Oleh: Imaam, Syaikh Yakhsyallah Mansur
Khutbah ke-1:
اَلْحَمْدُ ِللهِ جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَفَرَضَ عَلَيْنَا الصِّيَامَ لِأَجْلِ التَّقْوٰى. أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ . اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مَحَمَّدٍ الْمُجْتَبٰى ، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ : أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ يَاۤأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءٰمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ، وَقَالَ اَيْضًا. يَآأَيُّهَا الَّذِينَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
Jamaah Jumuah yang di Muliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Segala puji dan syukur marilah selalu dan senantiasa kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Saat ini kita sudah memasuki bagian akhir dari bulan Ramadhan. Kita perlu mengoreksi diri sendiri sebagai bahan introspeksi dan evaluasi.
Mulai awal Ramadhan sampai hari ini, apakah kualitas dan kuantitas ibadah kita sudah sesuai yang diharapkan? Apabila sudah, mari kita jaga sekuat tenaga agar tetap terpelihara hingga akhir Ramadhan. Jika belum sesuai dengan harapan, mari kita tingkatkan dengan segenap daya upaya, selagi masih ada kesempatan.
Ibarat seseorang yang sedang membangun sebuah gedung. Ia sudah membangun 70 persen, tinggal 30 persen lagi sisanya. Nah, yang 30 persen itu menjadi sangat menentukan. Kalau finishing-nya bagus, maka bangunan itu akan menjadi sebuah gedung yang indah. Tapi jika finishing-nya dikerjakan secara asal-asalan, tentu akan memiliki nilai dan kualitas yang rendah sehingga tidak lagi bisa menjadi gedung yang dibanggakan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Demikian juga puasa Ramadhan ini, memasuki sepertiga yang akhir, mari kita lebih giat lagi, guna menyempurnakan ibadah Ramadhan kita. Agar Ramadhan kita tidak menjadi Ramadhan asal-asalan. Maka agar jerih payah kita bernilai mulia di sisi Allah, marilah kita maksimalkan episode terakhir Ramadhan ini dengan i’tikaf sebagaimana Rasulullah dan para sahabat mencontohkan.
Jamaah Jumuah yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Pada kesempatan khutbah ini, marilah kita renungkan firman Allah Subhanahu wa Taala dalam Qur’an surah Al-Baqarah, ayat 125;
…وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ (البقرة: ١٢٥)
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud”.
Guru Besar Universitas Qhasim, Saudi, Prof. Dr. Umar bin Abdullah Al-Muqbil menjelaskan ayat di atas dalam tafsirnya, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan dua orang terbaik pada zaman itu, yakni Nabi Ibrahim dan Ismail Alaihi Salam untuk menolong, menyantuni dan melapangkan orang-orang dalam menjalankan i’tikaf. Maka, sebagaimana umumnya lafadz, perintah itu juga berlaku kepada umat Rasulullah Muhammad Shallallahu alahi Wasalam hingga saat ini.
Maka, orang-orang beriman, muhsinin, dan siapa pun yang berkesempatan untuk dapat beramal shalih, hendaklah mereka mengambil peran dalam membantu orang-orang yang beri’tikaf, mulai dengan menyediakan tempat yang bersih dan nyaman, makanan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang mereka perlukan.
Jamaah Jumuah yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Dalam buku “Fiqhul Islam wa Adilathuhu” Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili, mengartikan itikaf dengan berdiam dan bertaut pada sesuatu.
Sedangkan Ibnu Qudamah al-Maqdisi mendefinisikan i’tikaf adalah berdiam diri di dalam masjid dengan tata cara tertentu dan disertai niat untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
I’tikaf adalah ibadah penyerahan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan cara menyibukkan diri dengan berbagai bentuk ibadah yang layak dilakukan di dalamnya. Dalam I’tikaf, seseorang melakukan ibadah layaknya malaikat, yang tidak bermaksiat kepada Allah, mengerjakan perintah-perintah-Nya, serta bertasbih siang dan malam.
Jamaah Jumuah yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Setiap ibadah mengandung hikmah, syariatnya memberi kebaikan yang berlimpah. Sedangkan maknawinya, semua ibadah memberikan manfaat, baik kepada jasmani, rohani, keihlasan hati, perbaikan perilaku, dan berjuta manfaat bagi kehidupan, baik secara pribadi maupun kehidupan sosial bermasyarakat.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Cara membersihkan hati adalah dengan perenungan akal dan pikiran. Sementara menyucikan jiwa adalah dengan ilmu, zikir dan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Taala.
I’tikaf merupakan salah satu bentuk ibadah yang memberikan kesempatan yang cukup untuk berkomunikasi lebih intens dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika selama ini kita kurang khusyu’ ketika shalat, jika kita sering merasa lalai dari mengingat Allah, lisan kita kering dari dzikir dan sedikit sekali beristighfar, atau jika selama ini kita jarang mengadukan keluh kesah dan masalah kita kepada Allah, maka di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ini adalah kesempatan emas untuk memperbaiki semua hal tersebut.
I’tikaf adalah waktu yang tepat untuk kita menebus kelalaian kita selama setahun yang lalu karena disibukkan dengan urusan dunia dan segala problematika yang menyertainya. Sungguh akan terasa nikmat apabila kita dapat khusyu’ bermunajat kepada Allah, sejenak meninggalkan urusan dunia dan fokus hanya berduaan, bermesraan dengan Allah, Zat Yang Maha Menguasai segala urusan.
Jamaah Jumuah yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
I’tikaf memberikan kesempatan kepada kita untuk melakukan interospeksi, menimbang serta menilai setiap langkah dan keputusan. Sehingga dengan i’tikaf itu, kita mampu mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan, amal shaleh yang tulus dan potensi riya’, prestasi dan kegagalan, keikhlasan dan pamrih dalam amalan, kejujuran dan kebohongan dari amal yang telah kita lakukan, dan segala perbuatan yang telah kita kerjakan sebelumnya.
Interospeksi diri akan membuat kita semakin berhati-hati dalam bertindak di masa depan. Introspeksi juga memberikan kita kebijaksanaan dalam mengambil keputusan-keputusan penting dalam kehidupan.
Muhasabah juga akan menjadi modal kita menuju kampung akhirat, tempat semua amal perbuatan akan dihisab dan diminta tanggung jawab.
Tujuan itikaf lainnya adalah untuk menjernihkan hati dengan cara bermuraqabah kepada Allah, memusatkan diri untuk beribadah dengan berkonsentrasi kepada penyucian jiwa dan kejernihan hati.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Jamaah Jumuah yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Dengan melaksanakan I’tikaf, maka untuk bertemu dengan Lailatul Qadar dalam keadaan beribadah, peluangnya lebih besar jika dibandingkan dengan seseorang tidak melakukan I’tikaf. Lailatul Qadar adalah malam yang mulia. Ruhul Qudus, yakni Malaikat Jibril dan para malaikat lainnya turun ke langit dunia. Ibadah di malam tersebut lebih baik dari pada ibadah selama seribu bulan lamanya.
Iktikaf yang benar akan memberikan dampak perubahan dan perbaikan hati serta menumbuhkan sifat ikhlas dalam setiap amal. Hal tersebut karena inti dari semua perbuatan terletak di hati. Hati yang baik tentu akan membuahkan perbuatan yang baik pula.
Rasulullah Shallallahu alahi Wasalam bersabda: “Ketahuilah bahwa sesungguhnya di dalam fisik manusia terdapat sekerat daging, jika baik (keratan itu) maka baiklah fisik secara keseluruhannya, dan jika buruk (keratan itu) maka buruklah semuanya. Ketahuilah bahwa (sekerat daging tersebut) adalah hati.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Orang-orang yang beriktikaf adalah pribadi-pribadi yang menghidupkan sunah Rasul Shallallahu alahi Wasalam dan barang siapa menghidupkan sunahnya, maka mereka akan menjadi pribadi yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Balasannya adalah rahmat dan ampunan serta tempat yang mulia di sisi-Nya, yakni surga.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ (ال عمران: ٣١)
“Katakan (Muhammad)!, Jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS. Ali Imran: 31).
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Jamaah Jumuah yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Lailatul Qadar, artinya adalah malam kemuliaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan hambanya dengan derajat dan kedudukan yang tinggi di sisi-Nya.
Orang yang melakukan ibadah dan amal shaleh pada malam itu akan menjadi orang yang mulia. Ketaatan yang dilakukan pada malam itu juga memiliki nilai yang sangat tinggi di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Lailatul Qadar juga bermakna ketentuan ilahi dalam kehidupan manusia. Itulah malam ketika Allah menentukan takdir umat manusia dan semua peristiwa yang akan terjadi pada tahun tersebut. Takdir itu meliputi hidup dan mati, suka dan duka, musibah dan bencana serta semua hal yang terjadi pada diri manusia. Hal ini dipertegas dalam Surah Ad-Dukhan ayat 4 – 5:
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul.“
Oleh karenanya, marilah kita perbaiki takdir kita pada malam penentuan itu dengan ibadah dan amal shaleh. Sampaikan untaian doa-doa terindah, bait-bait harapan untuk kehidupan masa depan, lantunkan syair-syair pujian kepada Zat Penentu kehidupan, kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar diturunkan rahmat dan ampunan, kehidupan yang lebih baik serta kemenangan dalam setiap perjuangan.
Mintalah maaf kepada-Nya, kiranya segala dosa-dosa dan maksiat kita, Allah bersihkan sebersih-bersihnya dan Allah ganti catatan itu dengan limpahan pahala yang berlipat ganda. Sebagaimana doa yang diajarkan Rasulullah Shallallahu alahi Wasalam kepada Aisyah Radhiallahu anha:
اَللّٰهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf. Maka maafkanlah aku.”
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ اْلاَيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم.
Khutbah ke-2:
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ. فَيَآيُّهَا اْلمُسْلِمُوْنَ، فَيَآيُّهَا اْلمُؤْمِنُونَ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسى بِتَقْوَى الله فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ، وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ آْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَاهَذَا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
(A/P2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)