Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KEISTIMEWAAN PANGLIMA TERMUDA DAN KEAMANAHAN ABU BAKAR

Admin - Ahad, 14 Juli 2013 - 13:07 WIB

Ahad, 14 Juli 2013 - 13:07 WIB

1810 Views ㅤ

Oleh Rudi Hendrik

Usamah bin Zaid bin Haritsah dikenal juga dengan sebutan Hibbu Rasulillah (Kesayangan Rasulullah). Rasulullah SAW pernah bersabda tentang putera Ummu Aiman ini kepada para sahabat, “Usamah bin Zaid adalah orang yang paling aku cintai  atau termasuk yang paling aku cintai. Aku berharap ia akan menjadi orang yang baik di antara kalian. Maka dari itu, hendaklah kalian menasehatinya dengan baik.”

Gugurnya sang ayah, Zaid bin Haritsah di perang Mu’tah, membuat Usamah sangat sedih. Sejak saat itulah Usamah dalam asuhan Rasulullah SAW, sehingga Usamah mendapat panggilan ‘Kesayangan Rasulullah’ dan ‘Anak dari Kesayangan Rasulullah’.

Rasulullah SAW sangat menyayangi Usamah, sampai-sampai beliau membonceng sendiri Usamah di belakangnya di atas keledai saat pembebasan Makkah.

Baca Juga: Transformasi Mardi Tato, Perjalanan dari Dunia Kelam Menuju Ridha Ilahi

Menjelang Perang Uhud, Usamah bersiap-siap pergi ke Uhud untuk berperang dalam barisan kaum Muslimin. Saat itu usianya baru 14 tahun. Tetapi Rasulullah SAW menolak keikutsertaan Usamah karena usianya masih terlalu muda.

Usamah kembali berniat ikut dalam Perang Khandaq bersama Rasulullah SAW, kali ini ia diijinkan ikut serta. Dalam Perang Mu’tah, Usamah berperang di bawah panji ayahnya, yang kemudian di sanalah ayahnya syahid.

Pada Perang Hunain, pasukan Muslimin bergerak dari Makkah. Jumlah pasukan Muslimin yang sangat besar dan dilengkapi persenjataan yang kuat, membuat kaum Muslimin dihinggapi rasa sombong di hati mereka.

Ketika pasukan tiba di lembah Hunain, kaum Muslimin disergap secara tiba-tiba dengan hujan panah dari segala penjuru, sehingga mereka kacau balau. Tetapi Usamah bersama sebelas orang lainnya tetap kokoh, sementara pasukan Muslimin yang lain mundur ke belakang. Akhirnya Rasulullah SAW berhasil menghimpun pasukannya kembali dan kemenangan diraih umat Islam.

Baca Juga: Dato’ Rusly Abdullah, Perjalanan Seorang Chef Menjadi Inspirator Jutawan

Usamah bin Zaid yang berusia 16 tahun sanggup bertahan bersama sebelas orang lainnya, di antaranya adalah Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Abbas bin Abdul Muthathalib, dan Ali bin Abi Thalib.

Keberanian Usamah sangat berkesan di diri Nabi SAW. Melihat keteguhan hati dan tekad Usamah yang kuat, maka Nabi SAW tidak ragu lagi untuk menyerahkan kepemimpinan pasukan kepadanya.

Rasulullah SAW berniat melanjutkan pembebasan Romawi. Sudah sejak lama mata-mata Romawi mengikuti perkembangan kaum Muslimin. Akhirnya Rasulullah SAW memutuskan mengirimkan pasukan ke Romawi tanpa melupakan syahidnya tiga orang sahabatnya dalam Perang Mu’tah, yaitu Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah.

Tahun 11 H, Rasulullah SAW mengeluarkan perintah mobilisasi umum untuk membangun pasukan yang besar. Seruan itu disambut oleh seluruh kaum Muslimin, termasuk para sahabat senior ikut serta dalam pasukan itu. Di antaranya Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Saad bin Abu Waqash dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Namun justeru Usamah yang dipilih oleh Nabi SAW sebagai panglima, padahal usianya 20 tahun. Maka Usamah menjadi Panglima Islam termuda dalam sejarah Islam.

Baca Juga: Hambali bin Husin, Kisah Keteguhan Iman dan Kesabaran dalam Taat

Namun mobilisasi umum itu tertunda, karena Rasulullah SAW jatuh sakit. Suatu hari Rasulullah SAW keluar ke masjid dalam kondisi sakit, kemudian beliau berkhutbah kepada para sahabatnya:

Wahai sekalian manusia, laksanakan misi Usamah. Demi umurku, jika kalian menyangsikan kepemimpinannya, maka kalian juga menyangsikan kepemimpinan ayahnya sebelum ini. Sungguh, ia sangat pantas memegang kepemimpinan pasukan, sebagaimana ayahnya sangat pantas memimpin (pasukan).”

Setelah menyampaikan khutbahnya, Rasulullah SAW kembali ke rumah Aisyah. Saat itu hari Sabtu. Pada hari Ahad, sakit beliau semakin parah. Maka datanglah Usamah ke rumah Nabi SAW dari Jurf, tempat kemah pasukan Usamah.

Sesampainya Usamah di hadapan Nabi SAW, Usamah menunduk hingga beliau menciumnya. Usamah mendapati Nabis SAW saat itu tidak berbicara sepatah kata pun. Kemudian Nabi SAW mengangkat tangannya ke atas dan meletakkan keduanya ke tubuh Usamah. Maka tahulah Usamah bahwa Nabi SAW sedang mendoakannya.

Baca Juga: Dari Cleaning Service Menjadi Sensei, Kisah Suroso yang Menginspirasi

Rasulullah SAW pun wafat sebelum menyaksikan Usamah memimpin pasukannya melawan pasukan Romawi.

Keamanahan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq

Setelah Rasulullah SAW wafat, kaum Muslimin kembali dilanda kebimbangan dalam pengiriman pasukan Usamah. Akan tetapi, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dengan tegas berkata, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, andai kata binatang buas menerkamku, aku akan tetap mengirimkan pasukan Usamah sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah SAW.”

Namun demikian, meskipun pendirian Abu Bakar sudah sangat jelas dan tegas dalam mengangkat Usamah sebagai pemimpin pasukan dalam menghadapi tentara Romawi, kaum Anshar justeru pergi menemui Umar bin Khaththab dan memintanya agar menemui Abu Bakar dan menyampaikan usulan mereka. Kaum Anshar mengusulkan agar komando pasukan diberikan kepada sahabat yang lebih tua dari Usamah bin Zaid.

Baca Juga: Profil Hassan Nasrallah, Pemimpin Hezbollah yang Gugur Dibunuh Israel

Ketika Abu Bakar mendengar usulan mereka dari Umar, seketika Abu Bakar marah. Seraya memegang jenggot Umar, Abu Bakar berkata, “Celakalah kamu, wahai Ibnu Khaththab, bukankah Rasulullah sudah menetapkan Usamah sebagai pemimpin pasukan, sementara kamu menyuruhku untuk mencopotnya?

Abu Bakar mengumumkan bahwa ia akan mengikuti semua perintah Rasulullah SAW. Dengan demikian tidak ada lagi perdebatan atas apa yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW.

Usamah bin Zaid bergerak bersama pasukannya sebanyak 3.000 orang menuju Balqa’, tempat syahidnya sang ayah.

Setelah 20 hari melakukan perjalanan, tibalah mereka di desa yang telah ditentukan oleh Rasulullah SAW dan Khalifah Abu Bakar. Desa itu sebelumnya memberikan bantuan kepada pasukan Romawi dalam perang Mu’tah. Usamah berhasil membunuh sebagian besar penduduk desa dalam pertempuran tersebut, sebagai pelaksana perintah Rasulullah SAW dan Khalifah setelahnya.

Baca Juga: Jenderal Ahmad Yani, Ikon Perlawanan Terhadap Komunisme

Selanjutnya pasukan Usamah kembali ke Madinah setelah pergi selama 70 hari. Usamah memasuki kota Madinah dengan menaiki kuda yang dipakai ayahnya dalam Perang Mu’tah.

Dalam penyerbuan ini, tidak ada satu pun korban jiwa dari tentara Usamah. Maka pantaslah jika Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sungguh, Usamah layak menjadi pimpinan pasukan.” (P09/R2).

Sumber: Buku “13 Jenderal Islam Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah” oleh Nabawiyah Mahmud.

MINA (Mi’raj News Agency)

Baca Juga: Hidup Tenang Ala Darusman, Berserah Diri dan Yakin pada Takdir Allah

 

 

 

Baca Juga: Hiruk Pikuk Istana di Mata Butje, Kisah dari 1 Oktober 1965

Rekomendasi untuk Anda