Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kampanye Kartu Presiden, Diimbau Tak Beri Harapan Kosong

Risma Tri Utami - Rabu, 6 Maret 2019 - 22:52 WIB

Rabu, 6 Maret 2019 - 22:52 WIB

4 Views ㅤ

Jakarta, MINA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengampanyekan tiga ‘kartu sakti’ kepada publik. Rencana penerbitan tiga kaertu tersebut menuai kritik. Selain tak ada pos anggarannya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, pemerintah juga masih dibebani utang sebesar Rp 4,498 triliun.

Menyikapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengimbau pemerintah agar tidak memberi harapan kosong kepada rakyat dengan tiga kartu tersebut.

“Kartu-kartu ini permainan kata-kata saja. Apalagi, praktiknya enggak bisa dipastikan sumber pendanaannya. Dalam APBN 2019 tidak ada alokasi untuk kartu sakti tersebut. Utang pemerintah pusat saja hingga Januari sudah tembus Rp 4.498 triliun. Naik 13,6% dibandingkan posisi Januari 2018 sebesar Rp 3.958,66 triliun,” ujar Heri di Jakarta, Rabu (6/3).

Adapun ketiga kartu sakti tersebut adalah Kartu Sembako Murah (untuk mengakses kebutuhan sembako), Kartu Pra-Kerja (untuk mengakses kebutuhan pekerjaan), dan Kartu Indonesia Pintar (untuk mengakses kebutuhan pendidikan hingga perguruan tinggi).

Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan

“Sebaiknya pemerintah berhati-hati dan tak mengumbar janji berlebihan. Pasalnya, janji kerja layak, upah layak, dan hidup layak bagi para buruh pun belum direalisasikan,” tutur Heri.

Di sisi lain, subsidi-subsidi kecil saja yang harusnya diberikan kepada rakyat belum terealisasi. Yang jelas, lanjut politisi Partai Gerindra ini, keuangan negara akan terus terbebani, karena anggaran 2019 sudah disetujui pada 2018 lalu. Sementara untuk tahun anggaran 2020, belum ada pembahasan.

“Logikanya, gaji guru saja belum dibayar, masa mau nambah utang lagi. Sebaiknya, utang digunakan untuk hal-hal yang bersifat produktif, agar tidak membebani keuangan negara,” kata Heri.

Menurutnya, sumber-sumber penerimaan negara juga belum bisa diandalkan untuk mendanai program-program baru dari pemerintah. Sementara tax ratio relatif stagnan karena iklim usaha belum tumbuh.

Baca Juga: Lewat Wakaf & Zakat Run 2024, Masyarakat Diajak Berolahraga Sambil Beramal

“Rakyat harus dididik lebih realistis daripada diberi janji yang belum tentu bisa diwujudkan,” pungkas Heri. (R/R09/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Prof Abd Fattah: Pembebasan Al-Aqsa Perlu Langkah Jelas

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Ekonomi