Jakarta, 9 Rajab 1438/ 6 April 2016 (MINA) – Kapala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Tito Karnavian, mengatakan Amerika Serikat (AS) dan Rusia harus mengesampingkan setiap perbedaan padangan politik terkait Suriah agar operasi militer memberangus kelompok Islamic State (ISIS/Daesh) bisa berjalan efektif.
Tito menyatakan, perkembangan ISIS di Suriah, Irak, dan di beberapa tempat di dunia tidak bisa dilepaskan dari masalah politik lokal di Suriah.
AS dan koalisi mendukung pihak pemberontak moderat yang ingin menumbangkan rezim Bashar al-Assad, sebaliknya Moskow dan mitra Suriah, termasuk Iran, menyokong Al-Assad.
Tito menegaskan perbedaan pandangan antara AS dan Rusia terkait konflik di Suriah telah menguntungkan posisi ISIS dan simpatisannya di Timur Tengah dan di luar kawasan.
Baca Juga: Prediksi Cuaca Jakarta Akhir Pekan Ini Diguyur Hujan
“Kasus ISIS ini ada masalah lokal di sana, terkait politik lokal di Suriah, di mana pemerintahan Bashar al-Assad disokong oleh Rusia, sementara kelompok pemberontak didukung oleh AS. Nah, ISIS ini ada di tengah-tengah, mencari kesempatan,” kata Tito di Kedutaan Besar Rusia di Jakarta, Kamis (6/4).
“Makanya (masalah ISIS) lebih rumit daripada kasus Al-Qaeda di Afghanistan,” kata Tito.
Tito mendatangi Kedutaan Besar Rusia di Kuningan untuk menerima penghargaan Peringatan 100 Tahun Kerja Sama Kepolisian Internasional (100 Years of International Police Cooperation) yang diberikan oleh pemerintah Federasi Rusia, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, lembaga yang membawahkan kepolisian. Medali penghargaan disematkan langsung oleh Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Galuzin.
Sebagai negara yang memiliki hubungan baik dengan Rusia dan AS, ujar Tito, Indonesia bisa menjadi jembatan untuk memecahkan kebuntuan pandangan antara AS dan Rusia untuk kepentingan melawan ISIS.
Baca Juga: Menag Tekankan Pentingnya Diplomasi Agama dan Green Theology untuk Pelestarian Lingkungan
“Amerika dan Rusia (perlu) menepikan perbedaan politik lokal, selesaikan dulu IS. Kalau soal politik lokal tidak akan selesai-selesai karena keduanya berseberangan, tapi IS yang diuntungkan,” kata Tito.
“Kita mencoba memediasi itu, syukur kalau kedua belah pihak bertemu sendiri. Apa lagi kebetulan hubungan Presiden Donald Trump dengan Rusia relatif cukup baik,” ujarnya.
Tito berharap kerja sama pertukaran informasi intelijen antara Indonesia dan Rusia bisa ditingkatkan. Ia mengaku antusiasme Moskow untuk menjalin kerja sama di bidang intelijen dan keamanan dengan Indonesia sangat tinggi.
Ia menyebut kerja sama antara dua negara sangat penting karena sejauh ini sudah sekitar 600-700 warga Indonesia yang berangkat ke Suriah untuk begabung dengan kelompok bersenjata di sana. Sementara warga Rusia yang mendatangi Suriah mencapai 7.000 orang.
Baca Juga: Menhan: 25 Nakes TNI akan Diberangkatkan ke Gaza, Jalankan Misi Kemanusiaan
“Nah, bisa saja ratusan dari Indonesia dan ribuan dari Rusia bertemu dan membentuk kerja sama. Karena mereka kerja sama ya kita juga harus kerja sama, tidak bisa berjalan sendiri-sendiri,” kata Tito.
Saat ini, kata Tito , Indonesia dan Rusia membangun kerja sama di bidang pertukaran informasi intelijen, capacity building atau pelatihan-pelatihan, dan dialog dua negara. (L/R11/B05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: BMKG: Waspada Gelombang Tinggi di Sejumlah Perairan Indonesia