Keluarga Abu Ziad Berbuka Ramadhan di Puing-Puing Rumahnya

Keluarga Tareq Abu Ziad berbuka puasa Ramadhan di atas puing bekas rumahnya, mengenang kebersamaan mereka. (Foto: AFP)

Ketika senja menetap di hutan bangunan yang hancur di sekitar mereka, Tareq Abu Ziad dan keluarganya berbuka puasa Ramadhan di sisa-sisa puing rumah mereka.

Kota di Suriah utara tampak seperti tempat terjadinya gempa bumi rakasasa. Terlihat lautan abu-abu balok-balok batu yang tenang dan batang-batang besi yang sudah hancur.

Abu Ziad harus sedikit membersihkan puing-puing di atap rumahnya yang telah ambruk ke bumi untuk meletakkan tiga kasur busa. Istri dan anak-anaknya duduk di sana ketika mereka makan bersama.

“Sekarang keluarga saya dan saya berada di atas kehancuran,” kata ayah tiga anak berusia 29 tahun itu.

“Kami menghidupkan kembali ingatan yang sangat sulit dan menyakitkan. Saya berdoa agar Tuhan tidak membiarkan orang lain mengalami ini.”

Dia dan keluarganya menyelamatkan diri dari Ariha akhir tahun lalu, ketika pasukan pemerintah Suriah yang didukung oleh serangan udara Rusia melancarkan serangan terhadap kota yang saat itu dikontrol oleh kelompok-kelompok bersenjata dan pemberontak.

Dalam beberapa pekan, sekitar satu juta warga sipil pergi menyelamatkan diri dari serangan di wilayah yang lebih luas. Idlib adalah benteng terakhir oposisi terhadap pemerintah Presiden Bashar al-Assad setelah sembilan tahun perang.

Seluruh penduduk Ariha menuju ke utara karena sebagian besar kota diratakan dengan tanah.

Namun, ketika gencatan senjata diadakan, beberapa yang paling miskin memilih untuk kembali dan mencari akomodasi murah di tengah reruntuhan.

Abu Ziad di antaranya. Ia kembali bulan lalu dan menemukan tempat tinggal.

Tapi dia ingin setidaknya satu kali berbuka puasa di bekas rumahnya dulu.

“Setiap tahun kami biasa menghabiskan Ramadhan di sini dan kami ingin menghabiskan satu hari Ramadhan ini di sini,” katanya.

Di sekeliling mereka dan sejauh mata memandang, tidak ada satu pun manusia, hanya deretan rumah yang hancur menghancurkan etsa langit yang menyeramkan dan menakutkan di waktu senja.

Dapur rumah sudah lama hilang, tapi ibu Abu Ziad mengatakan, mereka tetap datang.

“Kami membawa makanan siap saji dari luar,” ia menjelaskan.

“Yang paling penting adalah kami menghidupkan kembali ingatan kami dan makan di rumah kami.” (AT/RI-1/P1)

 

Sumber: The New Arab

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.