Oleh: Nurhadis, Wartawan MINA, Kepala Biro MINA Sumatera
Sebuah buku berjudul Kepemimpinan Militer yang ditulis Jendral Prabowo Subianto baru saja diterbitkan.
Prabowo Subianto pernah memegang berbagai jabatan strategis di lingkungan TNI, antara lain Dan Jen Kopassus, Panglima Kostrad dan saat ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
Ia menulis dalam bukunya ini, terdapat lima unsur kepemimpinan yang harus, tidak boleh tidak, dimiliki oleh seorang pemimpin yang menginginkan keberhasilan dalam kepemimpinan.
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Kelima unsur tersebut yaitu; keberanian, kesetiaan, kepribadian, semangat, serta kemampuan atau kecapakan profesional. Dalam hal kepribadian, pemimpin tentu harus memiliki kepribadian yang menonjol dan baik.
Kepribadian yang baik adalah pribadi yang selalu mengutamakan kepentingan yang lebih besar daripada kepentingan pribadi, selalu jujur, rendah hati, rela berkorban, dan tidak mudah goyah oleh keadaan yang rumit sekalipun.
Dahulu kala, karakter kepemimpinan kesatria diistilahkan dengan Hastabrata. Hastabrata berasal dari kitab Hindu, Manawa Dharmasastra dikatakan pemimpin bertindak sesuai karakter para dewa maka pada saat itu Hastabrata menjadi tolok ukur sebuah kepemimpinan.
Saat agama Islam memasuki pulau Jawa nilai luhur para dewa sebagai unsur hastabrata disesuaikan dengan prinsip-prinsip Islam yang kemudian mengubah konsep dewa-dewa di hastabrata menjadi 8 unsur alam. Transformasi sifat-sifat dewa menjadi 8 unsur alam sendiri tercatat dalam naskah Pustaka Raja Purwa.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Hastabrata merupakan ilmu yang harus dimiliki pemimpin dengan petunjuk hati nurani yang bersih untuk mengalahkan kejahatan prabu kalamurka. Secara etimologis Hasta berarti delapan, sedangkan Brata berarti laku watak sifat atau karakter.
Karakter pemimpin yang pertama dalam Hastabrata yaitu Jayadri (Samudera). Pemimpin harus mempunyai pandangan luas, mampu menampung hal-hal yang tidak baik tetapi selalu mengeluarkan yang baik. Bersifat luas, tenang dan berombak. Hendaknya pemimpin mampu memiliki pandangan dan pengetahuan yang luas, mampu menampung aspirasi masyarakatnya serta memberikan solusi dengan kebijaksanaannya dan selalu tenang dalam menghadapi goncangan.
Dalam Islam, ketika akan memilih Imaam shalat, Rasulullah Shallallahu A’laihi Wa Sallam justru mensyaratkan yang utama adalah yang paling hafal Al-Qur’an dan paling tahu tentang sunnah. Ini menggambarkan keluasan pengetahuan bagi seorang pemimpin merupakan hal yang wajib dimiliki seorang pemimpin dalam Islam. Maka karakter Jayadri dalam Hastabrata tentu sejalan dengan nilai-nilai keislaman.
Kedua, Chandra (bulan). Pemimpin diharapkan mampu meniru sifat bulan, mampu menyinari kegelapan malam. Sosok pemimpin harus mampu memberikan semangat, dukungan dan motivasi saat suka maupun duka apapun dan bagaimanapun situasi dan kondisinya pemimpin harus hadir.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Sebagaimana kehadiran Baginda Nabi Muhammad Shallallahu A’laihi Wa Sallam ke dunia di saat manusia berada dalam kegelapan dan kelamnya kehidupan, tidak ada cahaya petunjuk risalah Nabi. Kehadiran pemimpin di tengah masyarakat hendaknya menjadi penerang dengan berpedoman kepada Al-Qur’an dan Sunnah.
Ini ditegaskan dalam QS. Ali-‘Imran:164,“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.
Berikutnya yang ketiga, Kartika (bintang), bersifat memancarkan kemilau di tempat yang tinggi. Pemimpin sudah sepatutnya mampu memberikan pedoman pembimbing arah pada kebaikan dan mampu memberikan suri tauladan walaupun pemimpin berada di puncak kepemimpinan yang paling tinggi sekalipun.
Sifat kartika ini telah dicontohkan oleh pemimpin umat Islam, Rasulullah Shallallahu A’laihi Wa Sallam, bahkan tercatat di dalam Al-Qur’an. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS Al Ahzab : 21).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Karakter keempat, Arga (gunung), pemimpin harus memiliki sifat teguh dan kokoh seperti gunung. Memiliki keteguhan, kekuatan fisik dan psikis serta tidak mudah menyerah dalam menegakkan kebenaran.
Hal ini tercermin dari keteguhan, kekuatan fisik dan psikis Rasulullah Shallallahu A’laihi Wa Sallam beserta para sahabat. Kita bisa bercermin dari sejarah perang Khandak (parit). Panjang parit diperkirakan mencapai 5.544 meter, lebar 4,62 meter, dan kedalaman 3,2 meter. Disebutkan pula dalam riwayat lain, panjang parit itu sekitar 5.000 hasta dan lebarnya sembilan hasta. Maka, setiap 10 orang mendapat jatah untuk menggali sekitar 40 hasta, dan dikerjakan dalam waktu 9-10 hari, bahkan dalam riwayat lain dikatakan hanya dalam waktu 6 hari.
Ketika para sahabat mendapatkan batu besar yang tidak bisa dipecahkan saat proses penggalian parit, maka Rasulullah mulai memukul batu tersebut. Beliau memulainya dengan membaca Bismillah, lalu memukul dan berhasil menghancurkan batu besar tersebut. Ini menunjukkan kekuatan Rasulullah sebagai pemimpin.
Kelima, sifat Buana atau bahana (bumi) digambarkan pemimpin seperti bumi yang selalu siap dan mampu menjadi sumber kebutuhan hidup bagi siapa pun. Mengerti apa yang dibutuhkan oleh yang dipimpinnya dan memberikan apa yang dibutuhkan siapa saja tanpa pilah-pilih.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Tanggung jawab besar seorang pemimpin dalam mengemban amanah memimpin rakyatnya dengan membuat kebijakan-kebijakan yang dibutuhkan untuk kesejahteraan rakyatnya.
Adapun sifat yang keenam, Dahana (api) diharapkan pemimpin mampu membakar semua yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan berani menegakkan kebenaran secara tegas tanpa pandang bulu. selain itu api digambarkan sebagai energi seorang pemimpin yang diharapkan mampu menghangatkan hati dan membakar semangat anak buahnya untuk berbuat kebaikan dan memerangi kejahatan.
Dalam hal ketegasan, Allah memerintahkan dalam QS. An-Nisa: 135. ”Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Pemimpin yang menegakkan kebenaran akan menciptakan masyarakat dan umat terbaik. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imron: 110, ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Sifat ketujuh dalam Hastabrata, yaitu Bayu (angin). Pemimpin diminta untuk mampu bergerak dan berada di sekeliling anak buahnya tak mengenal tempat dan waktu. Pemimpin harus mampu berbaur di semua lapisan masyarakat dan bersikap adil tidak diskriminatif.
Karakter ini tentu tergambar dalam diri suri tauladan kita Muhammad Shallallahu A’laihi Wa Sallam. Beliau selalu berada di tengah-tengah umat dari berbagai lapisan, bahkan dekat dengan rakyat kecil. Karakter ini juga dimiliki pelanjut Rasululullah yaitu Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin.
Terakhir, karakter kedelapan, yaitu Surya (matahari). Pemimpin selalu menjadi sumber energi bagi lingkungan sekitar. Energi pemimpin harus mampu memberi petunjuk dan menjadi solusi atas masalah-masalah yang dihadapi anak buahnya.
Para nabi yang telah dipilih Allah diutus sebagai pemimpin untuk memperoleh bimbingan sekaligus ditugasi menuntun manusia menuju kebenaran Ilahi. Itulah sebabnya Rasulullah Shallallahu A’laihi Wa Sallam diberikan mukjizat Al-Qur’an, kalam ilahi sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Menutup tulisan ini, penulis mengutip pepatah kuno Belanda,”Leiden is Lijden” yang artinya, memimpin adalah menderita. Mudah-mudahan tulisan ini menjadi pengingat bagi kita generasi muda pelanjut estafet kepemimpinan peradaban dunia, bahwa untuk menjadi pemimpin yang besar dengan karakter Hastabrata diperlukan kesungguhan juga pengorbanan yang juga besar, dan semoga kita mampu. (A/B03/P1)
Mi’raj News Agency (MINA).
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin