir dunia kami,” kata Bahatan Khanam (35).
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
Khanam dari desa terpencil Dakhin Godhani di Barpeta menerima pemberitahuan pada 5 Agustus lalu. Dia diminta untuk menghadiri sidang pada 6 Agustus di distrik Golaghat, yang terletak sekitar 400 km jauhnya.
“Sekarang, saya hanya berharap nama saya muncul dalam daftar. Itulah impian terakhir yang dapat dimiliki siapa pun. Kami telah lama menunggu hari ini. Jika nama itu muncul, saya berharap dapat menjalani kehidupan yang bermartabat sebagai orang India dan jika tidak, perjuangan akan berlanjut,” kata Khanam kepada Al Jazeera.
Para kritikus memandang proses NRC sebagai upaya untuk mendeportasi jutaan Muslim minoritas, banyak di antaranya telah memasuki India dari negara tetangga Bangladesh.
Orang-orang seperti Rahman khawatir. “Saya sudah menyerahkan semua dokumen yang diperlukan. Kami memiliki surat tanah atas nama ayah kami yang berasal dari tahun 1948. Apa lagi yang kami butuhkan untuk membuktikan kewarganegaraan kami?” tanya Rahman.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Pemerintah India berupaya meredakan kekhawatiran menjelang “daftar warga” yang akan segera terjadi.
“JANGAN PERCAYA RUMOR TENTANG NRC,” kata seorang juru bicara Kementerian Dalam Negeri India di Twitter dalam huruf kapital.
Puluhan ribu personel paramiliter dan polisi telah dikerahkan sebelum publikasi daftar warga.
Polisi mengatakan, 60.000 polisi negara bagian dan 19.000 personel paramiliter akan bertugas pada hari Sabtu (31/8).
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
“Semua tindakan pencegahan telah diambil dengan mengerahkan kekuatan besar pasukan keamanan,” kata Kepala Kepolisian Assam Kuladhar Saikia.
Tetapi mereka yang telah memimpin perjuangan untuk daftar seperti itu mengatakan, proyek tersebut dimaksudkan untuk melindungi identitas budaya masyarakat adat Assam, tidak peduli apa keyakinan mereka.
Orang-orang yang dikecualikan tersebut dianggap orang asing, kecuali mereka dapat membuktikan sebaliknya di salah satu dari ratusan badan semi-yudisial yang dikenal sebagai “Pengadilan Asing” yang dipimpin oleh orang-orang yang bukan hakim.
Mereka memiliki 120 hari untuk mengajukan banding ke pengadilan dan dapat membawa kasus mereka ke pengadilan yang lebih tinggi. Jika tidak ada banding diajukan, hakim distrik membuat referensi ke pengadilan untuk melucuti kewarganegaraan mereka.
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Tidak jelas apa yang akan terjadi pada mereka yang akhirnya dicap sebagai orang asing karena India tidak memiliki perjanjian dengan Bangladesh untuk mendeportasi mereka. (AT/RI-1/P1)
Sumber: Al Jazeera
Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global
Mi’raj News Agency (MINA)