
Sudan Selatan menyaring air di genangan air kotor. (Foto: Liz Pender/IRC)" width="562" height="374" /> Pengungsi di Sudan Selatan menyaring air di genangan air kotor. (Foto: Liz Pender/IRC)
Juba, 5 Rabi’ul Awwal 1437/15 Desember 2015 (MINA) – Kelompok bantuan di Sudan Selatan menjelaskan, kondisi di kamp-kamp pengungsi sangat menyedihkan, wartawan Al Jazeera melaporkan, Selasa (15/12) dari ibukota Juba.
Ribuan orang warga Sudan Selatan berlindung di dalam kamp-kamp PBB di seluruh negeri, banyak yang masih belum mendapatkan bantuan makanan dan perawatan medis, terutama di wilayah utara dekat perbatasan dengan Sudan.
Dr Austin Ombija, seorang pejabat Organisasi Internasional untuk Migrasi mengatakan, kamp-kamp penuh sesak dan tidak memiliki fasilitas dasar kesehatan.
“Kami harus berurusan dengan lebih banyak pasien dari yang kami bayangkan. Itu menyebabkan ketegangan pada kami dalam hal pasokan, kepegawaian, ruang yang kami gunakan,” katanya.
Baca Juga: Trump: Zelensky Beri Putin Alasan untuk Bom Ukraina Habis-habisan
Wartawan Al Jazeera Hiba Morgan, melaporkan yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), banyak satu keluarga yang tinggal hanya dalam ruang kecil dengan akses terbatas terhadap air bersih dan tidak cukup makanan.
“Organisasi-organisasi bantuan di sini mungkin berbeda dalam peran dan layanan yang mereka berikan, tetapi mereka semua setuju pada satu hal, pengungsi-pengungsi ini adalah orang-orang yang perlu perdamaian dan stabilitas, untuk dapat kembali ke rumah dan melanjutkan hidup mereka,” ujarnya.
“Pengungsi-pengungsi ini telah bertahan hidup selama dua tahun, dan dapat lebih lama jika perdamaian yang ditandatangani lebih dari tiga bulan lalu, tidak terealisir,” kata Morgan.
Sejak awal perang, setidaknya delapan kesepakatan gencatan senjata atau penawaran pembagian kekuasaan telah gagal dilaksanakan.
Baca Juga: Prancis Selidiki Warganya terkait Dugaan Terlibat dalam Genosida Gaza
Negara ini terjun ke dalam konflik setelah Presiden Salva Kiir menuduh mantan wakilnya Riek Machar yang dipecat awal tahun 2013 merencanakan kudeta.
Bentrokan diikuti siklus pembunuhan saling balas dendam dan telah mendorong negara termuda di dunia itu masuk konflik etnis.
Presiden Kiir menjadi simbol pemimpin dari suku Dinka sedangkan Machar mewakili etnis Nuer.
Pengamat mengatakan, konflik melibatkan beberapa milisi yang bersekutu dengan Machar atau Kiir. (T/P001/P2)
Baca Juga: WFP: Satu dari Lima Warga Afghanistan Bergantung pada Bantuan Kemanusiaan
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Internet Korea Utara Lumpuh Total, Diduga Gangguan Internal