Islam adalah agama paripurna. Tak ada satu masalahpun yang tidak bisa diatasi oleh Islam. Dalam tulisan singkat ini setidaknya akan dibahas bagaimana berlindung dari empat masalah dan kita agar selamat darinya. Bahkan Nabi Shallallahu alaihi wasallam saja berlindung dari empat masalah itu, seperti dalam sabdanya berikut ini.
اللهم إني أعوذ بك من علم لا ينفع، ومن قلب لا يخشع، ومن نفس لا تشبع، ومن دعوة لا يُستجاب لها
(Allahumma inni a’udzubika min ‘ilmin la yanfa’, wa min qalbin la yakhsha’, wa min nafsin la tasba’, wa min da’watin la yustajabu laha) merupakan salah satu doa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Doa ini memiliki arti,
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari nafsu yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan.”
Makna Doa
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Pertama, ilmu yang tidak bermanfaat. Bagian pertama doa ini Nabi Shallallahu alaihi wasallam memohon perlindungan dari ilmu yang tidak bermanfaat. Dalam Islam, ilmu adalah salah satu anugerah terbesar yang diberikan Allah kepada manusia, namun tidak semua ilmu membawa manfaat.
Ulama seperti Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menyebutkan bahwa ilmu yang tidak membawa manfaat adalah ilmu yang tidak menuntun pemiliknya kepada Allah dan tidak membawanya pada perbaikan diri, baik di dunia maupun di akhirat. Ilmu semacam ini hanya mengisi otak, tapi tidak membawa perubahan pada amal dan akhlak.
Dalil dari Al-Qur’an tentang pentingnya ilmu yang bermanfaat,
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az-Zumar: 9). Allah Ta’ala juga berfirman dalam surat,
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya.” (QS. Al-Isra: 36)
Kedua, hati yang tidak khusyuk. Hati yang tidak khusyuk adalah hati yang keras, tidak bisa menerima nasehat atau peringatan dari Allah. Khusyuk adalah sifat hati yang tunduk dan merendah di hadapan Allah. Hati yang khusyuk selalu mengingat Allah dalam segala keadaan. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mengajarkan pentingnya memiliki hati yang khusyuk dalam ibadah, terutama dalam shalat, sebagaimana disebutkan dalam hadis:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, bergetar hatinya.” (QS. Al-Anfal: 2). Imam Ibn Qayyim dalam Ighatsatul Lahfan juga menjelaskan bahwa hati yang tidak khusyuk adalah hati yang terikat dengan dunia, tidak tersentuh oleh peringatan dari Allah, dan sibuk dengan urusan duniawi.
Ketiga, nafsu yang tidak pernah puas. Nafsu manusia secara alami memiliki kecenderungan untuk selalu menginginkan lebih, baik itu dalam hal harta, kekuasaan, atau kenikmatan dunia lainnya. Lawan dari nafsu yang tidak pernah puas adalah qana’ah (merasa cukup). Imam Al-Ghazali menyebutkan sifat qana’ah adalah salah satu cara untuk mengendalikan nafsu yang berlebihan.
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Dalil Al-Qur’an tentang sifat nafsu yang tidak pernah puas antara lain disebut Allah dalam firman-Nya,
اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ
“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada keburukan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. Yusuf: 53). Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
مَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُۥ فِى حَرْثِهِۦ ۖ وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِۦ مِنْهَا وَمَا لَهُۥ فِى ٱلْءَاخِرَةِ مِن نَّصِيبٍۢ
“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan dunia, niscaya Kami berikan kepadanya keuntungan dunia itu, dan tidak ada baginya sedikitpun bagian di akhirat.” (QS. Asy-Syura: 20)
Keempat, doa yang tidak dikabulkan. Doa adalah salah satu cara seorang hamba berkomunikasi dengan Allah. Namun, tidak semua doa langsung dikabulkan. Salah satu sebab doa tidak dikabulkan adalah karena adanya penghalang, seperti dosa atau kurangnya keikhlasan. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
“Sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan tidak khusyuk.” (HR. Tirmidzi)
Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menyebutkan bahwa doa ini mencakup empat bentuk keburukan yang perlu dihindari oleh setiap Muslim. Menurutnya, ilmu yang tidak bermanfaat tidak membawa seseorang lebih dekat kepada Allah, sementara hati yang tidak khusyuk tidak akan memperoleh ketenangan. Nafsu yang tidak terkendali akan membawa seseorang kepada kebinasaan, dan doa yang tidak dikabulkan adalah cerminan dari kurangnya keikhlasan atau adanya halangan seperti dosa.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyebutkan pentingnya fokus pada ilmu yang membawa manfaat, yaitu ilmu yang mengantarkan seseorang untuk lebih taat kepada Allah dan memperbaiki akhlaknya. Beliau juga menekankan pentingnya hati yang khusyuk dalam ibadah, yang bisa diperoleh melalui muhasabah (introspeksi diri) dan dzikir.
Ibn Qayyim Al-Jawziyyah dalam Madarij as-Salikin menjelaskan bahwa doa ini mengajarkan agar seorang Muslim selalu introspeksi terhadap kondisi spiritualnya. Ilmu, hati, nafsu, dan doa semuanya berkaitan erat dengan hubungan seorang hamba dengan Allah. Dia menekankan bahwa setiap bagian dari doa ini mencakup upaya perbaikan diri yang penting untuk mencapai keridhaan Allah.
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
Doa ini adalah cerminan dari keinginan untuk memperbaiki diri secara menyeluruh: dari sisi ilmu, hati, nafsu, dan ibadah (doa). Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mengajarkan agar umat Islam senantiasa memohon perlindungan dari hal-hal yang dapat menjauhkan mereka dari rahmat Allah, serta memusatkan perhatian pada ilmu yang bermanfaat, hati yang khusyuk, pengendalian nafsu, dan keikhlasan dalam berdoa. Sebagai Muslim, kita dianjurkan untuk menjadikan doa ini bagian dari rutinitas harian sebagai bentuk introspeksi dan perbaikan diri.
Kiat Agar Terhindar dari Empat Keburukan Di Atas
Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan betapa bahayanya jika empat keburukan di atas ada dalam diri seeorang. Kita berlindung kepada Allah dari empat keburukan itu. Agar setiap muslim terhindar dari empat keburukan di atas, maka beberapa kiat berikut ini bisa diamalkan.
Menghindari ilmu yang tidak bermanfaat. Pertama, menuntut ilmu yang bermanfaat. Fokuslah untuk mencari ilmu yang mendekatkan diri kepada Allah dan memberikan manfaat dalam kehidupan dunia dan akhirat. Ilmu agama yang mendalam, seperti tafsir Al-Qur’an, hadis, fiqih, dan akhlak, termasuk ilmu yang sangat penting.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Kedua, mengamalkan ilmu. Ilmu yang dipelajari harus diamalkan. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Ilmu yang tidak diamalkan akan sia-sia dan menjadi beban di hari kiamat.
Ketiga, menyaring informasi. Tidak semua yang kita pelajari membawa manfaat. Oleh karena itu, penting untuk menyaring informasi yang masuk, baik dari buku, media sosial, atau sumber lainnya. Prioritaskan hal-hal yang memberi kontribusi positif bagi perkembangan spiritual dan intelektual. Allah berfirman, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Ulama seperti Ibn Qayyim menekankan pentingnya ilmu yang bermanfaat sebagai pembimbing dalam ibadah, akhlak, dan hubungan dengan manusia.
Menghindari hati yang tidak khusyuk. Pertama, memperbanyak dzikir dan istighfar. Berdzikir kepada Allah secara rutin membantu menenangkan hati dan mengarahkannya kepada keikhlasan serta kekhusyukan. Istighfar juga penting untuk membersihkan hati dari dosa-dosa yang membuat hati keras.
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
Kedua, merenungi ayat-ayat Al-Qur’an. Menghayati bacaan Al-Qur’an, terutama ketika shalat, akan membawa kekhusyukan. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Orang yang paling baik shalatnya adalah yang paling khusyuk di antara mereka.” (HR. Ahmad).
Ketiga, menghindari dosa. Dosa mengeraskan hati dan menjauhkannya dari kekhusyukan. Oleh karena itu, kita harus senantiasa menjaga diri dari maksiat dan berusaha bertaubat kepada Allah atas kesalahan yang dilakukan.
Keempat, memperbanyak doa. Mohonlah kepada Allah agar diberi hati yang lembut dan khusyuk. Salah satu doa yang dianjurkan adalah: “Ya muqallibal qulub, tsabbit qalbi ‘ala dinik” (Ya Allah, Yang Membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu).
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambah kuat imannya.” (QS. Al-Anfal: 2)
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Menghindari nafsu yang tidak pernah puas. Pertama, berlatih untuk qana’ah (merasa cukup). Salah satu cara paling efektif untuk mengendalikan nafsu adalah dengan melatih diri untuk merasa cukup dengan apa yang telah diberikan Allah. Qana’ah akan membimbing seseorang untuk tidak selalu mengejar kesenangan duniawi dan merasa puas dengan yang halal dan sederhana.
Kedua, mengendalikan diri melalui puasa. Puasa membantu melatih diri dalam mengendalikan hawa nafsu. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Wahai para pemuda, siapa yang di antara kalian memiliki kemampuan untuk menikah, maka menikahlah. Dan siapa yang tidak mampu, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat menahan syahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketiga, membatasi keinginan dunia. Perbanyak mengingat akhirat dan menghindari sikap materialistis. Ketika seseorang fokus pada akhirat, keinginan duniawi akan berkurang. Dalam hadis riwayat Tirmidzi, Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang dunia menjadi tujuannya, Allah akan membuat kefakiran selalu berada di hadapannya dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali yang telah ditentukan untuknya.”
Keempat, bersyukur. Memperbanyak syukur atas nikmat yang sudah diberikan, baik kecil maupun besar, akan menekan nafsu yang selalu ingin lebih. Bersyukur membantu kita mengapresiasi apa yang kita miliki dan tidak selalu merasa kurang.
Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina
Allah Ta’ala berfirman, “Dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri.” (QS. Luqman: 12)
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menyebutkan bahwa nafsu yang tak terkendali akan menghancurkan manusia, dan satu-satunya cara mengatasinya adalah dengan menjalani latihan spiritual, termasuk dzikir dan ibadah.
Menghindari Doa yang Tidak Dikabulkan. Pertama, berdoa dengan ikhlas dan khusyuk. Doa yang disampaikan dengan hati yang tulus dan penuh harap kepada Allah lebih berpotensi dikabulkan. Jangan berdoa hanya sebagai formalitas, tetapi lakukan dengan penuh kesadaran akan kekuasaan dan kasih sayang Allah.
Kedua, menjaga hubungan dengan Allah. Amal ibadah seperti shalat, sedekah, dan berbakti kepada orang tua akan menjadi sebab terkabulnya doa. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:, “Ada seorang lelaki yang dalam keadaan berpergian, rambutnya kusut dan badannya penuh debu. Dia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa: ‘Ya Rabb, ya Rabb!’ Namun makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dia diberi makan dengan yang haram. Maka bagaimana doanya bisa dikabulkan?” (HR. Muslim).
Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta
Ketiga, menjauhi dosa. Salah satu penghalang terbesar doa adalah dosa. Menjaga diri dari dosa, terutama dosa besar, adalah cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dan membuat doa lebih mudah terkabul.
Keempat, berdoa di waktu–waktu mustajab. Ada beberapa waktu yang disebut oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sebagai waktu mustajab untuk berdoa, seperti di sepertiga malam terakhir, antara adzan dan iqamah, dan ketika sujud dalam shalat.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.” (QS. Ghafir: 60). Ibn Qayyim dalam Ad-Da’ wa ad-Dawa’ menjelaskan bahwa terkabulnya doa sangat bergantung pada kondisi hati saat berdoa, keikhlasan, serta kebersihan diri dari dosa-dosa.
Agar keburkan di atas bisa di atas, seorang muslim harus melakukan usaha spiritual. Ini mencakup pengendalian diri, perbaikan hati, berfokus pada ilmu yang bermanfaat, serta menjaga hubungan dengan Allah melalui ibadah yang benar. Semuanya membutuhkan disiplin, kesabaran, dan ketulusan dalam mengamalkan ajaran Islam.[]
Mi’raj News Agency (MINA)