Jakarta, MINA – Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais menduga ada upaya lobi untuk kepentingan industri tembakau mengenai pembatalan larangan iklan rokok dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang kini sudah masuk di Badan Legislatif (Baleg) DPR.
Draft RUU Penyiaran versi Baleg telah menghapus ketetapan pasal larangan iklan rokok dalam draf revisi atas UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang dibuat Komisi I DPR.
“Ketika masuk Baleg kata rokok hilang. Ada aspirasi menggunakan ruang di Baleg untuk mengakomodasi kepentingan iklan rokok itu,” kata Hanafi dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan di Jakarta, Selasa (1/8).
Menurutnya, terlepas dari perbedaan pendapat antara Komisi I dan Baleg terkait hal itu, Hanafi meminta perjuangan untuk menghapus iklan rokok harus diteruskan.
Baca Juga: AWG Gelar Webinar Menulis tentang Baitul Maqdis
“Kalau perspektifnya untuk melindungi wanita dan anak-anak, maka hal ini harus diperjuangkan,” katanya.
Keputusan Baleg tersebut dinilai bertentangan dengan UU Nomer 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak-hak Ekonomi Sosial Budaya. Juga bertentangan dengan mandat Sustainable Development Goals (SDGs).
Sementara, menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati menyebut dalam UUD Negara Pasal 28 B ayat 2 mengenai kewajiban pemerintah melindungi kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang anak harusnya menjadi landasan hukum kuat untuk menghapuskan larangan iklan rokok dalam pembahasan RUU Penyiaran.
“Karena malah selama ini iklan rokok menargetkan anak-anak,” katanya.
Baca Juga: 30 WNI dari Suriah Kembali Dievakuasi ke Indonesia
Lemahnya pengaturan iklan dan promosi rokok di media penyiaran, berdampak pada meningkatnya angka perokok anak di negara ini. Dalam kurun hampir 10 tahun perokok remaja usia antara 10-14 tahun meningkat hampir dua kali lipat. Setidaknya 70 persen perokok mulai merokok sebelum usianya mencapai 19 tahun.
Berdasarkan studi UHAMKA dengan Komnas PA pada 2007, setidaknya 46,3 persen remaja di Indonesia mengaku mulai merokok karena terpengaruh dari iklan rokok. Sementara 50 persen lainnya merasa dirinya seperti dicitrakan oleh iklan rokok di televisi.
Sementara menurut data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2014 menunjukkan 4 dari 5 anak terpapar adegan merokok di TV, video atau film, sementara 3 dari 5 anak melihat promosi rokok di tempat penjualan seperti warung, swalayan, minimarket. Iklan rokok mendorong anak sebagai target pemasarannya dan pembatasan jam tayang iklan rokok selama ini di penyiaran Indonesia dinilai tidak menjadi upaya mengurangi prevalensi perokok di negeri ini.
Sampai saat ini, Indonesia masih menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang belum melarang tayangan iklan rokok di berbagai media penyiaran.(L/RE1/P2)
Baca Juga: Banjir di Makasar Rendam Rumah Dinas Gubernur dan Kapolda
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Angkatan Kedua, Sebanyak 30 WNI dari Suriah Kembali ke Tanah Air