Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keraguan Palestina Bersatu Masih Membayang di Kairo

Rudi Hendrik - Jumat, 24 November 2017 - 12:25 WIB

Jumat, 24 November 2017 - 12:25 WIB

135 Views

Kesepakatan rekonsiliasi Palestina antara Hamas dan Fatah di Kairo, Mesir, 12 Oktober 2017. (Foto: Ahmed Gamil/AA)

Kesepakatan rekonsiliasi Palestina antara Hamas dan Fatah di Kairo, Mesir, 12 Oktober 2017. (Foto: Ahmed Gamil/AA)

 

Para pemimpin Palestina telah meninggalkan Kairo, ibu kota Mesir pada hari Kamis, 23 November 2017, setelah mengadakan perundingan persatuan baru. Pertemuan itu menghasilkan seruan untuk pemilihan umum di akhir tahun 2018. Namun, tidak memberikan penjelasan yang gamblang tentang pengalihan kekuasaan di Jalur Gaza pada 1 Desember nanti.

Pengamat mengatakan, dokumen tiga halaman yang disepakati oleh 13 partai politik terbesar di Palestina tersebut hanya menawarkan sedikit perubahan substantif.

Para pengamat masih mempertanyakan nasib perjanjian rekonsiliasi yang ditengahi Mesir pada 12 Oktober lalu, yang ditandatangani oleh dua partai terbesar Palestina, yaitu Hamas dan Fatah.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Berdasarkan kesepakatan itu, kelompok Hamas harus menyerahkan kekuasaannya di Jalur Gaza kepada Otoritas Palestina yang didominasi Fatah pada tanggal 1 Desember 2017.

Isu penting yang tetap ada adalah bagaimana masa depan sayap bersenjata Hamas dan tindakan apa yang akan diambil oleh Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas terhadap Gaza.

Meskipun hasil pertemuan Rabu (22/11/2017) di Kairo menyerukan agar Presiden Abbas mengatur pemilihan umum pada akhir 2018 dan mendukung kesepakatan Fatah-Hamas 12 Oktober lalu, tapi pernyataan Rabu di Kairo memberikan beberapa rincian lebih lanjut.

Hamas telah menguasai Gaza sejak merebut daerah kantong pantai itu dari Fatah pada 2007. Sejak itu pun, Hamas telah tiga kali melakoni perang besar melawan Israel seorang diri tanpa dukungan dari Fatah yang berpusat di Tepi Barat yang diduduki.

Baca Juga: Jumlah Syahid di Jalur Gaza Capai 44.056 Jiwa, 104.268 Luka

Dalam sebuah tanda reaksi ketidakpuasan, seorang tokoh senior Hamas bernama Salah Bardawil yang berada di Kairo mengatakan pada hari itu bahwa hasil perundingan “tidak ada langkah praktis” ke depan.

Dalam sebuah video yang dipublikasikan secara daring, Bardawil menuding Israel dan Amerika Serikat memberi tekanan pada Fatah untuk tidak melakukan rekonsiliasi, oleh karena itu Fatah tidak mau mengurangi tuntutannya kepada Hamas.

Harapan Memudar

Sayap militer Hamas, Brigade Izzuddin Al-Qassam. (Foto: dok. Annida-online.com)

Israel dan Amerika Serikat telah menyatakan bahwa mereka tidak akan menerima pemerintah persatuan Palestina, kecuali Hamas melucuti senjata, meninggalkan “terorisme” dan mengakui Israel.

Baca Juga: Hamas Sambut Baik Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant

“Tekanan Amerika,” kata Bardawil. Menurutnya, itu yang menyebabkan menghasilkan pernyataan yang tidak jelas dan tidak memiliki langkah praktis.

Namun, ketika Bardawil sadar komentarnya direkam, dia meralat dengan mengatakan bahwa ia sedang emosional dan tidak sadar bahwa dia sedang difilmkan saat berbicara.

Sebelum rekonsiliasi, Abbas mengambil langkah untuk mengisolasi Hamas dalam beberapa bulan terakhir, termasuk mengurangi subsidi pasokan listrik ke Gaza yang menjadi salah satu sumber pertengkaran kedua faksi.

Namun, pengamat mengungkapkan kekhawatirannya bahwa harapan untuk kesatuan itu memudar.

Baca Juga: Iran: Veto AS di DK PBB “Izin” bagi Israel Lanjutkan Pembantaian

“Mereka tidak menyelesaikan satu masalah pun, bahkan yang paling sederhana,” kata Najee Sharab, Profesor Urusan Politik di Universitas Azhar di Gaza. “Pernyataan Bardawil adalah sinyal pertengkaran yang kuat.”

Beberapa upaya rekonsiliasi sebelumnya telah gagal dalam dekade terakhir.

“Selama putaran terakhir (diskusi), mereka meningkatkan harapan tapi belum ada kemajuan dalam putaran ini,” kata Ghassan Khatib, mantan menteri Otoritas Palestina.

Pemilihan Umum?

Hamas pernah memenangkan pemilihan parlemen terakhir pada tahun 2006, tapi hasilnya ditolak oleh Israel, Amerika Serikat dan masyarakat internasional lainnya yang pro Israel.

Baca Juga: IDF Akui Kekurangan Pasukan untuk Kendalikan Gaza

Setahun kemudian, terjadi pertikaian sengit, Hamas memaksa Fatah keluar dari Gaza.

Sejak saat itu, Israel dan Mesir mempertahankan blokade terhadap Jalur Gaza, yang menurut para kritikus dianggap sebagai hukuman kolektif. Namun, pihak pemblokade berdalih bahwa penting untuk mencegah Hamas mengimpor senjata, amunisi, dan bahan untuk membuat persenjataan.

Pemimpin Palestina dan internasional berharap penerapan kesepakatan persatuan dapat membantu meringankan kesulitan dua juta penduduk di Gaza, yang menderita kemiskinan dan pengangguran yang parah.

Koordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah Nickolay Mladenov mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB pada Senin, 20 November 2017, rekonsiliasi tidak boleh dibiarkan gagal.

Baca Juga: Hamas Tegaskan, Tak Ada Lagi Pertukaran Tawanan Israel Kecuali Perang di Gaza Berakhir

“Jika ya (gagal), kemungkinan besar akan menghasilkan konflik dahsyat lainnya,” katanya.

Hamas telah menyerahkan kontrol perbatasan dengan Israel dan Mesir kepada Otoritas Palestina. Namun baru 1 Desember akan melihat menyerahkan kontrol penuh di jalur tersebut.

Para pemimpin Hamas telah berulang kali menegaskan bahwa kelompok tersebut tidak akan melepaskan senjatanya.

Jihad Harb, seorang analis politik yang berbasis di Tepi Barat mengatakan, dia mengharapkan Fatah dan Hamas mengadakan sebuah pertemuan pada tanggal 1 Desember khusus membahas masalah itu, tapi sedikit perubahan praktis yang terjadi di lapangan. (A/RI-1)

Baca Juga: Hamas: Rakyat Palestina Tak Akan Kibarkan Bendera Putih

Data disadur dari beberapa sumber

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Israel Makin Terisolasi di Tengah Penurunan Jumlah Penerbangan

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Asia
Palestina
Palestina