Oleh Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Jika seluruh anak-anak Suriah tahu, mungkin mereka akan berduka pada tanggal 11 Agustus, karena “sang penyelamat” mereka telah gugur di dalam tugasnya yang mulia.
Pada hari Kamis itu, seorang relawan dari White Helmets bernama Khaled Omar Harrah, harus mengorbankan nyawanya di saat ia berupaya untuk menyelamatkan saudara-saudaranya sesama warga Suriah. Serangan udara telah membuatnya gugur dalam tugas.
Khaled terkenal sebagai spesialis penyelamat anak dari bawah reruntuhan bangunan yang dibom oleh jet tempur pemerintah Suriah dan sekutunya Rusia. Karenanya ia dijuluki sebagai Penyelamat Anak.
Baca Juga: Muasal Slogan ”Al-Aqsa Haqquna”
Dia adalah salah satu dari sekitar 3.000 relawan White Helmets yang bekerja di Suriah. Sama seperti ribuan relawan lainnya, dia menempatkan hidupnya sendiri dalam risiko kematian. Ia dan para relawan lainnya akan buru-buru pergi ke area pengeboman jet tempur rezim Suriah dan sekutunya Rusia setiap hari, hanya untuk menyelamatkan orang lain.
Pada tahun 2014, Khaled menyelamatkan seorang bayi berusia 10 hari yang terperangkap selama 16 jam di bawah reruntuhan bangunan yang roboh dibom. Ia menyelamatkan “bayi ajaib” itu, yang difilmkan oleh White Helmets dan kemudian videonya menarik perhatian dunia internasional dan menjadi viral di dunia maya.
Ibrahim Al-Hajj (26), Kepala Media White Helmets di Aleppo, adalah orang yang selalu merekam aktivitas relawan setiap kali mereka keluar. Ia sangat akrab dengan Khaled dan menganggapnya seperti saudara.
“Saya bertemu Khaled ketika saya pertama kali mulai menjadi sukarelawan. Dia lebih dari saudara bagiku. Kematiannya berdampak bagi semua tim Pertahanan Sipil (White Helmets). Setiap penduduk di Aleppo mengenal Khaled. Mereka tahu dia memiliki karisma dan kekuatan selama masa pengeboman,” ujar Al-Hajj saat diwawancarai oleh Al Jazeera.
Baca Juga: Pangeran Diponegoro: Pemimpin Karismatik yang Menginspirasi Perjuangan Nusantara
Khaled dijuluki “Penyelamat Anak” karena banyaknya jumlah anak yang dia tarik keluar dari reruntuhan. Dan sebagian besar korban yang ia mampu tarik keluar selalu masih hidup, bahkan bagi korban yang berada lama di bawah tumpukan besar puing-puing bangunan.
“Anda tidak dapat membayangkan tingkat kerusakan ketika mereka menghantam kami dengan bom barel (drum) atau dengan rudal balistik dan rudal klaster. Semua kerusakan yang menimpa di atas anak-anak, maka Khaled akan datang. Dia akan merasakan di dalam hatinya bahwa ada anak di bawah sana (reruntuhan). Dan dengan kemuliaan Allah, ia akan menarik bayi itu keluar dan bayi itu akan hidup. Saya memfilmkan Khaled dengan kamera ponsel saat menarik bayi ajaib dari bawah reruntuhan,” kisah Al-Hajj.
Al-Hajj melanjutkan kisahnya. Saat itu Khaled mendengar tangisan bayi yang kemudian mereka tidak pernah membayangkan bahwa bayi itu bisa dikeluarkan hidup-hidup. Sebab kondisinya ketika terjepit reruntuhan, setiap gerakan yang salah bisa menyebabkan kematian terhadap bayi itu.
Khaled memutuskan untuk bekerja menggunakan tangannya. Dengan hanya mengandalkan mendengarkan suara tangis bayi, Khaled bekerja selama 16 jam menggali dengan tangannya, sampai ia berhasil menarik bayi keluar dari reruntuhan.
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
“Bayi itu keluar tanpa cedera meski telah berada di bawah reruntuhan bangunan lima lantai. Anak-anak yang dia pernah selamatkan, secara teratur akan datang dan mengunjunginya di rumahnya dan di mana dia bekerja,” kenang Al-Hajj. “Dia sangat mencintai semua orang. Dia akan bercanda dengan semua orang. Dan entah bagaimana, dia akhirnya menghilang (wafat). Tak ada yang menyangka bahwa ia akan menjadi syuhada. Khaled dikenal karena sosok yang kuat dan berkepribadian. Dia bisa menahan diri.”
Peluang Pindah ke Amerika
Tak lama setelah menyelamatkan “bayi ajaib” pada 2014, Khaled pergi ke Washington DC dan New York karena diundang dalam beberapa pertemuan di sana.
Di New York, Khaled bertemu dan berbicara kepada Bashar Jaafari, Utusan Khusus Suriah untuk PBB, dengan membawa potongan pecahan-pecahan peluru dari bom barel.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Khaled berkata kepadanya, “Lihatlah apa yang Anda bomkan kepada rakyat Suriah.”
Perkataan itu menjadi pesan yang sangat kuat.
Dari Amerika Khaled menelepon sahabatnya Al-Hajj bahwa sebenarnya ia tidak ingin datang ke Amerika.
“Sejujurnya, saya tidak ingin datang ke AS. Mereka menawarkan saya tinggal di sana secara permanen dan mengambil istri dan anak saya, tapi saya tidak mau. Saya ingin kembali ke Suriah dan terus melakukan pekerjaan saya,” kata Al-Hajj mengutip perkataan Khaled kepadanya.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Akhirnya Khaled kembali ke Suriah dan melanjutkan pekerjaan mulianya sebagai sukarelawan.
“Terus terang, saya belum pernah menemukan orang seperti Khaled. Jika ada yang ditawari dengan apa yang ditawarkan kepada Khaled, mereka pasti akan meninggalkan Suriah,” kata Al-Hajj.
Khaled memiliki seorang putri berusia tiga tahun yang bernama Israa, yang melekat pada dirinya dengan cara yang tak terlukiskan.
Israa selalu mendoakan ayahnya dengan mengatakan, “Semoga Allah melindungi ayah saya.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
“Kematiannya memberiku kekuatan moral dan alasan untuk terus melakukan pekerjaan yang kami lakukan, dan tinggal di Suriah,” kata Al-Hajj. “Saya tahu, bagaimanapun, bahwa kita bisa dibunuh setiap saat.”
Al-Hajj mengakui bahwa istrinya telah memintanya untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai relawan. Namun, ia menjawab permintaan isterinya dengan mengatakan, “Ke mana kita akan pergi? Jika nasib kita adalah kematian, maka kita akan mati di mana pun kita berada.”
Perang di Suriah telah memasuki tahun keenam. Kadang-kadang Al-Hajj sendiri bertanya-tanya, “Kapan ini berakhir?” (P001/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa