Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KETIKA KEHANCURAN YAHUDI DIAMBANG MATA

Admin - Rabu, 8 Oktober 2014 - 11:37 WIB

Rabu, 8 Oktober 2014 - 11:37 WIB

2003 Views ㅤ

Uray-Helwan
Uray-Helwan
Uray-Helwan

Uray-Helwan

Oleh: Uray Helwan, Sekjen Jama’ah Muslimin (Hizbullah) wilayah Kalimantan Barat

Inilah fakta besar abad ini. Fakta yang  khusus Allah tampakkan kepada umat mutaakhirin, sebagai realisasi kebenaran ayat Al Quran. Fakta tersebut adalah: KEMENANGAN YAHUDI dan KEMBALINYA MEREKA KE YERUSALEM  (PALESTINA).  

Sebelum kita memahami lebih jauh seberapa besar fakta ini, ada baiknya kita telusuri  sekilas alur kisah Bani Israil.

Saat ini kita mengenal Yahudi sebagai sekelompok kaum elit yang identik dengan kemajuan, kecerdasan, iptek, lobi elit politik dan kemewahan. Meski dengan tanpa melepaskan identitas buruk tindak tanduk mereka. Tapi ini Yahudi yang kita kenal sekarang.

Baca Juga: Inilah Tanda Orang Baik, Inspirasi dari Kisah Nabi Musa Belajar kepada Khidir

Untuk mengetahui Bagaimana jika kita tarik benang sejarah ke belakang? Seratus tahun yang lalu, serta masa-masa sebelumnya? Maka yang kita dapati  Yahudi adalah sekelompok manusia-manusia yang tinggal di pemukiman-pemukiman tertutup tersebar di berbagai benua, yang sering kali menjadi objek intimidasi dari masyarakat lain. Berbagai kemelut dunia  berujung pada penderitaan mereka. Mereka menjadi sasaran penistaan dan pembunuhan. Mengalami beberapa periode genocide, pembantaian, pengusiran dan eksodus.

Di masa-masa awal sejarah kehidupan mereka, mereka berhadapan dengan manusia kejam, Firaun Mesir, Raja Ramses II. Sang Raja bermimpi, yang kemudian dita’wilkan oleh para penasehatnya sebagai ancaman tahtanya. Akan lahir seorang bayi dari Bani Israil yang nanti akan menumbangkan kekuasaan sang raja.

Inilah klimaks ketertindasan Bani Israil di bumi Mesir. Pembantaian terjadi, puluhan ribu bayi yang terlahir kemudian dibunuh, menjadi bukti kekejaman penguasa Mesir ini. Meskipun tragedi ini justru sebenarnya skenario Ilahiyah, sebagai jalan keselamatan bagi bayi Musa dan kemenangannya di kemudian hari.

Masa berlalu panjang. Bani Israil kemudian Allah tempatkan di bumi Palestina, tepatnya di Kota Yerusalem dan sekitarnya. Mereka merasakan puncak keemasan pada tahun sekitar 1000 sm. Masa pengayoman Nabi Dawud dan  Sulaiman alaihimussalam adalah masa keindahan mereka. Mereka menetap di sebuah negeri yang diberkahi, berkuasa membangun kerajaan yang terbentang luas. Disegani oleh penguasa-penguasa lain karena kekuatan dan kemakmurannya dan diserahi amanah untuk menjadi ummat yang menegakkan tauhidullah, dan mengawal  kesucian Baitul Maqdis.

Baca Juga: Begini Cara Mengucapkan Aamiin yang Benar dalam Shalat Berjamaah Menurut Hadits

Selama Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman kondisi keemasan bumi Al-Quds (Yerusalem) terpelihara. Ayat-ayat Al-Quran banyak mengabadikan keindahan dan Ketauhidan Nabiyullah Dawud dan Nabi Sulaiman, diantaranya adalah:

اصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُودَ ذَا الْأَيْدِ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ  .إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ. وَالطَّيْرَ مَحْشُورَةً ۖ كُلٌّ لَهُ أَوَّابٌ  وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ.

Bersabarlah atas segala apa yang mereka katakan; dan ingatlah hamba Kami Daud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan). Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang dan pagi, dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masingnya amat taat kepada Allah.  Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan”. (QS. Shad (38):17-20)

Namun ternyata semua kejayaan itu tidak berumur panjang. Hanya bertahan  80 tahun. (Nabi Daud dan Nabi Sulaiman alaihimussalam masing-masing memerintah Bani Israel selama 40 tahun. Nabi Daud dari tahun 1010 sm – 970 sm, Nabi Sulaiman 970 sm – 930 sm). Bani Israil kembali berpetualang dalam lautan fitnah.

Baca Juga: Salam Es Teh

Sepeninggal Nabi Sulaiman alihissalam perang saudara menghantui mereka puncaknya Bani Israel terpecah menjadi dua kerajaan besar. Sebelah utara berdiri kerajaan Samaria atau Israel, sedangkan di sebelah selatan kerajaan Yehuda dengan ibu kota Yerusalem. Bumi Al Quds kembali bergejolak. Perang saudara melemahkan posisi Bani Israel, sehingga rentan oleh serangan pihak luar. Inilah masa ketertindasan berikutnya (setelah ketertindasan pada masa Fira’aun Mesir). Kerajaan Samaria diserang dan dihancurkan oleh Salmaneser V, Asiria. Lebih dari 27.000 orang Israel dideportasi ke Asiria, dan  tidak ada kabar berita bagaimana nasib mereka selanjutnya.[1]

Nasib kerajaan Yehuda di selatan lebih memprihatinkan lagi. Serangan raja Babilonia, Nebukadnezzar (dialek Arab: Bukhtanashar) tidak dapat dihindari. Mengubur habis cita-cita orang-orang Yahudi untuk meneruskan kejayaan Raja Sulaiman. Kota Yerusalem disamaratakan dengan tanah, termasuk di dalamnya bangunan suci Baitul Maqdis dan kemegahan istana Raja Sulaiman. Sisa-sisa orang Yahudi yang tidak dibunuh, digiring ke Babilonia sebagai budak dan manusia kasta rendahan. Ini sekaligus menjadi penghancuran pertama bumi Al-Quds dan Mesjid Al-Aqsho.

Baitul Maqdis kemudian dibangun kembali oleh sebagian Bani Israel yang diperkenankan kembali ke Yerusalem oleh penguasa Persia. Sebagaimana diketahui, Babilonia diambil alih oleh kerajaan Persia pada masa Cyrus the Great (dialek Arab Al Khursy). Cyrus the Great ternyata seorang penguasa yang beradab, dia sedikit banyak memfasilitasi pembangunan kembali Baitul Maqdis tersebut. Kondisi ini terus bertahan sampai  masa Helenisasi (Yunani), hingga kekuasaan Romawi pada awal-awal tahun masehi. Pada masa Nabi Isa, Yahya dan Zakaria, alaihimussalam, Bani Israel masih dalam kungkungan kekuasaan Romawi. Sejarah kesengsaraan kembali terulang, ketika Pasukan Romawi menyerang Kota Yerusalem, membunuhi orang-orang Yahudi yang bertahan dan melawan, menawan mereka yang tersisa, dan  sebagian yang selamat melarikan diri ke negeri-negeri sekitar. Ini adalah penghancuran kedua bagi Baitul Maqdis.

Pada masa Islam kondisi mereka juga tidak bertambah baik. Hal ini karena mereka tidak sudi menerima kenyataan bahwa Rasul akhir zaman yang mereka tunggu-tunggu dari kitab Taurat dan Injil, ternyata bukan dari Bani Israel, namun dari keturunan Ismail yang berdomisili di Jazirah Arab.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-19] Jagalah Allah, Pasti Allah akan Menjagamu

Mereka beberapa kali harus berhadapan dengan kekuatan Muslimin, meskipun bukanlah pertempuran yang besar. Sejarah mencatat peperangan yang terjadi antara Yahudi dengan kaum Muslimin  beberapa kali, seperti perang Khaibar dan perang Bani Quraizhah. Selain itu beberapa suku dari kaum Yahudi mengalami pengusiran seperti Bani Nadhir dan Bani Qainuqa pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.  Puncaknya adalah ketika mereka terusir seluruhnya dari jazirah Arab pada masa kholifah Umar bin Khoththob. Mereka kemudian menyebar ke berbagai negeri.

Masa ketertindasan masih berlanjut. Ketika pasukan Salib berhasil menguasai  Yerusalem pada  1099 puluhan ribu penduduk kota  Yerusalem yang dibantai. Sebagian besar kaum muslimin, namun ada juga diantaranya orang-orang Yahudi yang selama ini menjalin hubungan baik dengan penguasa muslim, juga ikut dibunuh.

Memasuki Abad 20, penindasan masih dirasakan oleh orang-orang Yahudi. Pada tahun 1901 dokumen rahasia Yahudi, The Protokolat of Zion yang berisi master plan untuk menguasai dunia, terbongkar di Rusia. Masyarakat dunia heboh. Huru hara anti Yahudi terjadi di Rusia. Mereka dikejar-kejar, diusir bahkan dibunuh, tak kurang 10 ribu nyawa orang Yahudi melayang dalam peristiwa ini.

Penindasan berlanjut. Kali ini  oleh Jerman. Tepatnya Hitler dengan Nazi nya. Pembantaian besar-besaran terhadap warga Yahudi. Mereka memasuki kamp-kamp genocide. Dibunuh dengan gas beracun, atau mati karena penyakit,  kelaparan, atau hilang di dalam penjara tanpa kabar berita.   Dunia mengenalnya dengan tragedi Holocaust. Orang-orang Yahudi (dan media-media yang pro Yahudi) mengekspos bahwa akibat tragedi ini 7 juta jiwa orang Yahudi melayang (sengaja angkanya digelembungkan untuk menarik simpati dunia).

Baca Juga: Mengembangkan Pola Pikir Positif dalam Islam

Berbagai peristiwa ketertindasan yang mereka alami tersebut di atas, yang silih berganti dari sejarah awal  hingga periode akhir zaman, membuat orang-orang pada masa dahulu berkesimpulan bahwa tidak mungkin Yahudi bangkit sebagai pemenang, apalagi menjadi penguasa dunia.

Kembalinya Yahudi Berpetualang

Namun inilah yang kemudian terjadi saat ini. Yahudi kembali, setelah berpetualang ribuan tahun dalam dunia yang tidak mereka kehendaki. Meskipun secara kuantitas, populasi mereka hanya 0,28% populasi dunia. Namun ternyata bisa dikatakan saat ini mereka yang memegang kontrol dunia.  Bukan hanya itu, tidak sekedar kembali selamat dari dunia penindasan, mereka pun berhasil merealisasikan cita-cita yang terpendam selama 3000 tahun yakni kembali ke Yerusalem untuk membangun sebuah kerajaan global sebagai sentral peradaban Yahudi. Mendirikan kembali Haikal Solomon atau kuil ke tiga (third temple) dan membangun  kerajaan Daud Raya. Mereka tidak peduli bahwa di tanah Yerusalem sudah berdiri bangunan Masjid Al Aqsho yang dikuasai oleh Muslimin Palestina dan menjadi tujuan ibadah Umat Islam seluruh dunia. Semua itu dianggap kecil dibanding dengan perwujudan cita-cita terpendam selama 3000 tahun seperti yang dikatakan sebelumnya. Wajah asli mereka terlihat jelas. Kezaliman-kezaliman telanjang di depan mata. Untuk merealisasikan cita-cita tersebut mereka melakukan apa saja. Membunuh penduduk setempat, mengadu domba mereka, mengusir dari tanah kelahiran mereka, melarang mereka kembali, membongkar paksa rumah tempat tinggal mereka untuk kemudian dijadikan pemukiman Yahudi yang terus berdatangan dari seluruh dunia, dan yang lebih menyakitkan mengambil alih masjid Al Aqsho yang rencananya akan digantikan dengan bangunan Kuil Ketiga.

Semua itu mereka rencanakan dengan sistematis, dan dimulai dari tonggak awal proklamasi kemerdekaan mereka 14 Mei 1948.

Baca Juga: Tadabbur QS. Thaha ayat 14, Dirikan Shalat untuk Mengingat Allah

Sampai di sini, kian jelas mengapa fenomena euforia kemenangan Yahudi  dianggap sebagai fakta besar. Hal ini disebabkan:

Pertama, mereka telah menunggu kemenangan seperti ini kurang lebih selama 3000 tahun. Sejak Nabi Dawud dan Sulaiman berkuasa, sekitar 1000 sm, kemudian sepeninggal beliau kerajaan Bani Israel hancur dan mereka eksodus kemana-mana, mereka baru merasakan kemenangan kembali pada akhir abad 20. Anda bisa bayangkan bagaimana kondisi psikologisnya berjuta-juta komunitas manusia (populasi Yahudi 14 juta seluruh dunia) yang mendambakan suatu hal dan berambisi untuk merealisasaikannya kemudian baru terwujud setelah rentang waktu 3000 tahun? Tentu saja menjadi sesuatu yang besar. Ekspresi seperti itulah yang dinyatakan oleh seorang Yahudi delegasi dari Odessa, Mordechai Ben-Ami, ketika melihat Theodore Herzl naik podium di Basel pada Kongres pertama Yahudi sedunia, katanya: “Seolah-olah mimpi yang diharap-harapkan oleh bangsa kita selama dua ribu tahun telah menjadi kenyataan dan Messiah Putra Daud sekarang berdiri didepan kita”. [2]

Kedua, Yahudi kembali ke Yerusalem. Mengapa ini dianggap suatu yang besar? Karena mereka selama ini tidak pernah berhasil untuk kembali ke Yerusalem. Kalaupun ada orang-orang Yahudi di Kota Yerusalem itu tidak bisa dikatakan KEMBALI, karena selain jumlahnya sangat sedikit juga orang Yahudi tersebut sudah turun temurun berada di sana. Mereka sudah perjuangkan 3000 tahun untuk kembali secara massal ke bumi “yang dijanjikan”, the promiseland, (tentu saja itu menurut mereka). Mereka baru bisa mewujudkan impian ini setelah satu persatu batu penghalang mereka tundukkan, mereka bekerja keras untuk ini, bersatu padu bahu membahu dan dengan segala cara. Meskipun harus mengorbankan teman sendiri.[3] Kemerdekaan yang mereka proklamasikan (sebenarnya lebih tepat disebut penjajahan) tahun 1948 menjadi tonggak de jure bagi mereka, bahwa mereka resmi kembali ke bumi Yerusalem.

Ketiga, kondisi Yahudi berbalik drastis. Tadinya jadi bahan cemoohan dan menjadi objek intimidasi  masyarakat dunia karena berbagai perilaku buruk. Namun mulai abad 20 arah jarum jam dunia terhadap mereka berubah 180 derjat. Mereka menjadi pemegang kontrol kekuatan dunia saat ini. Alat bantu mereka ada di mana-mana, dan yang paling getol adalah Amerika Serikat. Ibarat raksasa Gergasi yang memiliki tuan Peri jahat, si raksasa siap melakukan apa pun yang diperintahkan oleh si Peri jahat. Para penguasa negara jangan sampai kelepasan bicara dan salah bertindak  sehingga Peri jahat merasa terancam, kalau itu yang terjadi maka Gergasi akan datang siap menumbangkan kekuasaan penguasa  tersebut bagaimana pun caranya. Atau menjinakkan si penguasa negara dengan janji-janji manis sehingga tidak lagi menjadi ancaman bagi sang Peri.

Baca Juga: Terus Berjuang Membela Palestina

Begitulah, perubahan kondisi Yahudi yang drastis ini adalah fakta yang besar yang tidak pernah dilihat oleh manusia-manusia dahulu (selama kurang lebih 3000 tahun) melainkan manusia-manusia abad ini. Dan ini sebenarnya merujuk pada 9 ayat Al Qur’an,   surah Al Isro ayat 1-8 dan 104.

Sembilan ayat tersebut sangat menarik untuk dihayati, dikaji dan direalisasikan. Delapan ayat pertama pada permulaan Surah Al-Isra ditambah satu ayat dari kelompok ayat-ayat terakhir pada surah yang sama tersebut memuat tentang sejarah panjang Bani Israel. Bahkan bisa dikatakan sebagai masterplan ilahiyah Bani Israil, yang memuat alur-alur pokok rentang zaman kehidupan mereka. Mulai dari masa perjuangan eksistensi mereka pada waktu pengayoman Nabi Musa alihissalam, kemudian dilanjutkan dengan masa-masa ketertindasan, setelah itu kondisi berbalik mereka mencicipi “anugerah kemenangan” dan kekuatan yang besar, dan ditutup dengan kehancuran mereka diakhir zaman. Tentu saja dengan karakter buruk yang senantiasa menghiasi perilaku mereka, yang dalam ayat-ayat tersebut cukuplah disebut dengan : Pembuat kerusakan dimuka bumi dan Kesombongan yang besar (QS. Al Isra:4).

Kumpulan ayat-ayat tersebut adalah informasi-informasi pokok yang melewati generasi demi generasi. Dari zaman dahulu kala hingga kini, bahkan hingga masa-masa yang akan datang. Memuat warna warni kehidupan Bani Israel, menang-kalah, hitam-putih dan kekuatan- kehancuran mereka.

Khusus mengenai fakta KEMENANGAN YAHUDI dan KEMBALINYA MEREKA KE YERUSALEM juga terdapat dalam kumpulan ayat-ayat tersebut, tepatnya pada ayat ke 5 dan 104.

Baca Juga: Lisanmu Adalah Cerminan Iman, Jangan Biarkan Kata-Kata Melukai..!

Allah menyebutkan bahwa setelah Bani Israel merasakan hukuman pertama dari dua kejahatan yang mereka lakukan, maka kemudian Allah berkehendak  memberikan giliran kepada mereka untuk mengalahkan musuh-musuh yang menjadi penghalang cita-cita mereka. Untuk itu Allah membantu mereka dengan harta kekayaan dan anak-anak yang kuat sehingga mereka menjadi kelompok yang besar. Baik dalam hal jumlah, pengaruh, teknologi, maupun kekuatan fisik. Selengkapnya ayat tersebut berbunyi:

ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا

Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar”. (QS. Al Isra: 6)

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa anugerah kemenangan dan kekuatan kaum Yahudi belum pernah mereka rasakan selama beribu tahun (kecuali masa Nabi Daud dan Nabi Sulaiman), maka ayat ini insya Allah terjadi pada masa kita. Mulai dari awal abad ke 20 hingga sekarang, kita melihat dengan jelas betapa kekuatan berada di tangan Yahudi. Mereka berhasil mengalahkan musuh-musuh mereka, baik dalam pertempuran fisik maupun dalam pertempuran budaya, dalam urusan ekonomi hingga urusan politik. Semua musuh-musuhnya bisa dikatakan berada di ujung telunjuk mereka.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-18] Tentang Taqwa

Inilah yang Allah tunjukkan kepada umat akhir zaman suatu kebenaran nubuwwat Quraniyah sebagai realisasi dari sebuah ayat yang Allah turunkan 1400 tahun lalu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam.

Sampai disini sebenarnya masih ada fakta lain yang penting dan wajib diketahui (karena setelah kita “takjub”  terhadap kekuatan Yahudi di atas, maka fakta yang kedua ini akan membuat kita optimis bahwa mereka sedang menjalani taqdir kehancuran mereka), mengenai ayat ke 104. Perihal kalimat wa’dul akhiroh dan ji’nabikum lafifa. Untuk lebih jelasnya akan kita lihat kembali ayatnya:

وَقُلْنَا مِنْ بَعْدِهِ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ اسْكُنُوا الْأَرْضَ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ جِئْنَا بِكُمْ لَفِيفًا

dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil: “Diamlah di negeri ini, maka apabila datang wa’dul akhiroh (janji hukuman terakhir), niscaya Kami datangkan kamu dalam keadaan bercampur baur“.(QS. Al Isra:104)

Baca Juga: Mahsyar dan Mansyar: Refleksi tentang Kehidupan Abadi

Memang dalam banyak Al Quran terjemah yang beredar di Indonesia (kalau tidak bisa dikatakan semua), ayat tersebut diterjemahkan dengan : “dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil: “Diamlah di negeri ini, maka apabila datang masa berbangkit, niscaya Kami datangkan kamu dalam keadaan bercampur baur (dengan musuhmu ).”  Kata  masa berbangkit  merujuk  pada yaumul akhir ketika semua manusia dikumpulkan nanti, maka Bani Israel Allah kumpulkan dalam kondisi bercampur baur dengan umat yang lain. Ibnu Katsir menafsirkan kalimat “diamlah di negeri ini”  maksudnya adalah Allah mewariskan Mesir kepada Bani Israel setelah Firaun dan bala tentaranya ditenggelamkan oleh Allah. Kejadian ini, (masih menurut Ibnu Katsir) tidak jauh berbeda dengan perumpamaan peristiwa yang menimpa Rasulullah dan para sahabat beliau yang di usir dari Makkah namun kemudian dengan peristiwa Fathul Makkah, kota tersebut dikembalikan kepada kaum muslimin.[4]

Penulis belum menemukan penafsiran yang menggambarkan secara detil apa yang terjadi saat ini bagi Bani Israel. Termasuk penafsir-penafsir terdahulu. Hal ini bisa dimaklumi karena tidak mudah bagi para mufassir memperkirakan bahwa Bani Israel akan menjadi seperti sekarang ini, berkuasa dan kembali ke tanah Yerusalem. Sekali lagi inilah anugerah umat akhir zaman yang Allah muliakan dengan terangnya perwujudan ayat-ayat Allah. Kecuali seorang penulis Palestina yang bernama Bassam Nahad Jarrar mengemukakan bahwa wa’dul akhiroh pada ayat 104 adalah sama dengan wa’dul akhiroh pada ayat 7 surah Bani Israel.[5]   Ayat yang ke 7  tersebut berbunyi yang artinya:

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua (wa’dul akhiroh), (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.

Ayat ini bicara tentang hukuman kedua, yakni mengenai kehancuran Yahudi setelah mereka merasakan kemenangan  sebagaimana yang telah dibahas di atas. Wa’dul akhiroh ini sebenarnya masih belum terjadi karena saat ini kita masih melihat kaum Yahudi eforia dengan kemenangan dan kekuatan mereka, serta kembalinya mereka ke Yerusalem. Namun waktunya sudah amat dekat, karena sebenarnya antara wa’dul akhiroh dengan kembalinya mereka ke Yerusalem adalah satu paket dan satu masa. Apa isyaratnya? Mari kita perhatikan baik-baik bagaimana Allah menempatkan kata wa’dul akhiroh pada ayat yang ke 104. Bahwa apabila datang wa’dul akhiroh,  Allah datangkan mereka dalam keadaan bercampur baur. Datangkan kemana? Kemana lagi  kalau bukan ke bumi YERUSALEM, karena ayat ini masih satu topik dengan ayat ke 7 yang jelas bicara tentang Mesjid Al Aqsho yang terletak di kota Yerusalem. Bagaimana Allah mendatangkan mereka? Dalam kondisi BERCAMPUR BAUR (lafifa). Inilah yang tidak disadari oleh orang-orang Yahudi. Bahkan kondisi ini sulit untuk ditebak kecuali harus melihat dan menyaksikan langsung. Oleh karenanya wajar saja penafsir-penafsir terdahulu dari ayat-ayat Al Quran belum ada yang mengungkap jelas tentang hal ini.

Lantas apa sebenarnya yang dimaksud dengan lafifa (bercampur baur) pada ayat 104 tersebut?

Ternyata fenomena Yahudi kembali saat ini ke tanah Yerusalem dalam keadaan yang sudah tidak murni lagi. Mereka sudah tercampur aduk dalam berbagai suku bangsa, warna kulit, asal daerah, bahasa, dan latar belakang budaya. Mereka berasal dari Eropa, Amerika, Asia, Afrika dan Australia. Bahkan menurut ahli anthropologi, tidak ada lagi suku Bani Israel yang masih asli semua sudah tercampur baur akibat asimilasi yang sudah berlangsung ribuan tahun. Fenomena ini tidak pernah terjadi melainkan saat ini. Memang dulu pernah mereka kembali ke Yerusalem seperti pada masa Cyrus The Great (dialek Arab: Al Qursy) yang membolehkan sebagian orang-orang Yahudi untuk kembali ke Yerusalem, namun kondisi mereka pada waktu itu bukan dalam keadaan tercampur baur. Lagi pula jumlah orang yang kembali hanya sekelompok kecil dan terdiri dari masyarakat awam dan itupun masih tunduk di bawah kekuasaan raja Persia tersebut. Oleh karenanya jumlah yang kecil ini tidak mewakili sebutan untuk masyarakat Bani Israel secara umum. Seperti yang dikatakan Ahmad Syalabi dalam bukunya, Al Yahud (versi bahasa Indonesia: Sejarah Yahudi dan Zionisme): “…Sehingga dari sini dapat dikatakan bahwa kembalinya Yahudi saat itu (pasca penguasaan Qursy atas Babilonia, pen) adalah kembalinya masyarakat awam bukan kembalinya negara Yahudi, karena sebagian orang-orang Israel telah kembali tetapi negara mereka tidak ikut kembali (berdiri).” [6]

Jadi inilah maksud ayat tersebut di atas, Insya Allah. Bahwa mereka kembali ke bumi Yerusalem dalam keadaan bercampur baur. Oleh sebab itu peristiwa ini sangat layak untuk kita katakan sebagai fakta besar, karena belum pernah terjadi melainkan saat ini.

Lantas apa istimewanya kalau Yahudi sudah kembali ke bumi Al Quds dalam kondisi bercampur baur? Mari kita ulang lagi ayat 104 di atas, “…maka apabila datang wa’dul akhiroh (janji hukuman terakhir), niscaya Kami datangkan kamu dalam keadaan bercampur baur”. Ya, kalau mereka sudah kembali dalam kondisi bercampur baur ke Yerusalem, berarti siap-siap mereka akan berhadapan dengan wa’dul akhiroh. Apa itu wa’dul akhiroh? Ayat ke 7 menjawabnya: “…(Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”.  Jadi wa’dul akhiroh adalah, apalagi kalau bukan kehancuran mereka di akhir zaman.

Inilah fakta pertama, euforia kemenangan Yahudi dan kembalinya mereka ke Yerusalem yang akan berbuah kehancuran mereka. Wallahu a’lam.(L/P004/R03)

(Bersambung . . . .)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda