Oleh: Septia Eka Putri, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Jerico, begitu ia disapa, nama lengkapnya Jerico Sukotjo lahir pada tanggal 14 Juli 2004 di Cepiring, Karang Suno Kota kendal, Jawa Tengah. Jerico masih memiliki keluarga lengkap, kedua orang tua beserta empat saudaranya. Sang ayah bernama Sukotjo Suripto (49 tahun) bekerja sebagai supir di salah satu instansi, dan ibunya Munahdiro (43 tahun) kesehariannya hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Jerico mengidap autis, sebuah penyakit kelainan urat saraf, sejak lahir. Dia saat ini bersekolah di sebuah lembaga Rumah Autis di Jalan Bunga Raya 1 Blok A1 No.18 Perumahan Griya Sangiang Mas, Kelurahan Gebang Raya, Kecamatan Priuk, Kota Tangerang, Provinsi Banten, Indonesia.
Bersyukur, Jerico masih memiliki keluarga yang sayang dan begitu perhatian kepadanya. Ia merasakan kasih sayang orang-orang di sekitarnya. Tidak hanya dari keluarga dan dari kedua orang tuanya yang sangat ia cintai. Akan tetapi juga dari gurunya, yang dengan penuh kesabaran mengajarinya, pun ikut serta memberikan kasih sayang tidak kalah dengan kedua orang tuanya.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Prestasi Adzan dan Al-Quran
Jerico, walau terkendalan secara fisik dengan autisnya, tapi terbilang memiliki segudang prestasi, walau dengan kapasitas yang serba terbatas itu. Nothing is impossible, tidak ada yang tidak mungkin, begitu kira-kira semangatnya. Ia walau dengan kelemahan fisik tersebut, bisa mengumandangkan adzan dengan begitu indahnya. Bak lantunan anak dari syurga. “Subhanallah…”, begitu kalau kita mendengarnya.
Padahal tidak semua anak bisa seperti dia. Selain itu, ia pun dengan lancar dan fasih membaca Surat Yasin dan surat-surat pendek dalam Al-Quran, seperti beberapa surat dalam juz ‘Amma, mulai dari surat An-Naba, termasuk awal Al-Quran, induk Al-Quran yaitu Al-Fatihah, seringkali dia ucapkan.
Bayangkan, sungguh besar karunia Allah. Selain itu, jerico bisa dan sering ketika salah atau bingung, dia pun dengan ‘spontan mengucapkan, “Astaghfirullaah…”. Kalimat permohonan ampun kepada Allah, yang orang normal dan dewasa pun kadang lupa mengucapkannya.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Sebuah keajaiban yang sangat menarik dan tidak semua dimiliki anak normal seusianya, apalagi bagi yang mengidap penyakit sejenis autis.
Adzan, ya…! “Allaahu akbar Allaahu akbar……”. Suara indah dan lantunan itu meluncur dari mulut mungil Jerico sejak ia berumur dua tahun.
Menurut ayahnya, Jerico pernah hilang dari pemantauan orang tuanya, selama sekitar 14 jam tak ditemukan. Tentu, betapa gelisah kedua orang tuanya membayangkan bagaimana anaknya terlantar sendirian di jalanan misalnya. Namun, setelah dicari ke sana kemari, dan masyarakat pun ikut membantunya, ternyata Jerico ditemukan sedang asyik bermain di kantor polisi bersama pak polisi dan petugas di sana.
Hal yang lainnya pun, pernah ketika Jerico kabur dari rumah dan lari menyebrang jalan untuk menuju ke sebuah masjid. Apa yang dilakukannya? Tidak lain adalah adzan. Pada usia sekecil itu, dia melantunkan adzan, dan masyarakat pun melihat, menyaksikannya dan mendengarkannya. Di masjid seberang jalan itulah Jerico mulai aktif dan sering melantunkan adzan.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Dari manakah Jerico bisa mendapatkan semua itu? Ternyata memang rumahnya yang berdekatan dengan pesantren di daerah Cepiring, sehingga tiap kali adzan berkumandang, ada suara orang mengaji, dan shalawat, Jerico tampak dengan seksama mendengarkannya lalu mengucapkannya.
Video adzan Jerico sudah diaploud di YouTube dan memiliki kurang lebih 9000 views, berawal dari saat Jerico sedang bermain, lalu pihak dari Rumah Anak Autis Tangerang mencoba merekam adzan tersebut, lalu disebarkannya. Berikut link yang bisa dilihat ketika jerico adzan.
https://www.youtube.com/watch?v=ivVAMJ16JoA
Adzan dan Menangis
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Saat wartawan MINA (Mi’raj Islamic News Agency) mengunjungi kediaman rumah orang tua Jerico, yang tidak jauh dari sekolahnya Jerico, orang tuanya mengatakan, putera kesayangannya itu acapkali saat adzan diiringi isak tangis.
“Jerico menangis ketika mengumandangkan adzan. Selain tentu saat mainannya direbut juga membuat ia sedih. Terkadang saya lihat saat Jerico adzan dengan sendirinya tanpa disuruh, dia pun menangis, air matanya menetes, dan ini yang membuat saya terharu,” kata Sukotjo Suripto, ayah Jerico.
Pendapat yang sama diakui guru Jerico, Dwi Astuti (35 tahun), yang selalu menjemput dan mengantar Jerico ke sekolah. Rumah ibu guru Dwi memang berdekatan dengan rumah Jerico, sehingga ia selalu menjemput dan mengantarnya sekolah.
Menurut Dwi, Jerico menangis terisak dengan air mata meleleh di kedua pipinya, saat mengucapkan “Asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah… Asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah…”.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Sebuah kalimat tasyahud kesaksian bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Persis ketika Khalifah Umar bin Khattab saat membebaskan Masjid Al-Aqsha dari Imperium Romawi. Sang Khalifah meminta dengan sangat kesediaan muadzin Rasulullah, Bilal bin Rabbah untuk mengumandangkan adzan di Masjid Al-Aqsha.
Bilal kala itu sejak wafatnya baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, menyatakan dengan keinginannya tidak akan pernah lagi untuk mengumandangkan adzan. Namun atas permintaan terakhir Khalifah, Bilal pun mengumandangkan adzan. Dan…. benar saja. Ketika sapai pada kalimat “Asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah… Asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah…”. Bilal adzan dengan diiringi isak tangis mengharukan. Terbayang di pelupuk matanya, baginda Nabi, kekasihnya, orang yang amat dikasihi dan dirindukannya ada di sisinya. Para sahabat yang mendengarkannya pun ikut meneteskan air mata. Dan yang isak tangisnya paling kencang adalah Sang Khalifah Umar sendiri.
Begitu kurang lebih yang dirasakan ibu guru Dwi, saat mendengar Jerico adzan. “Saya begitu terharu ketika Jerico adzan diiringi isak tangis, seperti sangat menghayati makna kalimat indah itu. Melebihi saat mainannya direbut kawannya. Dia begitu tulus saat mengumandangkan adzan tersebut,” ujarnya.
Keluarga Mualaf
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Sukotjo Suripto, ayah Jerico, adalah seorang mualaf China, dan ibunya Munahdiro sorang Muslimah. Ayah Jerico menjadi mualaf sebelum menikah dengan ibunya.
Meski keilmunya dalam agama Islam terbilang kurang, walau keluarga ayah Jerico tidak semuanya mualaf, akan tetapi ia merasa bangga dan bersyukur ketika Jerico bisa adzan dan mengaji di depan mereka. Bahkan lagu mandarin khas kampung ayahnya di China sana, pun dapat dinyanyikan oleh Jerico di depan neneknya. Hal itu didapatkannya ketika anaknya sering mendengar tantenya memutar lagu China.
Sejak menjadi mualaf itulah, Sukotjo Suripto terus berusaha belajar agama Islam. Lebih-lebih gelora semangat itu terus mengalir manakala melihat dan mendenar sang anak tanpa diajarinya, bisa melakukan hal yang termasuk ibadah tersebut.
Sukotjo Suripto mengatakan, waktu masih muda sebelum menikah, ia berkawan dengan teman-teman dan kekasihnya seorang Muslim.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
“Teman-teman saya Muslim, malah ada yang ustadz. Dari situ saya tertarik dan ingin belajar Islam. Beberapa waktu bergaul dengan mereka, sampai akhirnya saya mengucapkan syahadat,” ujar Sukotjo Suripto.
Sukotjo Suripto, hampir tidak pernah mengajarkan agama Islam kepada anaknya memang karena keterbatasan ilmu dan waktunya, juga keterbatasan kelainan anaknya. Akan tetapi ia sangat bersyukur dan merasa beruntung memiliki anak yang luar biasa, tanpa ia sadari, meski autis bisa melantunkan adzan dan membacakan ayat-ayat suci AlQuran.
Kemampuan Lain Jerico
Seperti yang disampaikan guru-guru Jerico di sekolah, Jerico sering sekali sebelum diajarkan suatu pelajaran, dia sudah bisa sendiri, dan ini semakin membuat mereka kaget dan tidak menyangka, begitu banyak bakat yang Jerico miliki.
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Sesekali tampak Jerico membawa kertas, mengambil bulpen, bermain puzle, lalu menggambar sebuah masjid, membuat blender mainan. Guru-gurunya mengamati, ternyata Jerico dapat melakukannya karena sering melihat acara-acara di televisi, seperti iklan, lalu dipraktikannya dengan memanfaatkan barang-barang yang ada, seperti kertas, bulpen dan lainnya.
Hobi dan Cita-cita
Ibu guru Dwi Astuti, sebagai Pimpinan Cabang Sekolah Autis Tangerang, sangat optimis Jerico bisa sembuh sebagai layakya anak normal, meski tidak sempurna, jika dilihat dari kemampuan dan semangatnya.
Ia mengatakan, Jerico sangat hobi menggambar masjid, dan ketika ditanya sedang menggambar apa? Jerico spontan menjawab, “Masjid Jawa”.
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Kondisi fisik Jerico sendiri acapkali sakit, dan pola makannya pun tidak teratur. Saat Jerico sakit, membuatnya tidak bisa beraktivitas. Akan tetapi segala upaya terus dilakukan bersama pihak sekolah, dengan layanan terapi, di antaranya, Perilaku, Okupasi, Sensory Integrasi, Wicara, Remedial, dan Fisioterapi.
“Memang butuh kesabaran dan keikhlasan yang kuat menghadapi anak seperti dia,” ujar ibu guru Dwi.
Guru-gurunya dan kedua orang tuanya serta orang-orang tercinta di sekitarnya, terus mendorong semangat, hobi dan cita-cita luar biasa Jerico. Jerico bercita-cita ingin menjadi arsitek dan insinyur elektronik. Cita-cita arsitek, Jerico lakukan dengan cara suka menggambar masjid. Dan insinyur elektronik, begitu ia inginkan, muncul ketika dia melihat acara di televisi dan iklan elektronik, dia langsung semangat dan mencari segala cara agar apa yang dilihatnya itu ada dan terwujud. Ia pun membuatnya sendiri. Meski tidak seperti aslinya, dengan mengumpulkan alat dapur dan bahan-bahan yang ia peroleh.
Harapan
Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud
Melihat semua potensi, hobi, dan keinginan Jerico, di tengah berbagai keterbatasan fisiknya, orang tua dan keluarga serta guru-guru Jerico selalu berdoa dan berharap Jerico bisa normal seperti biasanya, dan bisa beraktivitas layaknya anak normal seusianya.
“Jerico adalah harapan kami semua, bakatnya terlihat dari kecil. Dia anak yang dianugerahi Allah kepada saya yang luar biasa, yang harus saya jaga, saya berusaha, bekerja untuk keluarga dan anak-anak agar tumbuh menjadi orang yang baik dan berbakti kepada orang tua serta berguna bagi bangsa ini,” kata kedua orang tua Jerico
Guru-guru di sekolah Jerico pun mengatakan, Jerico mempunya potensi yang tidak dimiliki oleh semua anak autis yang lain.
“Kami akan selalu berusaha agar Jerico sehat dan tumbuh besar dan menjadi orang hebat, “ ujar ibu guru Dwi.
Dwi selalu mengatakan kepada anak-anak didiknya, dengan sebutan, “Anak-Anak Syurga”.
Ibu guru Dwi pun menyampaikan pengalaman dan pesan yang indah untuk membuka mata dan hati Pemerintah, anggota DPR, dan masyarakat pada umunya tentang penanganan anak-anak autis.
“Autis … aku mulai mengenalnya pertengahan tahun 2012. Pertama-tama ada sedikit rasa takut dan cemas ketika kulihat anak berba dan besar dan mengeluarkan suara aneh yang sebelumnya aku belum pernah mendengar. Ada juga yang lucu , dia datang dengan senyum manisnya dan memelukku.
Ada juga yang membuatkan menahan sedikit rasa sakit, tanpa disadari cubitan dan gigitan mendarat di lenganku. Itu dulu sebelum aku mengenal mereka secara intensif. Namun sekarang tak bertemu sehari pun dengan mereka serasa ada yang kurang, banyak tingkah mereka yang membuatku kangen ketika tak bertemu.
Mereka, anak-anak spesial penghuni syurga ini, dan mewarnai hidupku, yang menjadikan hidupku lebih berwarna.
Echa yang paling males ngomong, suatu hari setelah outing dari stasiun tiba-tiba bisa ngomong, “bu naik kereta yu”, sesuatu yang luar biasa bagiku.
Si cantik Nada, walaupun cuma sebentar aku mengenalnya, tapi syumnya masih merekah di pikiranku, dengan kata-kata khasnya “dihukum”.
Alif yang sebelumnya kurang kerjasama denganku, sekarang manis, karena tak bisa menyebut namaku secara benar, aku dapat panggilan khusus darinya, “mpi”.
Cici down syndrom yang cenderung keras kepada yang lain, sekarang sudah pintar cuci piring dan suka iseng memercikan air yang masih menempel di tempat makannya, ke badanku.
Yudi dengan hormat ala jepangnya yang khas, ‘membungkukkan badannya’. Panca yang sering telat ketika mengulurkan tangannya untuk mengucapkan salam, sesudah duduk 10 menit baru bangun dan salim ke gurunya. Lalu ada pula Ahmad dengan tingkah lucunya ketika bertemu dengan anak ataupun guru yang cantik.
Nisa dengan Eqolalianya selalu mengulang-ulang pertanyaan, menyebabkan teman-temannya tertawa. Dan terakhir Jerico, anak yang selalu tahu sebelum gurunya memberi tahu, yang memiliki bakat dan potensi luar biasa.”
Demikian pengalaman dan kesan ibu guru Dwi, yang baru mengenal Jerico satu tahun ini, karena memang Jerico baru satu tahun ini bergabung dengan rumah Anak Autis.
Dwi sangat bersyukur kepada Allah karena masih dapat dipertemukan dengan anak-anak syurga ini, sebuah kebahagiaan tersendiri yang tak pernah ada habis-habisnya.
“Pelangi-pelangi di hidupku,” ujar ibu guru Dwi penuh haru.
Rumah Autis
Rumah Autis merupakan sebuah lembaga sosial yang berkhidmat untuk memberikan layanan berupa terapi dan sekolah khusus bagi penyandang autis maupun anak berkebutuhan khusus lainnya dari keluarga tidak mampu.
Memberikan layanan sejak tahun 2004, kini Rumah Autis telah memiliki 9 cabang yang beroperasi di wilayah Jawa Barat (7 cabang), DKI Jakarta (1 cabang), Banten (1 cabang) dengan melayani lebih dari 200 anak berkebutuhan khusus.
Salah satu permasalahan yang Rumah Autis hadapi adalah berpindah-pindahnya lokasi beberapa cabang karena statusnya yang masih mengontrak. Hal ini berdampak pada sebagian siswa yang rumahnya semakin jauh dari Rumah Autis. Mereka kesulitan menjangkau lokasi baru sehingga akhirnya memutuskan untuk berhenti terapi ataupun sekolah.
Selain itu, biaya sewa tempat pun menjadi beban lembaga yang cukup signifikan. Setiap tahun terjadi kenaikan sewa rata-rata 15 persen, sehingga pengeluaran Rumah Autis semakin membengkak untuk memenuhi biaya tersebut.
Rumah Autis tentu akan sangat berterima kasih jika ada dermawan yang terketuk hatinya dan ingin membantu mereka, anak-anak syurga, melalui rekening Rumah Autis Bank Mandiri no: 167-00-0067411-8 atas nama. Yayasan CAGAR (Cahaya Keluarga Fitrah Rumah Autis Tangerang). (P007/P4).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)