Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Komisi VIII Sayangkan Rencana Pemerintah Tarik Izin Pendirian Pontren

Risma Tri Utami - Senin, 5 Maret 2018 - 14:19 WIB

Senin, 5 Maret 2018 - 14:19 WIB

186 Views ㅤ

Anggota Komisi VIII DPR RI, Khatibul Umam Wiranu. (Foto: Parlementaria)

Anggota Komisi VIII DPR RI, Khatibul Umam Wiranu. (Foto: Parlementaria)

Jakarta, MINA – Anggota Komisi VIII DPR RI, Khatibul Umam Wiranu menilai rencana pemerintah yang akan menarik persoalan izin pendirian pondok pesantren (Pontren) ke pemerintah pusat merupakan rencana yang keluar batas.

Selain rencana ini tidak memiliki dasar hukum, secara substansial rencana ini telah mengingkari semangat otonomi daerah, dimana persoalan pendidikan salah satu menjadi sektor yang juga diurus oleh pemerintah daerah.

“Ide ini menabrak spirit otonomi daerah. Padahal, pesantren dan jenis pendidikan lainnya menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional sebagaimana diatur dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,” ujar Khatibul Umam sebagaimana Parlementaria dikutip MINA, Senin (5/3).

Rencana yang dilatari kekhawatiran pemerintah kecolongan atas keberadaan pesantren yang menyimpang dari dasar negara dan konstitusi juga menunjukkan ketidakpercayaan pada aparat pemerintah sendiri termasuk tidak percaya terhadap regulasi yang dibentuk oleh pemerintah.

Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru

Peraturan Menteri Agama No. 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam yang diteken Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di era pemerintahan SBY telah mengatur secara detil dan rigid soal pengaturan pesantren.

Seperti di Pasal 4 PMA Nomor 13/2014 disebutkan bahwa pesantren wajib menjunjung tinggi dan mengembangkan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamien dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, keadilan, toleransi, kemanusiaan, keikhlasan, kebersamaan, dan nilai-nilai luhur lainnya.

Politisi Partai Demokrat ini menegaskan berbagai regulasi yang tersedia seperti PP Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan juga secara umum mengatur soal keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang bertujuan untuk memperdalam ilmu agama (tafaqquh fiid diin) serta PMA 13/2014 juga telah memenuhi kebutuhan pesantren.

“Meski, perlu juga regulasi soal pesantren dinaikkan statusnya menjadi UU, hal ini pula menjadi Inisiasi DPR untuk mengusulkan RUU Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren yang sekarang masih dalam tahap harmonisasi di Baleg DPR RI,” ungkapnya.

Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia

Khatibul juga menyarankan agar pemerintah lebih baik menjalankan berbagai regulasi yang telah ada dengan baik. Membuat rencana yang cenderung membingkai pesantren sebagai tempat yang anti NKRI merupakan tindakan konyol dan tak mendasar.

“Mestinya pemerintah koreksi diri, bila terdapat kejadian yang muncul di pesantren bukan dengan merespons membuat aturan baru yang justru offside. Sistem koordinasi di internal pemerintah yang lemah justru menjadi penyebabnya, pemerintah saat ini baiknya menjalankan PP Nomor 55/2007 dan PMA Nomor 13/2014 seperti yang sudah dilakukan pemerintah sebelumnya, dan terbukti tidak timbulkan kegaduhan,” tegasnya. (R/R09/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Matahari Tepat di Katulistiwa 22 September

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Haji 1445 H
Indonesia
Indonesia
Indonesia