Oleh: Insaf Muarf Gunawan, Wartawan MINA/Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Fatah Bogor
إنَّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَـغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِالله ِمِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ مِنْ سَـيِّأَتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
والصلاة والسلام على رسول الله وعلى أله وصحبه ومن واله
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
أَعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ : يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ( ) يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا( )يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا ( ) أمـّا بعد
فَـإِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَـابُ اللهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّالْأُمُوْرِ مُحْدَثاتُهَا
Muslimin/Muminin marilah kita bersyukur kepada Allah, kita masih bisa melaksanakan Salat Jumaat berjamaah. Khatib berwasiat marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah dengan takwa sebenar-benar takwa.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Di tengah wabah Corona (Covid-19) yang melanda dunia, khususnya Indonesia sejak Januari 2020 yang berasal dari Wuhan, dengan banyaknya kesusahan yang melanda, marilah kita tetap memiliki semangat untuk bekerja. Banyak orang merasa sulit mencari nafkah, mengalami PHK, omset usahanya menyusut dan bahkan bangkrut, hingga bertambahlah pengangguran-pengangguran baru. Namun, kondisi ini tak boleh membuat kita putus asa, apalagi sampai bermalas-malasan dalam bekerja dan berusaha. Islam menganjurkan kepada umatnya untuk terus berkarya, selama hayat masih di kandung badan.
Rasulullah mengingatkan agar umatnya senantiasa berhati-hati terhadap waktu luang. Waktu kosong bisa menjadi ladang subur bagi setan untuk membisikkan kejahatan. Dengan demikian, bekerja adalah jalan untuk membendung bisikan dan ajakan syaitan. Dengan kata lain, orang yang bekerja keras, hakikatnya sedang merintis jalan kemuliaan dan meninggalkan kehinaan.
Berjuang, berkarya, berusaha, dan bekerja adalah keniscayaan dalam hidup, sebagaimana para Nabi dan Rasul juga melakukannya. Nabi Zakaria ‘alaihissalam adalah tukang kayu. Nabi Daud ‘alaihissalam membuat baju besi dan menjualnya sendiri. Bahkan beliau tidak makan kecuali dari hasil jerih payahnya sendiri.
Nabiyullah Daud ‘alaihissalam diberi Allah kekuasaan dan harta yang melimpah. Walau begitu, beliau tidak merasa gengsi untuk bekerja dengan tangannya sendiri guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Beliau tidak mengajarkan berpangku tangan dan mengharap belas kasih dari umat yang dipimpinnya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ
“Sungguh seorang dari kalian yang memanggul kayu bakar dengan punggungnya lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya atau menolaknya” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Allah mengajarkan keseimbangan dalam kehidupan. Allah memberi kesempatan kepada manusia untuk bekerja mencari rezeki di siang hari, dan pada malam harinya digunakan untuk beristirahat dan mengumpulkan tenaga agar bisa bekerja lagi pada esok harinya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
وَجَعَلْنَا ٱلَّيْلَ لِبَاسًا وَجَعَلْنَا ٱلنَّهَارَ مَعَاشًا
“Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami jadikan siang untuk penghidupan.” (QS An-Naba: 10-11).
Setan selalu membisikkan pada manusia agar meninggalkan usaha dan ikhtiar. Setan meniupkan rasa malas pada manusia agar manusia tidak berusaha, cukup menunggu ketentuan takdir, padahal rezeki harus dijemput dengan kerja keras.
Orang yang dengan gigih bekerja keras, memeras keringat dan makan dari hasil usahanya, maka itu lebih baik dari makan hasil yang diperoleh dari harta warisan atau pemberian orang lain. Orang yang senantiasa bergerak dan bekerja, menandakan keimanan yang bersangkutan dalam kondisi aktif dan dinamis. Sebaliknya, mereka yang ‘menikmati’ bermalas-malasan alias gemar berpangku tangan, menandakan dirinya sedang dilanda impotensi iman.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Firman Allah subhanahu wata’ala:
فَٱبْتَغُوا۟ عِندَ ٱللَّهِ ٱلرِّزْقَ وَٱعْبُدُوهُ وَٱشْكُرُوا۟ لَهُۥٓ ۖ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Maka jemputlah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan,” (QS. Al-Ankabut:17).
Menurut ayat ini, rezeki harus diusahakan. Bertalian dengan ayat lain, Allah telah tegas menyatakan bahwa cara mendapat rezeki adalah dengan bekerja.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung,” (QS. Al-Jumu’ah: 10).
Dalam rangka bekerja mencari nafkah, ada empat prinsip etos kerja yang diajarkan Rasulullah, yakni:
- Bekerja dengan cara yang halal, tidak menyuap, menyogok, sikut kanan kiri, jilat atasan atau injak bawahan.
- Bekerja demi menjaga diri supaya tidak menjadi beban hidup orang lain Dengan memiliki penghasilan sendiri, maka ia lebih mandiri, merdeka, dan tidak di bawah bayang bayang orang lain.
- Bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga. Kepala keluarga yang memikul tanggung jawab ekonomi keluarga sudah seharusnya bekerja keras sehingga tercukupi kebutuhannya, minimal sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan.
- Bekerja untuk meringankan beban hidup orang tua, saudara, sanak keluarga, atau tetangga sekitar. Itu semua karena menjaga marwah dan kwibawaan keluarga besar dan masyarakat agar terpenuhi kebutuhan primernya.
Setelah memenuhi empat prinsip di atas, nilai sebuah pekerjaan akan diukur dari kualitas niat (shahihatun fi an-niyat) dan pelaksanaannya (shahihatun fi at-tahshil).
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Itulah pekerjaan yang bernilai ibadah dan kelak akan mengantarkan pelakunya tinggal di taman surga. Dalam berbagai hadits, Rasulullah menjelaskan bahwa orang yang bekerja keras akan mendapat berbagai kemuliaan. Orang yang bekerja keras mencari nafkah, Allah akan mengampuni dosanya. Orang yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya termasuk fi sabilillah, dan orang yang bekerja keras untuk mencari nafkah, nanti di akhirat akan datang dengan wajah laksana bulan purnama.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآياَتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، أَقُولُ مَا تَسْمَعُونَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهِ لِي وَلَكُمْ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمِ
(A/R8)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin