Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Perkuat Komitmen dan Solidaritas HAM Dunia

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Yasonna H. Laoly, bersama para tamu undangan dalam Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya bertemakan "Martabat Manusia dan Supremasi Hukum untuk Masyarakat yang Damai dan Inklusif" yang diadakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia bersama Institut Leimena di Jakarta, Senin (13/11/2023).(Foto: Istimewa)

Jakarta, yang digelar Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) bersama Institut Leimena yang telah digelar di Jakarta, diharapkan dapat semakin memperkuat komitmen dan solidaritas dalam menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dalam sebuah negara hukum.

Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho mengatakan di tengah meningkatnya tantangan terhadap kebebasan, keadilan, dan perdamaian di dunia, menjadi momen yang tepat untuk merefleksikan kembali martabat manusia sebagai konsep dasar Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).

Untuk itu, melindungi dan memajukan martabat manusia di semua sektor kehidupan masyarakat dalam kerangka negara hukum harus mendasari masyarakat yang damai dan inklusif.

“Melindungi dan memajukan dimulai dengan menghormati. Menghormati martabat manusia juga berarti menghormati keragaman manusia,” kata Matius Ho dalam keterangan tertulis diterima MINA, Kamis (16/11).

Dalam masyarakat yang religius, lanjut Matius Ho, pemahaman agama yang keliru atau kurangnya paparan terhadap keragaman agama dapat menjadi penghalang, bahkan ancaman, bagi rasa saling menghormati dan saling percaya dalam masyarakat. Dibutuhkan kepercayaan untuk membangun dialog konstruktif dan kolaborasi produktif yang berlandaskan dan dipandu oleh aturan hukum, untuk mencapai masyarakat yang damai dan inklusif.

Baca Juga:  Profesor di Washington Masuk RS usai Dipukul Polisi saat Demo Pro-Palestina

Oleh karena itu, kewarganegaraan yang setara dan inklusif tidak hanya menjamin hak-hak tetapi juga menuntut tanggung jawab warganya, terlepas dari agama atau kepercayaan mereka.

Tidak hanya itu, agama juga bersifat trans-nasional dan trans-budaya. Karena itu, dalam konferensi ini, selain membahas hal tersebut, juga akan berbagi pengalaman dari Indonesia danmendengarkan pengalaman dan perspektif dari negara-negara lain, terutama negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara.

“Semoga konferensi ini dapat semakin memperkuat komitmen dan solidaritas kita dalam menjunjung tinggi martabat dan hak-hak asasi manusia dalam bingkai negara hukum,” tegas Matius Ho.

onferensi Internasional Literasi Kegamaan Lintas Budaya dengan tema “Human Dignity and Rule of Law for a Peaceful and Inclusive Society” (Martabat Manusia dan Supremasi Hukum untuk Masyarakat yang Damai dan Inklusif) digelar selama dua hari, Senin-Selasa, 13-14 November 2023.

Baca Juga:  Erdogan Desak Muslim Bersatu Hentikan Genosida Israel di Gaza

Dalam acara yang sama, Direktur Pusat Internasional untuk Studi Hukum dan Agama dari Universitas Brigham Young, Brett Scharffs, menerangkan mengadakan konferensi internasional adalah sebuah pencapaian besar, terutama di masa-masa yang sulit dan penuh tantangan.

Dalam dunia yang terpolarisasi, sangat berarti untuk menyatukan sekelompok orang yang begitu luas dan beragam. Terlebih khusus, di dunia dimana agama sering kali menjadi senjata dan bukannya alat perdamaian, sulit untuk melebih-lebihkan betapa pentingnya literasi agama dan lintas budaya.

Penguatan Literasi Agama

Menurut Scharffs, salah satu yang dapat dipelajari dari Institut Leimana adalah kekuatan dari upaya membangun literasi keagamaan lintas budaya. Mereka melakukan hal ini dalam skala besar, dengan fokus pada pelatihan yang telah melibatkan hampir 6.000 guru.

“Salah satu kehebatan dari pelatihan mereka adalah bahwa mereka meminta umat Islam untuk mengajar tentang Islam, umat Kristen untuk mengajar tentang Kekristenan, demikian pula pembelajaran tentang Yudaisme langsung dari pemukanya,” ujar Brett Scharffs.

Baca Juga:  Delegasi Media UEA Kunjungi MINA

Lebih lanjut Scharffs mengatakan konferensi ini digelar juga untuk memperingati Hari HAM ke-75 pada 10 Desember, saat itu DUHAM diadopsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal ini sejalan dengan tema konferensi yang dipilih secara cermat dan sangat penting.

“Martabat manusia, yang tidak hanya menjadi prinsip dasar DUHAM, tetapi juga sebuah prinsip gerakan HAM menjadi mungkin serta dapat membuka pintu, membangun jembatan dan menemukan kesamaan di dunia saat ini. Bertujuan mendorong Negara Hukum, menunjukkan kita peduli terhadap supremasi hukum. Kemudian menciptakan masyarakat yang damai dan inklusif,” terang Brett Scharffs.

Menutup sambutannya, Scharffs mengungkapkan Indonesia menjadi pemimpin global dalam mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif.

“Kita semua harus banyak belajar, termasuk yang terpenting dari Indonesia, yang merupakan pemimpin global dalam menciptakan dan mempertahankan cita-cita dan mekanisme yang membantu mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif,” tegas Brett Scharffs.(R/R1/RS3)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.