Oleh: Imam Shamsi Ali/ Presiden Nusantara Foundation
Berbicara tentang kemerdekaan tentunya kita berbicara tentang salah satu hal yang memiliki posisi terpenting dalam agama. Kemerdekaan bukan sekedar seremoni tahunan. Tapi merupakan esensi iman sekaligus hak asasi manusia yang paling mendasar.
Maka makna terpenting dari kalimah “laa ilaaha illallah” adalah sebuah ikrar sekaligus komitmen untuk membangun kemerdekaan sejati dan bermakna. Dengannya seorang hamba melepaskan diri dari berbagai belenggu penghambaan selain kepada Raja (Malik) langit dan bumi.
Segala bentuk “penghambaan” dan “penyerahan diri” baik langsung atau tidak kepada selain Allah merupakan antitesis dari “ketauhidan” (laa ilaaha illallah).
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Karenanya dengan kemerdekaan sejati seorang Mukmin membersihkan diri dari berbagai “thoghut” dalam berbagai bentuknya. Al-Quran menyebutnya dengan “kufrun bit-thoghut”.
Laa ilaaha adalah statement “pengingkaran totalitas” kepada semua penyembahan, termasuk penyembahan hawa nafsu dan kecenderungan jahat jiwa kemanusiaan kita. Sekaligus pengukuhan penghambaan totalitas semata kepadaNya.
Kemerdekaan sejati harus dimulai dari kemerdekaan hati dan jiwa dari berbagai penghambaan selain kepada Alla SAW. Kemerdekaan hati dari berbagai kungkungan penghambaan ini yang kemudian terefleksi dalam kehidupan sosial, dalam berbagai sisi kehidupan, termasuk dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan seterusnya.
Dalam agama Islam, kemerdekaan atau kebebasan (freedom) dan agama itu bagaikan ikan dan airnya. Islam tanpa kemerdekaan bagaikan ikan yang kehabisan air. Lambat laun akan mengalami kematiannya.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Di sinilah rahasianya kenapa dengan segala simbol-simbol keIslaman di banyak negara Islam, agama mengalami kegersangan dan kematian. Karena agama kehilangan esensinya tanpa kemerdekaan itu.
Di sinilah Islam kemudian mengajarkan kemerdekaan yang bertanggung jawab (responsible freedom). Saya menyebutnya kemerdekaan yang bertanggung jawab, karena merdeka tanpa tanggung jawab merupakan antitesis dari peradaban yang sadar batas-batas.
Kita harus sadari merdeka tidak harus liberal. Liberalisme adalah paham kemerdekaan tanpa batas dan tanggung jawab. Dan ini pula yang membedakan antara seorang Muslim dan orang lain dalam memandang arti kemerdekaan dalam hidupnya.
Semoga perayaan kemerdekaan RI ke 74 ini menjadi pemacu untuk semua untuk membangun kemerdekaan Yang bertanggung jawab itu. Merdeka dalam ikatan Ilahi. Bebas tapi diikat oleh kebenaran.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Jika tidak, maka kemerdekaan itu akan membawa kepada prilaku yang tidak bertanggung jawab (irresponsibility). Dan jika itu terjadi, kerap kali tanpa disadari, manusia merasa merdeka tapi sesungguhnya sedang diperbudak oleh hawa nafsunya sendiri.
Happy Independence Day!
Jamaica Hills, 17 Agustus 2019
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
(A/R07/P1)